PPC Iklan Blogger Indonesia

Selasa, 01 November 2011

Tinggalkan Konflik, Jalin Ukhuwah

Konflik adalah hal yang setiap hari kita hadapi, sebagai manusia kita tidak bisa terlepas dari konflik, demikian juga dalam berpolitik, dengan semangat ukhuwwah Islamiyyah mari kita coba untuk menganalisa sumber konflik politik tersebut, dampaknya, dan solusi Islam untuknya demi persatuan, kesatuan, serta kejayaan umat Islam.


Sumber Konflik
Konflik di kalangan elite politik dalam alam demokrasi seperti sekarang, paling tidak disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, Perebutan kekuasaan. Sesuai dengan definisi politik yang dikembangkan dalam wacana sistem pemerintahan demokrasi, yakni politik adalah upaya meraih dan mempertahankan kekuasaan, (lihat Miriam Budiharjo, Dasar-dasar Ilmu Politik) maka perebutan kekuasaan menjadi hal yang niscaya laksana perebutan gelar juara dalam pertandingan tinju.

Upaya merebut dan mempertahankan kekuasaan inilah yang kemudian melahirkan strategi dan taktik yang tidak sepi dari rekayasa, tipuan, bahkan fitnah dan tidak jarang menghasilkan konflik yang fatal dan dendam kesumat berkepanjangan.

Kedua, tidak saling percaya. Akibat salah mendefinisikan politik sebagai upaya merebut dan mempertahankan kekuasaan, maka tidak jarang terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Bahkan pameo bahwa “kekuasaan cenderung korup” dan “kekuasaan mutlak pasti korupnya” seakan telah menjadi aksioma yang tak boleh dibantah. Akibatnya, selalu ada kecurigaan dan rasa tidak saling percaya di antara para pelaku politik.

Logika yang dikembangkannya pun menjadi salah kaprah. Setiap kritik dan koreksi terhadap penguasa dilihat sebagai upaya menjegal penguasa. Sebaliknya, setiap penjelasan dari penguasa akan dilihat sebagai sekedar upaya mempertahankan kekuasaan. Sebagai contoh, Amien Rais yang selalu vulgar dalam kritiknya terhadap presiden Gus Dur dinilai kalangan pendukung presiden Gus Dur sebagai orang yang tak tahu diri, dulu –dengan poros tengahnya– ngotot mengangkat Gus Dur, kini malah hendak menjatuhkannya. Sebaliknya, isu pencopotan Rozy Munir dari jabatannya sebagai menteri BUMN dipandang sebagai upaya menaikkan pamor presiden menjelang Sidang Tahunan bulan depan.

Ketiga, ngotot dan merasa benar sendiri lantaran sikap demi kepentingan kelompok dan tiadanya tolok ukur yang baku dalam menilai permasalahan. Jika kedua faktor sumber konflik di atas dikelola dengan pedoman dan tolok ukur baku yang dipercayai semua fihak, mengurangi bahkan menghentikan konflik masih dimungkinkan. Namun jika kehidupan politik tanpa tolok ukur yang baku, maka konflik cenderung timbul terus bahkan sangat mungkin berkepanjangan. Demokrasi sendiri sebagai sebuah sistem politik tidak memiliki tolok ukur yang baku dalam menyelesaikan konflik. Keputusan selalu diambil dengan suara terbanyak (mayoritas) baik mutlak maupun relatif, sementara mayoritas suara itu sendiri justru bersifat relatif dan mudah berubah. Di masa orde lama, suara mayoritas adalah suara PNI + PKI. Di masa orde baru, suara mayoritas adalah suara ABRI + Golkar. Dan di masa kini suara mayoritas bisa jadi sangat mudah berubah-ubah karena tidak ada partai yang menang mutlak dalam pemilihan umum. Kalau pada sidang MPR tahun lalu gabungan poros tengah + Golkar bisa mengantarkan Gus Dur ke kursi kepresidenan, kini dirumorkan bahwa dalam sidang mendatang Amien Rais menjalin hubungan dengan Golkar dan PDI untuk menggusur Gus Dur dari kursi yang sama.

Dalam Islam tolok ukur untuk mengatasi perkara perselisihan antara satu pihak dengan pihak lain telah jelas, yakni Al Qur’an dan Sunnah yang jelas merupakan wahyu Allah SWT, satu-satunya sumber kebenaran. Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),” (QS. An Nisa 59).

Konflik Elit: Yang Rugi, Umat Islam
Konflik elite di pusat justru memicu disintegrasi di daerah. Ini ditambah lagi dengan seringnya pernyataan bahwa konflik di daerah didalangi oleh sejumlah elite dari pusat. Yang jelas, konflik di pusat memberikan ruang kepada daerah untuk melepaskan diri dengan berbagai alasan.
Yang menarik, disintegrasi daerah ini justru bermodus meminta intervensi asing dan internasionalisasi krisis di daerah. Setelah kasus Timor Timur, kini Maluku dan Papua sedang merangkak ke sana dengan adanya permintaan intervensi dari tokoh-tokoh Gereja kepada dunia internasional yang tentunya dikuasai oleh orang-orang Kristen.

Oleh karena itu, kita patut waspada bahwa konflik antar elite politik bukan tidak mungkin di sini adalah hasil konspirasi internasional untuk melepaskan sebagian wilayah negeri ini agar menjadi wilayah Kristen seperti yang terjadi pada kasus Timor Timur. Kalau itu terlambat kita sadari tentunya kaum muslimin di negeri ini suatu ketika akan gigit jari dengan lepasnya bumi dan segenap kekayaan tanah airnya dicaplok oleh konspirasi internasional kaum kafirin.

Konflik elite yang kita lihat ada nuansa rekayasanya ini tampak sebagai konflik sesama muslim. Dalam situasi kaum muslimin terbelit konflik sesama mereka itu justru sejumlah tokoh gereja meminta bantuan asing untuk intervensi di wilayah Maluku. Ini tentu membawa kecurigaan bahwa konflik antar elite politik muslim ini merupakan jebakan untuk memindahkan konflik antara muslim dengan musuh mereka yang kafir menjadi konflik sesama muslim. Sementara sesama kaum muslimin bersitegang, kaum kafir mengambil keuntungan. Sebab bila pasukan internasional muncul, justru mereka akan mengerat wilayah kaum muslimin untuk dibagi dengan orang-orang kafir dan dipisah dari kesatuan wilayah kaum muslimin seperti yang terjadi di Bosnia.
Oleh karena itu, hendaknya kaum muslimin sadar bahwa bangsa-bangsa kafir senantiasa akan berusaha memecah-belah kesatuan negeri kaum muslimin untuk menaklukkan kaum muslimin. Mereka tak mungkin menguasai kaum muslimin kecuali setelah berhasil memecah-belah kaum muslimin. Rasulullah saw. mengingatkan kita akan bahaya yang akan menimpa kaum muslimin dengan sabdanya:

Sungguh aku meminta kepada Rabb-ku bagi umatku agar umatku itu tidak binasa karena wabah kelaparan dan musuh selain dari kalangan mereka sendiri tidak dapat menguasai mereka hingga masyarakat mereka terjaga. Dan sungguh Rabb-ku berfirman : Wahai Muhammad, sesungguhnya bila Aku telah menetapkan suatu putusan maka putusan itu tidak dapat ditolak. Sungguh Aku telah memberimu bagi umatmu bahwa mereka tidak dibinasakan oleh wabah kelaparan dan musuh selain dari kalangan mereka sendiri tidak dapat menguasai mereka hingga masyarakat mereka terjaga sekalipun dikepung dari berbagai penjuru, hingga mereka saling menghancurkan satu sama lain dan saling menawan satu sama lain.” (HR. Muslim).

Hadits ini jelas menyatakan bahwa umat Islam tidak akan hancur luluh lantaran dikepung bangsa-bangsa di dunia yang bersekutu melawan umat Islam jika umat tidak berpecah-belah..

Kembali ke Khitthah: Ukhuwah Islamiyyah
Islam mengajarkan agar sesama muslim merasa bersaudara. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara ” (QS. Al Hujurat 10).
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa seluruh kaum muslimin adalah bersaudara dalam agamanya (ukhuwwah fiddiin).

Ayat di atas jelas menyebut hanya orang-orang mukmin yang bersaudara. Lafazh ?¥???†?‘???…???§ dalam ayat di atas yang merupakan alat pembatas (adatul hasr) secara tegas bahwa persaudaraan bagi seorang pemeluk dinul Islam hanya berlaku terhadap seorang muslim yang lain. Tidak ada persaudaraan dengan pemeluk agama atau keyakinan selain Islam.

Dengan demikian ikatan persaudaraan yang hanya boleh dimiliki oleh kaum muslimin adalah ikatan aqidah dan hukum-hukum Islam. Jadi tidak bisa dibenarkan adanya persaudaraan-persaudaraan yang dikembangkan atas tali yang lain seperti ikatan persaudaraan setanah air (ukhuwwah wathoniyyah) dan persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah basyariyyah). Sebab tidak ada dalilnya dalam Islam dan Rasulullah saw. bersabda:

Siapa yang mengerjakan suatu aktivitas yang tidak kami perintahkan atasnya maka amalnya itu tertolak“.

Ukhuwwah Islamiyyah bagi sesama muslim itu harus ada manifestasinya secara nyata, misalnya seorang muslim tidak menzhalimi muslim yang lain dan tidak menyerahkannya kepada musuh. Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda:

Muslim itu saudara seorang muslim, dia tidak menzhaliminya dan tidak menyerahkannya kepada musuh. Siapa saja yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya; dan siapa saja yang membebaskan seorang muslim dari kesulitan, Allah SWT akan membebaskannya dari suatu kesulitan di hari kiamat; dan siapa saja yang menutupi aib sesama muslim niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat” (lihat Fathul Kabir III/275).

Hadits tersebut jelas bahwa menyebut bentuk-bentuk praktis manifestasi ukhuwah Islamiyyah di antara sesama muslim secara individual. Bentuk-bentuk tersebut dapat kita jumpai dalam berbagai ayat maupun hadits yang berkenaan dengan perwujudan praktis ukhuwah Islamiyyah dalam kehidupan seorang muslim terhadap saudara sesama muslim yang ada di sekitarnya, di antaranya larangan mengghibahnya, memfitnah, menyelidiki dan membuka aib, menipu, berdusta, kikir, menghinanya, mencelanya, melanggar kehormatannya, membunuhnya, dan larangan membeli barang yang sedang ditawar saudaranya atau melamar wanita yang sedang dalam status dilamar saudaranya. Sebaliknya banyak ayat maupun hadits yang justru mendorong seorang muslim bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim, bersahabat, berkasih sayang, saling mengucapkan salam dan berjabatan tangan, saling memberikan hadiah, bahkan mewasiatkan harta tatkala hendak meninggal, mendoakan sesama muslim, mengunjungi, bersama dalam suka dan duka, menjenguk yang sakit, dan mengurus jenazah yang meninggal dunia.
Secara komunal, ukhuwwah Islamiyyah di antara kaum muslimin itu diwujudkan dalam tiga bentuk. Pertama, kesatuan umat dan daulah. Kedua, mempertahankan negeri Islam dan pemerintahan khilafah. Ketiga, amar makruf nahi mungkar atas kaum muslimin dan penguasa.

Khatimah
Kini jelaslah bahwa jalan utama menyelesaikan konflik elite dan segala turunannya yang jelas merugikan kaum muslimin adalah dengan kembali ke khitthah umat Islam semesta, yakni menegakkan ukhuwwah Islamiyyah baik secara individual maupun komunal.
Berkaitan dengan hal itu kaum muslimin harus sadar rencana jahat kaum kafirin yang hendak memindahkan medan konflik muslim kafir menjadi konflik sesama muslim demi politik devide et impera mereka.
Selanjutnya kaum muslimin harus merapatkan barisan dalam ikatan sejati dengan saling tolong dan saling isi sesama muslim dalam menggapai kejayaan sebagaimana telah diukir generasi sebelum mereka selama lebih dari sepuluh abad. Bukankah Nabi Muhammad bersabda:

Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti bangunan yang saling memperkuat” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

morzing.com dunia humor dan amazing!