Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan  Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang terbesar di  Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di  bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Nahdatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi Islam terbesar di  Indonesia. Beberapa pihak bahkan mengklaim, NU adalah organisasi Islam  besar di dunia. Klaim jumlah jamaah terbesar se-Indonesia tersebut,  agaknya bukan isapan jempol semata, mengingat jumlah jamaah atau  pengikut (follower) organisasi ini yang sangat banyak. Utamanya dikawasan pulau Jawa (pulau yang terpadat jumlah penduduknya).
Organisasi yang salah satu pendirinya adalah KH Hasyim Asy’ari ini merupakan sebuah organisasi yang menganut paham Ahlussunah wal jama’ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis).  Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur’an dan  As-Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan  realitas empirik.
Namun seiring perkembangan zaman, NU mengalami pergeseran persepsi dari  masyarakat. Organisasi ini banyak dinilai sebagai organisasi yang kolot  dan kurang peka terhadap perkembangan zaman. Hal ini dapat terjadi  dikarenakan oleh berbagai macam sebab. Bisa karena pembawaan dakwah yang  lebih condong pada arah ‘ritualis’, bisa karena asumsi yang keliru dari  para jamaah, atau dapat juga disebabkan karena berbagai macam alasan  lainnya. Namun artikel ini tidak akan membahas lebih lanjut mengenai hal  itu.
Karena pada artikel ini, akan dibahas mengenai sebuah fenomena  menarik yang terjadi dikalangan tokoh-tokoh besar Nahdatul Ulama. Pada  era digital seperti sekarang ini, ternyata para tokoh-tokoh besar yang  membawa brand Nahdatul Ulama tersebut, menggiring persepsi  masyarakat kearah yang lebih baik dan moderen. Caranya adalah  menggunakan media sosial sebagai salah satu media untuk berdakwah.
Seperti yang kita ketahui bersama, dewasa ini adalah era kebangkitan  media sosial. Tidak hanya bagi dunia, di Indonesia pun pengguna media  sosial sudah sangat banyak. Sebut saja facebook yang telah menembus 21,5  juta akun lebih dari Indonesia! (April 2010). Ataupun twitter yang  jumlah pengguna terbesarnya adalah berasal dari Indonesia.
Ya, terhitung 5 April 2010, tercatat sekitar 21,5 juta akun Facebook  yang berasal dari Indonesia! Angka yang luar biasa besar mengingat akhir  tahun 2008 lalu, angkanya masih bertengger di 1,5 juta akun. Dalam 15  bulan, jumlah akun Facebook Indonesia meningkat 14 kali lipat. Selama  rentang waktu itu, sedikitnya lahir sejuta akun baru Indonesia tiap  bulan di Facebook! (sumber:VirtualID).
Selain facebook, perkembangan twitter di Indonesia juga tak kalah  pesat. Pada tahun 2009 Indonesia menempati urutan ke-6 pengguna twitter  terbanyak di dunia, dengan total pengguna 2,41%. Sedangkan Amerika saat  itu berada di posisi nomor satu dengan total 50,88 %.
Tetapi, hanya dalam kurun waktu 1 tahun, Indonesia ‘berhasil’  menempati posisi satu pengguna twitter terbanyak di dunia. Pada tahun  2010 Indonesia resmi menjadi negara pengguna twitter terbanyak dengan  total persentase 20,8 % dan meninggalkan Brazil dengan 20,5%; Sementara  Venezuela 19% dan Amerika 11,9% (sumber:dskon.com).
Dengan jumlah pengguna media sosial yang sangat fantastis di  Indonesia, media sosial kini dilirik menjadi salah satu alat komunikasi  yang paling mudah digunakan. Banyak sekali ahli-ahli media sosial dan  bermunculan.  Dan kemudian, fungsi Media Sosial bergeser dan berkembang  menjadi berbagai macam. Seperti misalnya: tools marketing dua  arah yang ‘tercepat’, karena tidak terbatas ruang dan waktu. Kemudian  digunakan sebagai alat untuk menggalang masa. Seperti yang terjadi di  Moldova (Republik), yang mana terjadi sebuah revolusi dan menggunakan  twitter serta facebook sebagai alat menggalang massa untuk menggebrak  sebuah rezim pemerintahan.
Media Dakwah
Dari berbagai fungsi yang dapat dimanfaatkan melalui media sosial,  agaknya ini memancing beberapa tokoh besar Nahdatul Ulama untuk  menggunakan media sosial sebagai alat untuk berdakwah. Sebut saja Ketua  Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj – akrab  disapa Kang Said-. Kemudian anak perempuan Gus Dur, Yenny Zannuba Wahid  atau yang lebih dikenal dengan Yenny Wahid (Direktur The Wahid  Institute). Kemudian KH A. Musthofa Bisri -atau Gus Mus- yang menjabat  sebagai Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Kemudian tak ketinggalan juga KH Salahuddin Wahid -Gus Sholah-, yang  merupakan pengasuh pondok pesantren Tebu Ireng, Jombang. Dan juga  beberapa tokoh Nahdatul Ulama lainnya, seperti Alissa Wahid, dan masih  banyak lagi.
Mereka mengaktivasi brand Nahdatul Ulama -secara tidak  langsung- dengan sangat moderen via media sosial. Bukan hanya untuk  dirinya sendiri, namun para petinggi atau tokoh-tokoh yang berpengaruh  tersebut juga memberikan ruh yang sesungguhnya bagi sebuah akun Media  Sosial. Yakni berupa sebuah interaksi dua arah.
Beberapa dari akun twitter yang mereka pergunakan bukan hanya untuk  menjalin silaturahmi dengan kerabat, atau sanak saudara. Namun  benar-benar dipergunakan sebagai sebuah media interaksi dua arah yang  berkesinambungan dengan masyarakat.
Tidak hanya saling bertukar sapa, bahkan beberapa tokoh menjawab  pertanyaan seputar kajian fiqh dan agama melalui twitter. Diantara yang  paling rajin menjawab pertanyaan dari masyarakat adalah @Gus_sholah. Hal  seperti ini, yang sebenarnya dapat memacu pertumbuhan brand, baik  secara kualitas maupun kuantitas jamaah (followers)
Jumlah follower di twitter mereka pun tidak main-main. Karena self branding yang memang sudah kuat sebelumnya, jumlah follower dari masing-masing account tersebut bisa mencapai puluhan, bahkan ratusan ribu akun!.
Misalnya akun twitter milik Gus Sholah. Pada akun @Gus_Sholah ini,  terdapat 11.905 follower. Kemudian Yenny Wahid (@Yennywahid) yang  memiliki 25.625 follower. Selain twitter, Yenny Wahid juga mendapatkan  6500 ‘likes’ di Facebook-Fanpage miliknya.
Secara tidak langsung, media sosial dijadikan salah satu media dakwah  yang sangat baik dan cepat. Dengan menggunakan media sosial sebagai  sebuah alat untuk berdakwah, para tokoh besar ini, juga ikut menaikkan brand perseption dari organisasi yang menjadi brand mereka, yakni Nahdatul Ulama.
Integrated Media Sosial for Dakwah
Penggunaan media sosial yang dilakukan oleh para tokoh NU ini, tidak  terbatas pada akun twitter saja. Tetapi juga terintegrasi ke beberapa  media sosial lainnya. Seperti misalnya fanpage di Facebook, kemudian juga website, dan tak ketinggalan Youtube!.
Untuk official account media sosial dari Nahdatul Ulama  sendiri, dapat diakses melalui empat macam jenis Media Sosial tersebut.  Jika diwebsite, dapat ditemui pada www.nu.or.id. Untuk twitter  @Nu_online, serta dapat disapa melalui Facebook pada “NU”. Integrated Media Sosial system dilakukan dengan semangat ‘istiqamah’, alias berkelanjutan dan berkesinambungan. Karena itu, tak henti-hentinya jumlah follower dan ‘likes’ pada Facebook terus bertambah. Berita-berita yang tersaji melalui website pun terus di update.
Selain official Media Sosial, banyak juga  organisasi-organisasi yang masih berada dalam lingkungan NU, membentuk  account-account fans. Misalnya seperti @GUSDURians (Komunitas GUSDURian)  dan @GusDurian_KDR (GusDurian’s Kediri). Keduanya adalah merupakan  komunitas pecinta Gus Dur.Komunitas ini sendiri dibentuk sebagai  semangat untuk meneruskan perjuangan-perjuangan Gus Dur. Dan meskipun  bukan merupaka akun resmi, jumlah follower nya juga tinggi, yakni mencapai 820 untuk GUSDURian dan 100 untuk Gusdurian Kediri.
Selain FB, twitter dan website, Nahdatul Ulama juga memposting sebuah  video, yang merupakan sejarah berdirinya organisasi Islam terbesar ini.  Video berdurasi 5:38 menit ini dikemas dengan modern, professional dan  menggunakan bahasa Arab. Video ini dibuat pada PCI NU di Sudan periode  2009-2010.
Editor Majalah Masjid Kemayoran Surabaya -Ar Royyan Magz| Follow @farizilquds)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar