Kisah ini tentang masa muda Syaikh Sulaim As-Suyuthi yang terjadi di  kota Damaskus, Syria, dimana Daulah Umawiyah menjadi ibu kota pada zaman  itu.    Di kota itu terdapatlah sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid  Jami’ At-Taubah. Masjid At-Taubah ini dibangun oleh seorang sultan pada abad ke-7, konon  sebelumnya adalah tempat hiburan, tempat kemaksiatan.   Syaikh tinggal di salah satu ruangan masjid itu hampir tujuh puluh  tahun. Syaikh sangat termasyur dan dipercaya karena Kezuhudannya.   Seringkali ia lewati hari-hari tanpa ada makanan sedikitpun ataupun  sekeping uang untuk membeli makanan. Dalam kelaparan iseringkali ia  merasa kematiannya sudah dekat, tetapi ia menganggapnya sebagai ujian.   Suatu ketika ia menemui keadaan yang sedemikian gawat karena sudah  berhari-hari ia tidak makan, demi mempertahankan hidup ia harus makan  apa saja. Keadaan yang sangat darurat yang dalam ilmu fiqih sudah sampai  batas diperbolehkan makan bangkai atau mencuri. Saat itu Sulaim memilih  mencuri segenggam makanan.   Menjelang Ashar ia keluar dari masjid, jika diluar masjid ada yang  memberinya makan alhamdulillah. Jika tidak ia terpaksa harus mencuri.   Masjid At-Taubah berada disekitar perkampungan yang rumahnya saling  berdampingan satu dengan yang lainnya. Terpikir oleh Syaikh untuk  melintas diatas rumah-rumah penduduk itu, kalau-kalau ada makanan yang  dijemur di atas rumah. Ia melihat sebuah rumah yang sedang kosong dan  segera melangkah ke atap rumah itu, ia mencium bau masakan yang membuat  air liurnya keluar.  Dengan dua kali lompatan ia sudah berada di atap  rumah tsb dan segera menuju dapur, dilihatnya beberapa terong yang baru  saja direbus.    Karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi, ia langsung memakan  terong itu tanpa peduli lagi panasnya makanan tadi. Namun ketika hendak  menelannya, nuraninya mengusiknya. Ia berkata ‘Astaghfirullah,  A’udzubillahi minasy syaithanir rajim… Aku mencuri? Aku mencuri? Mana  imankua? Mana imanku? Aku berlindung kepada Allah. Bagaimana mungkin ini  bisa terjadi? Aku seorang mu’azin di masjid, seorang penuntut ilmu,  murid seorang ulama besar, tapi berani masuk ke Rumah orang lain dan  mencuri? Astaghfirullah… Ini tidak boleh terjadi.   Ia langsung mengeluarkan semua terong yang sudah ia mamah dimulutnya,  mengembalikan terong yang telah ia gigit. Airmatanya terbit, menyesali  perbuatannya dan merasa telah melakukan dosa besar. Ia kembali ke masjid  dan sepanjang jalan terus beristighfar.   Usai shalat Ashar ia duduk mengikuti dan mendengarkan pengajian sang  Guru di masjid sambil terus memikirkan perbuatannya siang tadi. Usai  pengajian dan semua orang telah pergi, tiba-tiba datang seorang wanita  dengan memakai cadar muka menghampiri gurunya dan berkata kepada Gurunya  dengan ucapan yang sama sekali tidak dapat ia dengar. Setelah itu  Gurunya memanggilnya karena tidak ada orang lain lagi disekelilingnya  dan bertanya, ‘Apakah kamu telah menikah?’ ‘Belum jawabnya’.   Guru betanya lagi, ‘Apakah kamu ingin menikah?’ Ia terdiam, perutnya  semakin melilit. Ia tidak memikirkan menikah, tetapi memikirkan nasib  perutnya yang sudah sekian hari tidak kemasukan makanan.   Kemudian guru mengulangi lagi pertanyaannya, dan Syaikh menjawab, ‘Guru,  Demi Allah, untuk membeli sekeping roti pun saya tidak mampu, bagaimana  mungkin saya menikah?’.   Gurunya itu tersenyum lalu berkata, ‘Wanita ini bercerita bahwa suaminya  baru saja meninggal. Massa Iddahnya telah habis. Ia ingin mendapatkan  suami lagi yang menikahinya sesuai Sunnah Rasulullah SAW, agar tidak  sendirian lagi, sehingga menutup kesempatan mereka yang ingin berbuat  jahat. Apakah kamu mau menikahinya?’   Syaikh menjawab, ‘Insya Allah saya mau. Dan si wanita tadi pun menerima  Syaikh sebagai suaminya.   Guru langsung menghadirkan dua orang saksi untuk melaksanakan akad nikah  dan memberikan mahar untuk muridnya. Setelah itu sang wanita membawanya  kerumahnya.   Sesampainya di rumah sang wanita membuka cadarnya, Syaikh kaget karena  isterinya itu sungguh sangat cantik. Wajah istrinya putih bersinar. Ia  semakin kaget saat ini dia berada di rumah yang siang tadi ia masuki.   ‘Apakah Kanda sudah makan siang?’ Tanya sang wanita. Syaikh menjawab  ‘belum’.   Kemudian sang wanita mengajak Syaikh ke dapur untuk makan, namun saat  membuka tutup panci betapa kagetnya sang wanita seraya berkata,  ‘Mengherankan! Siapa yang berani masuk rumah ini dan menggigit terong  ini! Mungkin orang yang lancing ini tahu kalau aku janda sehingga berani  nya ia masuk rumah ini!’    Mendengar hal itu, Syaikh menangis dan ia mulai menceritakan yang  sesungguhnya terjadi. Ia minta maaf. Wanita itu pun menangis mendengar  cerita suaminya. Dengan terisak ia berkata, ‘Kau lulus ujian, Suamiku.  Kamu menjaga dirimu dari perbuatan haram. Sebagai gantinya Allah  memberikan terong ini semua bahwakan pemiliknya dan seisi rumahnya  secara halal''.  Sejak itu ia tinggal bersama isterinya yang cantik, salehah, cerdas.  Dan dengan hartanya ia menuntut ilmu menjadi seorang Ulama Besar. 


Tidak ada komentar:
Posting Komentar