Pada  10 Oktober 1905, lahirlah Serikat Dagang Islam, suatu gerakan organisasi  yang bersifat nasional pertama di Solo, yang didirikan oleh HOS  Cokroaminoto. Organisasi ini beranggotakan para pedagang pribumi dan  Islam  dari seluruh tanah Hindia Belanda, Aceh sampai Maluku. Dari  catatan sejarah yang ada, hanya dalam waktu 14 tahun yaitu pada 1919,  SDI yang berubah menjadi SI (1912) telah memiliki   2 juta orang anggota  di seluruh tanah Hindia Belanda. Luar biasa, dalam masa tidak ada  transportasi udara dan komunikasi telepon seperti sekarang ini. Gerakan  ini lahir karena terbangun dari kesadaran bersama akan keterbelakangan  dibidang ekonomi di  kalangan islam dan pribumi yang jauh tertinggal  dari golongan Cina, Timur Asign apalagi Eropa. Jadi kesadaran yang  terbangun adalah kesadaran untuk maju dan berdiri sejajar dengan bangsa  lain.
Tiga  tahun berikutnya, pada 20 Mei 1908, hari Ahad jam 10 pagi di sekolah  STOVIA, dibentuklah organisasi Budi Utomo, oleh para anak muda mahasiswa  STOVIA, Soetomo Cs. Juga dengan semangat dan kesadaran untuk maju dan  sejajar dengan bangsa lain, khususnya dari kalangan etnis Jawa dan  Madura. Mereka sadar karena penduduk Jawa dan Madura terbelakang di  banding bangsa lain di Hindia Belanda pada masa itu. Sebelumnya, bangsa  lain di tanah Hindia telah memiliki organisasi antara lain organisasi  Tiong Hoa yaitu Hwee Koan, dan Indische Bond bagi orang Indo  Belanda. Soetomo dkk pun tidak ingin ketinggalan untuk membentuk gerakan  bagi bangsa Jawa dan Madura. Gerakan inilah yang menginspirasi  selanjutnya lahirnya, Jong Java, (1915), Jong Sumatranen Bond (1917),  Jong Islamieten Bond (1924), Jong Batak, Jong Cilebes Bond, Jong  Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, Jong Minahasa, Jong  Ambon dan lain-lain, yang kemudian bersatu mengikrarkan Sumpah Pemuda  pada 28 Oktober 1928.
Pada  18 November 1912, lahirlah pula Gerakan Perserikatan Muhammadiyah yang  didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Yogya dan selanjutnya Nahdatul  Ulama, 31 Januari 1926.
Kelahiran  SDI – SI serta Budi Utomo, semula merupakan gerakan sosial, budaya dan  ekonomi, karena pada saat itu tidak memungkinkan untuk mendirikan  gerakan politik karena pasti akan mengancam keberadaan penjajahan  Belanda dan akan dilarang oleh penjajah. Akan tetapi karena tuntutan  keadaan dan kebangkitan nasional gerakan-gerakan itu bermetamorfosa  sebagai gerakan politik dan menjadi partai politik hingga menjadikan  Indonesia merdeka. Pada 25 Desember 1912, lahirlah partai politik  pertama di Indonesia yaitu Indische Partij, yang didirkan oleh  tiga serangkai DR Dowes Dekker seorang pemuda Indo-Belanda, Cipto  Mangunkusumo serta Ki Hajar Dewantara. Organisasi inilah yang pertama  sekali meminta Indonesia merdeka. Karena itulah Indische Partij pada  tahun 1913, dilarang oleh pemerintah Belanda.
Makna Kekinian Kebangkitan Nasional
Sekarang  ini banyak dari kita yang merayakan hari kebangkitan nasional dengan  fosmalitas, simbol-simbol, serimonial, dengan kata-kata bahkan untaian  puisi. Sekarang, kita tidak butuh hanya untaian kata dan puisi pemberi  semangati. Kita tahu betapa kebangkitan itu tertanam dalam jiwa dan  kesadaran kita.
Kita  tidak bisa lagi bangkit hanya sekedar dengan kata-kata, untaian puisi  maupun juga heroik cerita. Kita harus bangkit melakukan gerakan,  langkah-langkah nyata untuk kejayaan Indonesia. Bagi saya Indonesia  sebagai sebuah bangsa telah lahir dan eksis. Karena itu nasionalisme  tidak lagi kita tekankan pada memompakan kebangsaan Indonesia yang satu.  NKRI dan lain-lain simbol lama. Itu adalah gerakan 100 tahun yang lalu,   gerakan pada waktu sumpah pemuda, gerakan kemerdekaan dan gerakan awal  membangun Indonesia merdeka yang baru mengenal bangsa. Sekarang sudah  berbeda, sudah lain.
Lalu gerakan apa yang harus kita lakukan?
Gerakan  lahir dari kesadaran dan kondisi sosial kehidupan yang melingkupi kita.  Gerakan lahir dari kesadaran untuk berubah, berubah kepada yang lebih  baik. Gerakan lahir tidak karena disuruh, diberikan,  disuapin dan tidak  karena hadiah. Tapi gerakan lahir karena kesadaran sendiri, mengambil,  mencuri dan bahkan merampas. Yang penting untuk tujuan kebaikan,  kebesaran dan kejayaan kita sebagai sebuah bangsa. Kalau tidak dengan  cara itu, Indonesia tidak pernah akan merdeka, karena tidak pernah  penjajah akan memberikan kemerdekaan itu.
Gerakan  kebangsaan dalam kondisi kekinian, bukanlah lagi melihat ke dalam  struktur masyarakat Indonesia karena masyarakat yang berstruktur seperti  pada masa penjajahan Belanda sudah tidak ada. Pada masa Belanda mereka  membuat gerakan karena masyarakat bumi putera  terpinggirkan, dibanding  Indo-Belanda, golongan Tionghoa serta bangsa-bangsa lain di Hindia  Belanda.
SEKARANG,  kita harus melihat Indonesia dalam kancah pergaulan dengan  negara-negara lain. Kalau saja, bangsa lain tidak lebih maju dari kita,  maka kita memiliki  kekuatan dan kebanggan sebagai sebuah bangsa besar,  bangsa Indonesia. Akan tetapi kita masih jauh dari itu, kita hanya bisa  bangga sebagai bangsa dengan penduduk terbesar ke empat di dunia. Di  dunia olahraga,   bulu tangkis yang sejak lama telah merupakan  kebanggaan kita, tetapi sekarang tidak lagi, apalagi dunia seni, film,  budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebersihan dan kedisiplinan di  jalan. Semua tidak ada lagi yang kita banggakan. Industri pesawat  terbang sebagai lonjatan teknologi tinggi yang menjadi kebanggaan,  dipreteli dan bonsai menjadi kecil. Tidak ada lagi yang bisa kita  banggakan sebagai sebuh bangsa.
Sekarang  kalau kita ke luar negeri, atau di Asean saja,  kita akan dilihat  sebagai bangsa pekerja harian, bangsa pekerja kasar, buruh perkebunan,  buruh bangunan dan pekerja rumah tangga. Di Timur Tengah, bangsa kita  dipandang sebelah mata, karena terbanyak di sana sebagai khadam, istilah  krennya pekerja rumah tangga, istilah agak kasar “pembantu rumah  tangga”, istilah lebih kasar adalah ”babu” dan lebih kasar lagi adalah  “budak”, dan inilah makna asal dari khadam itu. Sungguh tragis. Padahal  negara kita adalah negara yang lebih dulu merdeka dari banyak  negara-negara lainnya yang kini lebih maju.
Jadi,  kesadaran yang harus dibangun adalah kesadaran akan kesedarajatan, serta  kesadaran untuk menjadi lebih baik dari bangsa-bangsa lain. Kesadaran  menjadi bangsa besar dan kesadaran untuk maju dan lebih unggul dari  bangsa lain. Itulah yang harus menjadi kesadaran bersama kita anak  bangsa ini.
Gerakan  yang harus kita lakukan adalah gerakan untuk memajukan kecerdasan  bangsa, gerakan untuk hidup disiplin dan terartur, gerakan menghargai  waktu serta gerakan internationalize standard. Kita harus  melihat standar kwalitas apaupun dalam kerangka standar internasional.  Hanya dengan cara itulah kita bisa mengukur diri, apa kita masih  berjalan di belakang, sudah di tengah atau di depan.
Untuk  membangun gerakan itu kita tidak perlu menjadi bangsa peminta-minta.  Bangsa yang selalu mengeluh kepada bangsa lain yang kini lebih kaya,  karena hal itu akan tetap merendahkan martabat bangsa. Kita harus  berdiri di atas kaki sendiri. Kita harus bangun kesederajatan dalam  hubungan dengan negara lain. Kita harus mengolah sumber daya alam dan  sumber daya ekonomi kita untuk kebesaran bangsa kita. Kita tidak akan  pernah menjual kekayaan alam untuk keuntungan bagi bangsa lain.
Kini, kita  sangat prihatin, hanya untuk general check up  kesehatan, pejabat dan orang-orang kaya Indonesia harus ke Singapura  atau Malaysia. Untuk sekolah menengah atas apalagi perguruan tinggi  harus ke luar negeri. Sekarang mahasiswa internasional yang sekolah di  negeri kita, paling dari Timor-Timor. Sedangkan sebeleumnya  banyak  sekali mahasiswa Malaysia yang belajar di universitas-universitas kita.  Kita mundur, mundur jauh ke belakang dari tetangga kita Malaysia dan  Thailand, apalagi Korea selatan.
Kita  prihatin manager-manager kunci di perushaan-perusahaan yang beropresi di  Indonesia adalah manager dari bangsa lain, bahkan kita kalah jauh dari  bangsa India. Pada organisasi-organisasi Internasional, kita kalau jauh  dengan orang-orang bangsa Vietnam dan bangsa Pakistan. Hanya sedikit  sekali dari bangsa kita yang bekerja pada organisasi-organisasi  Internasional itu, padahal bangsa kita adalah negara dengan penduduk  terbesar ke empat di dunia. Sungguh tragis.
Lalu  apa yang harus kita lakukan! Kata kunci dari internasional standar itu  adalah DAYA SAING. Kekuatan kompetisi. Inilah yang paling lemah dalam  bangsa ini. NASIONALISME harus dibangun dengan kesadaran bahwa kita  adalah bangsa yang memiliki daya saing tinggi dalam segala aspek  kehidupan. Karena itu sekali lagi gerakan yang kita bangun adalah  gerakan penrcerdasan bangsa, kedisiplinan, keteraturan serta membangun  kekuatan daya saing sebagai sebuah bangsa yang berada di tengah  pergaulan dunia.
Gerakan  Budi Utamo, Indische Partaj,  PNI serta gerakan-gerakan pemuda yang  melahirkan sumpah pemuda, diawali oleh diskusi-diskusi kecil di kalangan  mahasiswa dan kaum terpelajar.  Dalam kondisi kritis yang kita alami  sekarang ini,  peran pemuda, mahasiswa dan intelektual harus kembali  tampil ke depan memulai gerakan itu. Kita tidak bisa menjadi besar,  hanya dengan demo dan protes, walaupun demo dan protes itu sangat  penting untuk mengasah kepekaan sosial. Lawan kita bukanlah siapa yang  berkuasa sekarang ini, tetapi lawan kita adalah cengkaraman bangsa lain  atas seluruh aspek kehidupan kita. Lawan kita adalah keterpurukan kita  dalam kancah pergaulan dengan bangsa-bangsa lain. Lawan kita adalah  kelemahan daya saing itu.
Negara  yang melindungi segenap bangsa Indonesia yang terutama diperankan oleh  pemerintah harus menjadikan persoalan ini menjadi gerakan dan program  yang utama dan pertama. Kalau mereka tidak melakukan itu mari para  pemuda dan mahasiswa ambil alih  penentu kebijakan, menggantikan posisi  mereka. Bergeraklah para pemuda, mahasiswa untuk kejayaan bangsa kita di  masa depan yang menjadi milik kalian.
Wallahu a’lam. Semoga bahagia di Indonesia yang kita cintai ini, dan Allah selalu meridlai.
(Ini adalah Orasi Kebangkinan Nasional yang saya sampaikan di Universitas Islam Negeri Hidayatullah Jakarta, Mei 2008)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar