Gali lubang tutup lubang,demikianlah salah satu bait lagu yang dinyanyikan oleh Raja Dangdut,H.Rhoma Irama sekitar tahun 1980-an itu kelihatnnya masih relevan sampai sekarang .Bahkan meskipun syair tersebut merupakan peringatan bagi pemerintah Indonesia,namun hal semacam itu tetap berlanjut sampai sekarang sehingga wilayah Indonesia tampaknya sudah tergadaikan kepada pihak asing.Menurut sumber yang bisa di percaya,tidak kurang dari 93 persen lahan -lahan di seluruh Indonesia ini sudah di sewa kelola oleh para investor asing .Lebih tragis lagi pemerintah Indonesia memberi hak sewa lahan-lahan tersebut lebih lama kepada pihak-pihak asing ketika kedaulatan dipegang oleh bangsa sendiri,padahal ketika Indonesia masih dijajah saja hak-hak sewa kelola lahan-lahan tersebut tidak selama itu.
Ads
Pada masa Indonesia masih berada di bawah penjajahan East Indian Company(EIC)pimpinan Thomas Stamford Raffless tahun 1811,lahan-lahan itu hanya boleh di sewa kelolakan selama 45 tahun kepada para pengusaha swasta asing,dan di zaman pemerintah kolonial Belanda lahan-lahan hanya boleh disewa kelolakan oleh para pengusaha hanya selama 75 tahun.Akan tetapi ketika bangsa Indonesia sudah memegang kedaulatannya sendiri,justeru hak sewa kelolakan berbagai lahan -lahan tersebut diperlama hampir satu abad lamanya,yakni 95 tahun. Hal ini makin diperparah dengan berbagai kontrak kerja pemerintah Indonesia dengan berbagai investor asing,seperti dengan Freeport laksana sebuah negara dalam negara.Pemerintah Indonesia hanya memiliki saham sekiatar 7 persen saja ,meskipun perusahan asal negeri Paman Sam tersebut tiap tahunnya mengeruk keuntungan yang tidak diketahui oleh siapapun,termasuk bangsa Indonesia sebagai pemilik lahan-lahan yang terhampar di jajaran pegunungan Papua itu.
Kemudian perusahaan Freeport tersebut sepertinya tidak memperdulikan kondisional masyarakat Papua yang jauh sebelumnya sudah bermukim di daerah itu,karenanya mereka tetap hidup dalam keterbelakangan dalam berbagai aspek sosialnya dan kemiskinan nyaris identik dengan kehidupan mereka.Selain itu pula perusahan tambang di Tembaga pura yang terbesar dunia itu kurang mempedulikan kelestarian alam sekitarnya,yang membuang ampas marcory dan zat-zat pengurai mineral lainnya ke lembah dibawahnya yang tidak mustahil pula telah mencemarkan sumber air di sekitarnya. Hal serupa dialami juga oleh berbagai lapisan masyarakat di Kalimantan,yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan alam sekitar.Berbagai zat-zat kimia semacam marcory(air raksa)telah menimbulkan berbagai isu-isu lingkungan ,sebagaimana juga yang ditimbulkan oleh penambangan batubara yang sudah menjamur di pula itu.
Tida jauh berbeda dengan kondisional masyarakat di sekitar Newmond ,yang juga sahamnya mayoritas dipegang oleh investor asing tersebut.Sementara lahan-lahan yang lain juga seperti kelapa sawit kebanyakannya sudah dikuasai oleh para pengusaha asing dari manca negara,terutama dari Malaysia,Singapore,AS,Belgia dan sebaginya.Lahan-lahan kelapa sawit sudah berada di bawah kekuasaan mereka itu ratusan ribu hektar luasnya,terutama di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Jika sebelumnya masih tersisa beberapa buah BUMN,tetapi belakangan sudah dilego kepada pihak-pihak asing juga termasuk perusahan milik negara yang strategis tersebut,yang dikuasai oleh Sintel,dan jika tidak keliru gas dari tambang Tangguh lepas pantai Papua pun dilego dengan harga sangat murah kepada China pada masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri yang oleh SBY sekarangpun diabaikannya.Lalu kalau begitu apa yang bisa di wariskan oleh pemerintah Indonesia sekarang kepada generasi kedepan ? .Sekarangpun para politisi kurang memikirkan hal tersebut,selain membuat undang-undang yang hanya bisa mengamankan mereka sendiri bersamaan terus menerus membiarkan budaya korupsi . Apakah ini bukan sepertinya menggali lubang untuk kita sendiri ?


Tidak ada komentar:
Posting Komentar