Kerajaan Cirebon

Cirebon adalah sebuah kota pelabuhan dalam wilayah Kerajaan Pajajaran. Kali Pemali di sebelah timur Cirebon merupakan batas antara Pajajaran dan Majapahit. Pada zaman Majapahit, Adipati Demak yang telah beragama Islam hendak menyebarkan agama Islam dan memperluas perniagaan di bagian barat Pantai Utara Jawa. Kota Cirebon, yang berada di wilayah Pajajaran menjadi sasarannya. Adipati Demak memanfaatkan para pedagang Cina di Demak yang telah beragama Islam. Serombongan pedagang Cina pergi ke Cirebon dan mendirikan permukiman orang-orang Islam di sana. Perkampungan Islam itu semakin besar. Para penghuninya umumnya melakukan kegiatan perdagangan. Para pedagang Cina banyak yang beristrikan orang Jawa atau Sunda, maka di Cirebon banyak penduduk keturunan Cina. Cirebon dihuni oleh sebagian besar orang-orang berdarah campuran. Menurut cerita kuno, nama Cirebon berasal dari kata Caruban, yang berarti campuran.

Yang meletakkan dasar kekuasaan Islam di Cirebon adalah Fatahillah, dimulai dengan mengangkat putranya menjadi Kepala Kota Cirebon. Setelah Fatahillah meninggal dunia pada tahun 1570, kekuasaan diberikan kepada cicitnya, Pangeran Ratu atau Penembahan Ratu. Hubungan dengan Banten agak renggang. Banten tidak mengakui Kerajaan Mataram, Cirebon malah mengakuinya. Pada tahun 1590, Panembahan Senopati, raja Mataram membantu Pangeran Ratu memperkuat benteng yang mengelilingi kota Cirebon. Waktu Banten memerangi Pajajaran, tidak ada pasukan Cirebon yang membantu Banten.

Pangeran Ratu meninggal dunia pada tahun 1650, kemudian digantikan oleh Pangeran Girilaya. Pada tahun 1705, Cirebon yang mengakui kekuasaan Mataram diserahkan kepada Kompeni Belanda (VOC) oleh Susuhunan Mataram. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan kerajaan Cirebon. Keraton-keraton Cirebon keturunan Sunan Gunung Jati tetap dipertahankan dan dilestarikan, baik oleh pemerintah penjajah Belanda maupun oleh pemerintah Republik Indonesia.