PPC Iklan Blogger Indonesia

Jumat, 01 Juli 2011

Pengambilan Keterangan, Bantuan Hukum, dan Kasasi Atas Putusan Bebas oleh Jaksa

Ada beberapa hal menarik dalam Putusan MA kali in, putusan dengan No 2588 K/Pid.Sus/2010 ini setidaknya membawa 3 isu hukum yang menurut saya penting yaitu soal cara pengambilan keterangan sebagai alat bukti, soal bantuan hukum dan kedudukan advokat dalam Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa, serta Kasasi terhadap putusan bebas oleh Jaksa

Cara Pengambilan Keterangan Terdakwa

Dalam pertimbangannya MA telah mempertimbangkan bahwa ”Terdakwa telah mencabut semua keterangannya dalam BAP karena berdasarkan atas tekanan/paksaan dari pihak penyidik Polri dan saksi verbalisan tidak dapat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum untuk menguji bantahan Terdakwa;”

Dalam posting saya sebelumnya, saya telah menjelaskan bahwa Ketentuan Pasal 52 KUHAP sudah menggariskan bahwa “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan peradilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim” Berdasarkan penjelasan Pasal 52 KUHAP adalah “Supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada yang sebenarnya maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa” Ketentuan Pasal 52 KUHAP ini tentu berkaitan erat dengan ketentuan Pasal 117 KUHAP yang menyatakan

(1) Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun.

(2) Dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang sebenarnya ia telah lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri.

Secara a contrario maka perolehan keterangan yang menggunakan tekanan atau paksaan maka keterangan yang diperoleh menjadi tidak bernilai dan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti di Pengadilan. Dengan demikian pertimbangan dari MA kali ini sangat relevan dengan ketentuan Pasal 52 jo Pasal 117 KUHAP

Bantuan Hukum

Dalam isu bantuan hukum, dalam Putusannya MA mempertimbangkan “Selama pemeriksaan dari Penyidik, kepada Terdakwa tidak ada Penasehat Hukum yang mendampinginya ; dan Penasehat Hukum juga menyatakan tidak pernah mendampingi Terdakwa dalam pemeriksaan di Penyidik, Penasehat Hukum hanya menandatangani BAP setelah siap atas permin taan Penyidik”

Menurut saya MA telah menafsirkan ketentuan Pasal 54, 55, dan 56 KUHAP yang berbunyi
Pasal 54

Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Pasal 55

Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memiih sendiri penasihat hukumnya.

Pasal 56

(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.

(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.

Dalam konteks Pasal 56 ayat (1), Mahkamah Agung telah memberikan penegasan sifat imperatif dari ketentuan Pasal 56 ayat (1) terutama yang berkaitan dengan mereka yang diancam dengan pidana 15 tahun atau lebih. Dalam kasus ini terdakwa diancam karena melanggar Pasal 81 ayat (2) huruf a yang memuat ancaman pidana min 2 tahun penjara dan maksimum 18 tahun. Sehingga ketiadaan penasehat hukum telah menjadikan keterangan yang diperoleh dari Tersangka menjadi tidak sah.

Dalam konteks Pasal 54 dan Pasal 55 KUHAP, Mahkamah Agung dalam pertimbangannya menurut saya sangat maju karena tidak hanya melihat ada tidaknya tanda tangan penasehat hukum dalam Berita Acara Pemeriksaan, namun juga melihat kehadiran secara fisik si penasehat hukum pada saat Tersangka diperiksa. Persis di titik ini, MA melihat pelanggaran serius terhadap ketentuan Pasal 54 dan 55 KUHAP.

Kasasi terhadap Putusan Bebas oleh Jaksa

Dalam kasus ini Terdakwa di tingkat pertama telah diputus bebas oleh PN Sidikalang. Menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung”. Ketentuan ini sebenarnya bersifat imperatif dan tidak bisa dilanggar, namun dalam perkembangannya muncul yurisprudensi yang memisahkan putusan bebas murni dan putusan bebas tidak murni. Yurisprudensi tersebut menyatakan bahwa putusan bebas murni itulah yang sesuai dengan ketentuan Pasal 244 KUHAP sehingga tidak bisa diajukan kasasi oleh kejaksaan, sedang terhadap putusan bebas tidak murni jaksa bisa melakukan kasasi.

Dalam putusan ini terdapat juga pertimbangan tentang apa yang disebut putusan tidak bebas murni yaitu “(1) apabila pembebasan itu didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur perbuatan yang didakwakan, atau (2) apabila pembebasan itu sebenarnya adalah merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum, atau (3) apabila dalam menjatuhkan putusan itu pengadilan telah melampaui batas kewenangannya”. Dalam konteks ini saya tidak sepakat apabila argumen ini menjadi landasan pada istilah “Putusan Tidak Bebas Murni” yang menyebabkan tidak berlakunya ketentuan Pasal 244 KUHAP, namun argumen ini lebih tepat jika berdasar ketentuan Pasal 259 KUHAP yaitu pengajuan kasasi demi kepentingan hukum oleh Jaksa Agung yang berbunyi:

Pasal 259

(1) Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.

(2) Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.

Artinya alasan2 kasasi yang diajukan oleh Jaksa atas dasar putusan tidak bebas murni itu seharusnya diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 259 KUHAP dan bukan Pasal 244 KUHAP. Selain itu fungsi Pasal 259 ini lebih tepat jika merujuk pada pertimbangan MA dalam kasus ini yang menyatakan “bahwa akan tetapi Mahkamah Agung berpendapat bahwa selaku badan Peradilan Tertinggi yang mempunyai tugas untuk membina dan menjaga agar semua hukum dan undang- undang diseluruh wilayah Negara diterapkan secara tepat dan adil”. Konteks pertimbangan ini adalah salah satu fungsi MA dalam menjaga kesatuan hukum dan melakukan perkembangan hukum sehingga mestinya pihak Kejaksaan mengajukan kasasi berdasarkan ketentuan Pasal 259 KUHAP dan MA juga memutuskan berdasarkan ketentuan Pasal 259 KUHAP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

morzing.com dunia humor dan amazing!