PPC Iklan Blogger Indonesia

Minggu, 25 September 2011

Surat Atas Bulan

Pengarang: Wing Kardjo

Katamu cintaku bagai bulan sabit,
pelan-pelan naik, tambah bundar meningkat,
menerangi mimpi, sementara di teras,
kau duduk menanti. Tiada harap
cahaya muram, pelan-pelan turun
makin kecil, makin dalam,
dalam usia tenggelam
hingga terpencil
Tidak! Tidak demikian,
kasihaku akan datang setiap saat
menunggang nyanyian putih
doa selamat dari
niat khianat!

Jumat, 23 September 2011

Operasi ke-2 Safira 'Bocah Berpaku' Lebih Berisiko


Hasil rontgen paku di kaki Safira. (Dok: Sindo TV)
Hasil rontgen paku di kaki Safira. (Dok: Sindo TV)
PAREPARE - Berdasarkan hasil CT-Scan terhadap bocah berpaku, Safira Putri, di RSU Wahidin Sudiro Husodo, Makassar, Sulawesi Selatan, diketahui masih bersarang dua buah benda logam. Hasil CT-Scan tersebut tidak berbeda dengan hasil rontgen sebelumnya.

Tim dokter RSU Andi Makkasau Parepare memastikan dua benda berbentuk paku itu terletak di betis kiri dan punggung Safira.

Dokter ahli bedah RSU Andi Makkasau, Kamaruddin Said, Kamis (10/11/2011), mengatakan satu logam bersarang di bagian belakang samping dan tidak jauh dari tulang betis.

Meski operasi tahap kedua yang akan dilakukan terhadap Safira tergolong kecil, namun Kamaruddin mengungkapkan risikonya sangat berat. Dokter, kata Kamaruddin, harus memertimbangkan kondisi jantung serta paru-paru bocah berusia tiga tahun itu. Belum dipastikan kapan operasi akan dilakukan.

Sementara itu, pasca-CT-Scan kondisi Safira semakin membaik. Seperti sebelum menjalani CT-Scan, dia tampak ceria ketika bercanda warga yang menjenguknya.

Seperti diketahui pada operasi pertama yang dilakukan pada 1 November lalu, dokter berhasil mengangkat 26 benda berbentuk paku dan jarum suntik. Benda itu diangkat dari betis kanan dan kiri Safira.

Dokter mengira seluruh logam sepanjang sekira 10 sentimeter itu sudah diangkat, namun setelah dilakukan rontgen, masih tersisa satu logam di betis kiri.

Edema Generalisata


Edema umum lebih sering berkaitan dengan penyakit dasar yang signifikan (Bagan Alur 31.2). Bukti keterlibatan sistemik dapat tampak dari anamnesis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik awal sebaiknya mencakup perhatian yang saksama pada sistem kardiovaskular. Manifestasi gagal jantung kongestif biasanya sudah lanjut sebelum edema muncul. Langkah kritis pada evaluasi edema adalah pemeriksaan urine untuk bukti proteinuria yang signifikan. Anak dengan proteinuria yang berada di dalam rentang nefrotik, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia menderita sindrom nefrotik. evaluasi sebaiknya meliputi penyelidikan adanya kemungkinan infeksius atau sistemik berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik. Khususnya, pasien yang berusia kurang dari 6 bulan sebaiknya diperiksa untuk adanya sifilis. Ditemukannya azotemia, oliguria, edema, hematuria, dan hipertensi menunjukkan nefritis, yang paling sering terjadi sekunder akibat glomerulonefritis postinfeksius dan berkaitan dengan penurunan kadar C3 serum.
Edema Serebri
Ketika tidak terdapat proteinuria, anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat menunjukkan penyebab ekstrarenal hipoalbuminemia, seperti hilangnya protein yang disebabkan oleh enteropati atau penurunan sintesis protein akibat penyakit hati atau malnutrisi.

Kamis, 15 September 2011

Warga Solo Dihebohkan Fenomena Matahari Aneh


SOLO- Warga Solo, Jawa Tengah, dihebohkan dengan penampakan fenomena matahari aneh yang berlangsung sejak pukul 11.11 WIB. Fenomena ini pun menarik perhatian warga.

Pantauan di lapangan, matahari ini dikelilingi oleh lingkaran hitam. Namun anehnya, di pinggir lingkaran hitam tersebut terlihat guratan garis warna warni seperti pelangi, Selasa (4/10/2011).

Warga terpaksa berhenti di pinggir jalan maupun melambatkan kendaraan untuk melihat fenomena ini. Tidak hanya puluhan orang, namun bisa mencapai ratusan orang sudah memadati pinggir Jalan Sumber, Solo.

Alhasil, kemacetan di jalan tersebut terjadi. Petugas tampak kewalahan mengatur lalu lintas. Tidak hanya di situ, warga Jalan Embarkasih Kloran, Karanganyar pun ikut mengabadikan fenomena ini.

Warga pun mengabadikan peristiwa ini dengan berbagai cara. Mulai dari menggunakan kamera telepon selular hingga kamera SLR yang memiliki kemampuan canggih.

Hingga saat ini, fenomena tersebut masih terjadi. Belum diketahui fenomena apa yang terjadi. Diduga fenomena ini merupakan “Halo matahari”.

Selasa, 13 September 2011

Prematuritas murni


Prematuritas murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan, atau bisa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (MKB-SMK).
Penyebab (etiologi)
BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: faktor ibu, faktor janin, faktor lingkungan. Faktor ibu meliputi penyakit yang diderita ibu misalnya toksemia gravidarium, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis akut, DM dan lain-lain. Usia ibu saat hamil kurang dari 16 tahun, atau lebih dari 35 tahun, multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat dan lain-lain. Keadaan sosial ekonomi golongan sosial ekonomi, perkawinan yang tidak sah. Sebab lain termasuk karena ibu perokok, peminum alkohol atau narkotik. Faktor janin, meliputi hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom, dan lain-lain. Faktor lingkungan, meliputi tempat tinggal, radiasi, zat-zat racun.

Karakteristik.
Tanda-tanda yang dapat ditemukan antara lain:
1. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm
2. Masa gestasi kurang dari 37 minggu
3. Kepala lebih besar dari pada badan
4. Kulit tipis transparan
5. Lanugo halus banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga, dan lengan
6. Lemak subkutan kurang
7. Ubun-ubun dan sutura lebar
8. Genetalia belum sempurna, labio minora belum tertutup oleh labia mayora (pada wanita), pada laki-laki testis belum turun
9. Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat terlihat
10. Rambut tipis, halus dan teranyam
11. Tulang rawan dan daun telinga imature (elastis daun telinga masih kurang sempurna)
12. Puting susu belum terbentuk dengan baik
13. Bayi kecil, posisi Masih posisi fetal
14. Pergerakan kurang dan lemah
15. Banyak tidur, tangis lemah. pernapasan belum teratur dan sering mengalami serangan apnea
16. Otot masih hipotonik
17. Refleks tonus leher lamah, reflek mengisap dan menelan serta reflek batuk Mum sempurna
18. Kulit nampak mengkilat dan licin
Penyakit bayi premature
Penyakit yang terdapat pada bayi prematur antara lain:
1. Sindrotn distres pernapasan, disebut juga penyakit membran hialin karena pada stadium akhir akan terbentuk membran hialin yang melapisi alveolus paru.
2. Aspirasi pneumonia, keadaan ini disebabkan karena racks menelan dan batuk pada bayi premature belum sempurna.
3. Perdarahan intraventrikular, adalah perdarahan spontan pada ventrikel otak lateral, biasanya terjadi bersamaan dengan pembentukan membran hialin di paru-paru.
4. Fibroplasia retrolental, keadaan ini disebabkan oleh gangguan oksigen, yang berlebihan.
5. Hiperbilirubinemia, keadaan ini disebabkan karena hepar pada bayi premature belum matang.
Pustaka
Asuhan Keperawatan Perinatal

Senin, 12 September 2011

Penyakit inflamasi autoimun: Lupus eritomatosus


Lupus eritomatosus (LE) adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang melewati tiga bentuk dasar: lupus diskoid yang menyerang kulit; lupus yang disebabkan oleh bahan kimia atau obat-ohatan; dan sistemik lupus eritematosus (SLE) yang menyerang sistem organ besar. Wanita cenderung terserang sembilan kali Iebih sering dibanding pria; usia awitan rata-rata adalah 30 tahun, dengan angka tcrtinggi pada populasi bukan kulit putih. Tidak ditcmukan adanya hubungan genetik. Terdapat keterkaitan keturunan yang menunjukkan bahwa predisposisi genetik mungkin berhubungan dengan faktor-faktor lingkungan atau kerentenan pada virus tertentu. Obat-Obat tertentu dan makanan (tauge alfalfa) tampak sebagai pencetus awitan gejala atau memperburuk penyakit yang sudah ada. Abnormalitas hormonal adalah faktor risiko yang mungkin karena telah terpantau peningkatan insiden selama tahun-tahun membesarkan anak. Radiasi ultraviolet juga merupakan faktor risiko yang mungkin.

MANIFESTASI KLINIS
1. Awitan tersembunyi atau akut. Mungkin takterdiagnosa selama bertahun-tahun.
2. Perjalanan klinis adalah salah satu dari eksaserbasi atau remisi. Gambaran klinis termasuk nefritis, penyakit kardiopulmonal, ruam kulit, dan banyak bukti tak langsung terjadinya inflamasi sistemik (demam, keletihan, dan penurunan berat badan).
3. Sistem muskuloskeletal: artralgia dan artritis (sinovitis) merupakan gambaran yang umum. Pembengkakan sendi, nyeri tekan, dan nyeri saat pergerakan adalah umum, disertai dengan kekakuan sendi pada pagi hari.
4. Beberapa tipe manifestasi kulit yang berbeda, y.i., lupus eritematosus kutan subakut (SCLE), dan lupus eritematosus diskoid (DLE).
5. Ruam kupu-kupu pada batang hidung dan pipi, terjadi pada kurang dari 50% pasien, mungkin menjadi prekursor pada keterlibatan sistemik.
6. Lesi memburuk selama eksaserbasi (“flares”) dan mungkin dicetuskan oleh cahaya sinar matahari atau ultraviolet buatan.
7. Ulkus oral dapat menyerang mukosa bukal atau langit-langit keras.
8. Perikarditis adalah manifestasi klinis jantung yang paling umum.
9. Pleuritis atau pleural efusi.
10. Lesi papular, eritematosus, dan purpurik pada ujung jari, siku, jari kaki, dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan dapat berkembang menjadi nekrosis.
11. Limfadenopati terjadi pada 50% dari semua pasien SLE.
12. Keterlibatan ginjal (glomeluri) terjadi pada sekitar 50%.
13. Gambaran neuropsikiatris bervariasi dan sering, umumnya ditunjukkan dengan perubahan halus pola perilaku. Depresi dan psikosis adalah umum terlihat.
EVALUASI DIAGNOSTIK
Diagnosis dibuat berdasarkan pada riwayat komplet dan analisis pemeriksaan darah; tidak ada saw pemeriksaan laboratorium yang menguatkan SLE.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronis.
1. Mencegah penurunan progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan penyakit akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan kecacatan, dan mencegah komplikasi dari terapi yang diberikan.
2. Gunakan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan kortikosteroid untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid.
3. Gunakan kortikosteroid topikal untuk manifestasi kutan akut.
4. Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternatif untuk penggunaan dosis oral tinggi tradisional.
5. Atasi manifestasi kutan, muskuloskeletal, dan sistemik ringan dcngan obat-obat antimalaria.
6. Preparat imunosupresif (percobaan) diberikan untuk bentuk SLE yang serius.
Pengkajian Keperawatan
1. Lakukan pengkajian fisik menyeluruh, sistematik, inspeksi kulit terhadap ruam eritematosus.
2. Amati plak eritematosus kutan dengan penempelan plaque pada kulit kepala, wajah, atau leher.
3. Perhatikan area yang mengalami hiperpigmentasi atau depigmentasi bergantung pada face dan tipe penyakit.
4. Tanyakan pasien tentang perubahan kulit, terutama sensitivitas terhadap sinar matahari atau cahaya ultraviolet buatan.
5. Inspeksi kulit kepala terhadap alopecia.
6. Periksa mulut dan tenggorok terhadap ulserasi.
7. Periksa terhadap adanya gesekan friksi perikardial dan bunyi paru abnormal (efusi pleural).
8. Kaji terhadap keterlibatan vaskular, y.i., eritematosus papular, dan lesi purpurik.
9. Amati terhadap tanda-tanda keterlibatan muskuloskeletal, y.i., pembengkakan sendi, kehangatan, nyeri saat melakukan gerakan, dan kekakuan sendi. keterlibatan sendi sering simetris.
10. Amati terhadap edema dan hematuria, yang mcnandakan keterlibatan ginjal.
11. Permudah interaksi dengan pasien dan keluarga untuk memberikan bukti lebih jauh tentang keterlibatan sistemik.
12. Arahkan pengkajian neurologis pada pengidentifikasian dan menguraian keterlibatan sistem saraf pusat.
13. Tanyakan anggota keluarga mengenai perubahan perilaku, neurosis, atau psikosis.
14. Perhatikan tanda-tanda depresi, laporkan adanya kejang korea, atau manifestasi SSP lainnya.
15. Kaji pengetahuan tentang proses penyakit dan penatalaksanaan mandiri.
16. Kaji persepsi pasien tentang dan koping terhadap keletihan, citra tubuh, dan masalah-masalah lain yang disebabkan oleh penyakit.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan SLE umumnya sama dengan rencana asuhan dasar untuk pasien dengan penyakit reumatik.
Pustaka
Keperawatan Medikal- Bedah

Rabu, 07 September 2011

Edema Serebri


PENDAHULUAN
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupuri ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
ETIOLOGI
Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:
1. Kondisi neurologis: Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak.
2. Kondisi non neurologis: Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau high altitude cerebral edema (HACE).

KLASIFIKASI
Edema otak dapat terjadi intraseluler, ekstraseluler (interstisial), atau kombinasi keduanya. Edema sel otak (edema sitotoksik) dapat terjadi akibat hiperosmolaritas intraseluler atau akibat hipotonisitas ekstraseluler. Edema ekstraseluler (interstisial) terjadi akibat adanya timbunan cairan di ruang ekstraseluler parenkim otak, yang dapat berupa edema hidrostatik, vasogenik, osmotik, dan ekstraseluler akibat hidrosefalus. Berbagai bentuk edema tidak selalu muncul sendiri-sendiri melainkan lebih sering muncul bersamaan.
DIAGNOSIS
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan tanda dan gejala berupa:
1. Nyeri kepala hebat.
2. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.
3. Penglihatan kabur.
4. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh darah kapiler serebral oleh edema.
5. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler, apnea, dan kematian.
6. Gambaran papiledema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil yang tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2.
Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk melihat etiologi dan luas edema serebri.
PENATALAKSANAAN
1. Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena jugularis harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan dengan menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu sesingkat mungkin.
Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi kepala 30°.
2. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi meningkatkan kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak. Pasien yang menggunakan ventilator atau ETT harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi yang sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat, benzodiazepin, dan propofol.
3. Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan penambahan volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK, terutama pada pasienm dengan pernicabilitas kapilcr yang abnormal. Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi pada pasien edema otak buruk.
4. Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat menyebabkan edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat dicegah dengan pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik (balans —200 ml).
5. Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal dipengaruhi oleh penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah harus dipelihara dengan cara menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di atas 60-70 mmHg pascatrauma otak.
6. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang, de-mam, dan hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Suhu tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus tetap diukur.
Terapi Osmotik
Terapi osmotik menggunakan manitol dan salin hipertonik.
• Manitol
• Efek Ostnotik
• Efek Hemodinamik
• Efek Oxygen Free Radical Scavenging
Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25-0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20 menit pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.
Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolalitas serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko gagal ginjal (terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami vollyrfg depletion). Kadar osmolalitas serum tidak boleh lebih dan 320 mOsmol/L.
Salin Hipertonik
Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme kerjanya kurang lebih sama dengan manitol, yaitu dehidrasi osmotik.
Steroid
Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai tumor, peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas sawar darah-otak, termasuk akibat manipulasi pembedahan. Namun, steroid tidak berguna untuk mengatasi edema sitotoksik dan berakibat buruk pada pasien iskemi otak.
Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokorti-koidnya yang sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per oral, dilanjutkan dengan 4 mg setiap 6 jam. Dosis ini ekuivalen dengan 20 kali lipat produksi kortisol normal yang fisiologis. Responsnya seringkali muncul dengan cepat namun pada beberapa jenis tumor hasilnya kurang responsif. Dosis yang lebih tinggi, hingga 90 mg/hari, dapat diberikan pada kasus yang refrakter. Setelah penggunaan selama berapa hari, dosis steroid harus diturunkan secara bertahap (tape* off) untuk menghindari komplikasi serius yang mungkin timbul, yaitu edema rekuren dan supresi kelenjar adrenal.
Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan penderita meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama pengobatan disertai dengan terapi antibiotik. Dosis pertama harus diberikan sebelum atau bersamaan dengan terapi antibiotik (lihat bab meningitis bakterialis).
Hiperventilasi
Sasaran pCO, yang diharapkan adalah 30-35 mmHg agar menimbulkan vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume darah serebral.
Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini biasanya digunakan pada kasus yang refrakter terhadap pengobatan lain maupun penanganan TIK dengan pembedahan.
Furosemid
Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi ini telah terbukti berhasil pada beberapa penelitian. Furosemid dapat meningkatkan efek manitol, namun harus diberikan dalam dosis tinggi, sehingga risiko terjadinya kontraksi volume melampaui manfaat yang diharapkan. Peranan asetasolamid, penghambat karbonik anhidrase yang mengurangi produksi CSS, terbatas pada pasien high-altitude illness dan hipertensi intrakranial benigna.
Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi neuroproteksi pada pasien. dengan lesi serebral akut.
Pustaka
Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf Oleh dr. George Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr. Yuda Turana, SpS

Minggu, 04 September 2011

Penyebab penyakit lupus


 Penyebab penyakit lupus belum diketahui secara pasti, agaknya disebabkan kombinasi berbagai faktor seperti genetik, honnon, infeksi, dan lingkungan. Terjadi penyimpangan pada sistem kekebalan yang pada mulanya sistem kekebalan tidak bisa membedakan teman dan musuh, kemudian “teman-teman ” sendiri (sel-sel tubuh/organ sendiri) dianggap sebagai musuh, sehingga dibuat zat anti terhadap sel-sel tersebut, kemudian zat anti ini menyerang sel-sel tubuh/organ sendiri tersebut.


Akibatnya serangan ini menimbulkan kerusakan-kerusakan pada organ tersebut. Ada berita dari Jerman, yang menyatakan sekelompok peneliti mencurigai ada suatu enzim dalam sel yang bertugas menghancurkan DNA dari sel yang sudah mati tetapi enzim ini tidak bekerja normal, sehingga DNA tersebut tidak habis, tetapi sisa-sisa hancuran DNA masih ada. Terhadap sisa-sisa ini kemudian terbentuk zat anti. Dengan cara penyakit ini mengganggu kesehatan, maka penyakit ini digolongkan dalam penyakit autoimun.

Pustaka artikel penyebab penyakit lupus

Manajemen Hidup Sehat Oleh Dr. NICO A. LUMENTA
morzing.com dunia humor dan amazing!