PPC Iklan Blogger Indonesia

Kamis, 30 Desember 2010

Kelalaian Sahabat

Ketika saya dan teman sebaya yang lainnya harus menunggu ibu untuk memotong rambut saya yang telah panjang dan berantakan, maka dia sudah mengenal salon sejak SD. Ketika kami diantara teman sebaya menggunakan baskom kaleng bekas untuk dijadikan kendaraan yang ditarik dengan menggunakan seutas tali dan mengitari kebun dengan bergantian, maka dia sudah menggunakan sepeda mini untuk bermain sepeda sungguhan. Ketika mobil hanya dimiliki oleh dua orang di kampung saya, maka keluarga mereka telah memiliki mobil dan rutin berlibur mengunjungi tempat � tempat wisata di Jakarta sana. Dia memiliki fasilitas lebih daripada kami kebanyakan. Kami pun kecipratan bisa menikmati sebagian fasilitas itu. Menonton Video, mendengarkan lagu anak � anak, atau kami bergantian belajar mengendarai sepeda berkeliling kampung. Saya dan Dia, melewatkan sebagian masa kecil selalu bersama � sama. Selain bertetangga, kami juga satu kelas ketika SD dan SLA. Dia sering bercerita akan kuliah ke Jakarta. Begitu jauhnya cita � cita yang dia inginkan.

Pada suatu ketika kami kelas 2 SLA, bapaknya menghadap Allah SWT. Dari titik itulah kemudian semua seolah amat sangat cepat berubah. Laju perputaran kehidupan terasa jadi sedemikian terasa dahsyat. Keterpurukan ekonomi keluarganya tidak bisa dihindari. Uang pesangon yang lumayan besar dari pekerjaan bapaknya di bank pemerintah tidak bisa dikembangkan dengan baik oleh ibunya. Dan entah sejak kapan, berita miring dari keluarga mereka mulai terdengar begitu jelas dan marak. Tentang Ibunya yang sering dikunjungi oleh beberapa orang lelaki yang bukan muhrimnya dan sekolah adik � adiknya yang tidak bisa diteruskan lebih tinggi lagi. Dan, entah sejak kapan pula saya seolah merasa tidak bisa seakrab dulu dengan dia. Tanpa saya sadari kami sudah jarang mengobrol, jarang bertukar pikiran. Mungkin karena ketidakpedulian saya, maka saya tidak merasa terlalu kehilangan.

Ketika kami sudah mempunyai kehidupan rumah tangga masing � masing, dalam hitungan tahun kedua dia telah bercerai dengan suaminya. Ternyata suaminya selama ini tidak mempunyai pekerjaan, dialah yang bekerja di Jakarta sebagai tenaga administrasi di sebuah pabrik, kemudian rutin setiap satu minggu sekali pulang ke kampungnya untuk mengunjungi suaminya. Alasan itulah sehingga membuatnya merasa lelah teramat sangat dalam menjalani kehidupan rumah tangga yang seperti itu. Dia mengambil keputusan untuk mengemban status janda. Bercerai dalam usia yang masih sangat muda.

Tidak berapa lama kemudian, terdengar kabar bahwa dia bekerja di Malaysia selama 2 tahun. Ah, mungkin itu pilihan yang tepat baginya untuk saat ini. 2 tahun berselang, ketika dia kembali ke kampung, saya menyempatkan diri untuk bertemu. Walaupun ada keinginan saya untuk mencoba mendekatkan diri kembali dengan kehidupan ketika masa sekolah dulu, namun rasanya suasana yang kami temui tidak secair dulu sebagaimana yang saya harapkan. Untuk selanjutnya, pertemuan kami adalah merupakan pertemuan yang �kebetulan saja� ketika berpapasan di jalan. Sungguh sangat alakadarnya, obrolan saya belum menyentuh menjadi suatu pendekatan layaknya seorang sahabat.

Ketika melewati muka rumahnya untuk berkunjung ke rumah mertua, dari luar saya merasa bahwa dia memperhatikan saya yang tengah menuntun anak � anak dari balik tirai kaca jendela rumahnya. Mungkin, ada sejumlah keinginan yang belum tuntas dia jalani. Tentang kesendirian yang dilalui tanpa suami dan anak. Terkadang saya mempunyai keinginan kuat untuk datang khusus menemuinya, paling tidak menjadi teman untuk bercerita. Ya, suatu saat saya harus mempunyai waktu untuk itu. Saya masih berniat untuk bisa menjadi �temannya� kembali

Hari ini saya melintas didepan rumahnya untuk kesekian kalinya. Sejumlah janji yang tertanam dihati belum sempat saya tunaikan. Saya masih dalam kondisi yang selalu terburu � buru.

�Oh, Yati mau berangkat ke Taiwan, mau kerja� seorang tetangga menjelaskan ketika saya menanyakannya.

�Sekarang ada dimana,Pak ? Sudah berangkat ke Taiwan belum ?� saya mengejar dengan pertanyaan berikutnya.

�Oh, saya kurang tahu, tapi katanya dia di Jakarta dulu ikut latihan 6 bulan, nanti baru berangkat. Ya, disini juga gimana ya, kasihan di rumah terus tidak ada kegiatan.�

Ini bukan berita yang saya harapkan. Selalu saja saya mempunyai alasan untuk belum sempat menemuinya. Saya tidak cukup waktu untuknya, bahkan untuk hanya sekadar mendengar rencana kepergiannya ke negeri orang. Atau sesungguhnya saya takut untuk terlibat dalam segala keluh kesahnya. Sehingga sadar ataupun tidak, saya sudah mengkonversikan kemalasan saya menjadi suatu alasan tentang sebuah kesibukan.

Baginya, jelas ini bukan kepergian yang mudah, karena bekerja diluar sebagai TKW pasti bukanlah cita � cita yang dia dambakan. Tapi nasib berbicara lain, dia harus menghidupkan kembali semangatnya. Mungkin dengan kepergiannya dia akan merasa lebih berarti dan berguna. ketidakpedulian saya akan kondisinya adalah hal yang sangat saya sesali. Padahal, bisa saja ditengah segala rutinitas, saya menyempatkan diri untuk mengajak dan mengenalkannya kepada komunitas pengajian. Jika adalah betul waktu yang menjadi kendala, toh seharusnya saya mencari cara lain, mungkin bisa dengan menitipkannya kepada teman yang lain u

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

morzing.com dunia humor dan amazing!