PPC Iklan Blogger Indonesia

Rabu, 27 Juli 2011

Penyuluhan Gizi

Banyaknya kejadian balita yang menderita gizi buruk akhir-akhir ini adalah salah satu cerminan lemahnya infrastruktur kesehatan, pangan dan gizi; serta terjadinya kesenjangan, ketidakadilan, kemiskinan, kebijakan ekonomi dan politik sehingga dengan banyaknya kasus gizi buruk dapat menurunkan citra bangsa Indonesia dimata dunia, dimana kasus gizi buruk yang muncul merupakan fenomena gunung es yang memerlukan penanganan serius. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan anak, dapat menyebabkan stunting (postur tubuh kecil pendek). Jika gizi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak pada usia 0-3 tahun, kondisi ini akan irreversible yaitu sulit untuk dapat pulih kembali. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan menurunnya prestasi akademik. Riskesdas (2007) Prevalensi balita sangat kurus secara nasional masih cukup tinggi yaitu 6,2%. Besarnya masalah kurus pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (public health problem) adalah jika prevalensi kurus > 5%. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10,1% - 15,0%, dan dianggap kritis bila prevalensi kurus sudah di atas 15,0% (UNHCR). Secara nasional prevalensi kurus pada balita adalah 13,6%. Hal ini berarti bahwa masalah kurus di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Bahkan, dari 33 provinsi, 18 provinsi di antaranya masuk dalam kategori kategori kritis (prevalensi kurus >15%), 12 provinsi pada kategori serius (prevalensi kurus antara 10-15%). Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas SDM, seperti diuraikan Jalal dan Atmojo (1998) untuk menciptakan SDM berkualitas banyak faktor yang harus diperhatikan, antara lain faktor gizi, kesehatan, pendidikan, informasi teknologi dan jasa pelayanan lainnya.
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat ini. Dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu, hambatan yang sering terjadi adalah lemahnya KIE yang merupakan salah satu tumpuan dalam program gizi di posyandu (Kodyat, Razak, dan Minarto 1998 dalam Haikal 1999). Penyuluhan gizi di Posyandu belum dapat dilaksanakan kader dengan baik, karena kualitas kader masih rendah, tingkat pendidikan relative rendah. Tingkat

keberhasilan Posyandu dalam perbaikan gizi balita sangat tergantung dari kualitas dan kuantitas pengelolaan Posyandu, serta partisipasi masyarakat (Haikal, 1999) Dari Uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan gizi perlu diberikan kepada semua lapisan masyarakat terutama ibu yang memiliki anak balita agar bisa membesarkan anak-anaknya sehingga menjadi anak yang sehat dan cerdas, serta kader posyandu mereka adalah ujung tombak dalam keberlangsungan program-program yang di laksanakan. Dengan demikian perlu dilakukkan pendidikan gizi bagi ibu balita dan kader posyandu untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan serta status gizi balita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

morzing.com dunia humor dan amazing!