Bukan Hanya Bulan Ramadhan, Tapi Selamanya Pembatasa Film Berbau Pornografi
Mejelis Ulama Indonesia untuk Kota Cilegon, Provensi Banten, meminta bioskop untuk membatasi tayangan film yang berbau pornografi dan mengundang syahwat. Baik Barat mau pun Indonesia yang berbau pornografi tidak ditayangkan karena akan merusak generasi bangsa, demikian dihimbau oleh MUI Kota Cilegon KH Udi Hudori di Cilegon Rabu 27 Juli 2011. Pembatasan film yang berbau pornografi menurut beliau tidak hanya sebatas bulan Ramadhan, namun diharapkan untuk selamanya. "Kami berharap kota Cilegon benar-benar menjadi kota yang religius," katanya penuh harapan untuk menjadikan kota Cilegon tidak lagi ditayangkan film yang meresahkan kaum ulama tersebut."Apalagi film Barat yang katanya ada adegan bermesraan." tambahnya.
Menurutnya selama ini sensor yang dilakukan oleh lembaga sensor film Indonesia yang menyensor semua film yang tayang di bioskop tidak melakukan sensor yang ketat, . Menurut beliau, mereka tidak membatasi film Barat atau Indonesia, tetapi tentu saja pemutaran film tersebut tidak ada unsur pornografinya.
Kepala Seksi Ketenteraman dan Ketertiban, Satuan Polisi Pamong Praja Kota Cilegon, Endang Sudradjat, mengaku selama Ramadhan pihaknya telah mengeluarkan instruksi penutupan tempat hiburan, tiga hari sebelum puasa dan tiga hari setelah hari lebaran.
Tempat hiburan yang dilarang beroperasi adalah : Singging Hall dan biliar serta tempat lainnya yang bersifat sebagai tempat hiburan. Selama bulan Ramadhan tempat-tempat semacam itu dilarang beroperasi. Demikian Kompas. Com
memberitakan.
Setidaknya bukan hanya kota Cilegon yang bertindak demikian, namun semua kota yang ada di Indonesia harus menghormati bulan Suci Bulan Ramadhan.
Tampilkan postingan dengan label Akhlaq. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Akhlaq. Tampilkan semua postingan
Rabu, 20 April 2011
Senin, 07 Februari 2011
Meraih Kasih Sayang dalam Rumah Tangga
Setiap hari kita disuguhkan berbagai berita perceraian banyak pasangan. Perceraian kayaknya sudah menjadi hal biasa di negeri ini. Orang sudah tidak sungkan lagi mempertontonkan dan memberitakannya ke khalayak umum. Padahal, kalau kita renungi bersama, sesungguhnya pernikahan adalah sesuatu yang LUHUR yang harus dijaga keutuhannya, guna melanjutkan keturunan dan keharmonisan kehidupan jangka panjang.
Islam mengajarkan bahwa tujuan luhur pernikahan adalah mendapatkan ketentraman dan rasa kasih dan sayang, bukan sebaliknya, perseturuan dan ketidakharmonisan yang berujung perceraian. Alloh SWT menyatakan dalam QS Arrum 21 yaitu sebagai berikut:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”
Bicara mengenai kasih dan sayang dalam rumah tangga, Alloh menggunakan kalimat “…dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang”. Dalam ayat ini Alloh SWT menyatakan, bahwa Alloh-lah yang menjadikan rasa kasih sayang antara suami istri. Manusia hanyalah berusaha sesuai dengan syariah, agar diberikan rasa kasih sayang itu.
Dalam bahasa Arab, istilah Kasih Sayang memiliki dua padanan kata yakni MAWADDAH dan HUBBUN. Kedua-duanya memiliki arti yang sama yakni kasih sayang / rasa cinta. Dalam ayat di atas, Alloh SWT menggunakan kata MAWADAH untuk menggambarkan kasih sayang, bukan HUBBUN. Apa sebenarnya perbedanya antara MAWADDAH dan HUBBUN?. Ternyata perbedaannya adalah sebagai berikut:
Untuk menjawabnya, mari kita mencontoh kepada apa yang dicontohkan Nabi Muhammad saw selama beliau berinteraksi dalam keluarganya. Banyak tauladan yang bisa kita ambil pelajaran, diantaranya sebagai berikut:
Islam mengajarkan bahwa tujuan luhur pernikahan adalah mendapatkan ketentraman dan rasa kasih dan sayang, bukan sebaliknya, perseturuan dan ketidakharmonisan yang berujung perceraian. Alloh SWT menyatakan dalam QS Arrum 21 yaitu sebagai berikut:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”
Bicara mengenai kasih dan sayang dalam rumah tangga, Alloh menggunakan kalimat “…dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang”. Dalam ayat ini Alloh SWT menyatakan, bahwa Alloh-lah yang menjadikan rasa kasih sayang antara suami istri. Manusia hanyalah berusaha sesuai dengan syariah, agar diberikan rasa kasih sayang itu.
Dalam bahasa Arab, istilah Kasih Sayang memiliki dua padanan kata yakni MAWADDAH dan HUBBUN. Kedua-duanya memiliki arti yang sama yakni kasih sayang / rasa cinta. Dalam ayat di atas, Alloh SWT menggunakan kata MAWADAH untuk menggambarkan kasih sayang, bukan HUBBUN. Apa sebenarnya perbedanya antara MAWADDAH dan HUBBUN?. Ternyata perbedaannya adalah sebagai berikut:
- HUBBUN adalah cinta yang timbul karena fisik atau materi semata, sementara MAWADDAH adalah cinta yang timbul atas dasar fisik dan non fisik (akhlaq, penampilan, sopan santun dan ilmu yang dimiliki). Cinta HUBBUN umurnya biasanya tidak langgeng sementara cinta MAWADDAH berumur selamanya.
- HUBBUN adalah cinta tanpa tanggun jawab, sementara MAWADDAH adalah cinta yang disertai tanggung jawab. Cinta MAWADDAH bertanggung jawab dunia akhirat, cinta yang membuahkan anak dan bertanggung jawab mendidiknya.
Untuk menjawabnya, mari kita mencontoh kepada apa yang dicontohkan Nabi Muhammad saw selama beliau berinteraksi dalam keluarganya. Banyak tauladan yang bisa kita ambil pelajaran, diantaranya sebagai berikut:
- Nabi kadang-kadang suka membantu pekerjaan istrinya. Nabi kadang-kadang ikut menjahit bajunya sendiri dan menyambung tali sepatu
- Nabi membuat suasana keluarga penuh dengan keceriaan, bercanda dan tawa bersama istri, anak dan cucu.
- Nabi sangat mencintai dan mengasihi cucunya. Nabi kadang bermain kuda-kudaan yang dinaiki cucunya Hassan dan Hussain, dan membawanya ke mesjid.
Sabtu, 05 Februari 2011
Memetik Hikmah Peristiwa Isra dan Mi'raj
Di bulan rajab ini, terdapat peristiwa besar dalam kalender islam yaitu Isra dan Mi’raj. Suatu perjalanan nabi Muhammad di malam hari dari mesjid Haram di Mekkah ke mesjid Aqso di Palestina, serta naik menuju langit ketujuh sidrotul muntaha. Peristiwa ini dilukiskan dalam al-Qur’an QS al-Isra 1 dan An-Najm.
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidilaksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Ada banyak hikmah yang bisa kita ambil dari peristiwa Isra & Mi’raj ini, salah satu diantaranya adalah sebagai berikut:
Satu, Iman yang Kuat akan Diiringi oleh Cobaan
Peristiwa Isra & Mi’raj terjadi sebagai penghibur bagi diri rosullulloh saw, setelah ia mengalami kesedihan yang mendalam atas meninggalnya paman Abu Thalib dan istri tercinta Khadijah. Selain itu, pada waktu yang bersamaan beliau mengalami tekanan dakwah yang sangat berat dari orang kafir quraisy. Semua ini merupakan ujian dalam mendakwahkan islam dan ia tetap tegar menjalaninya.
Sebagai bukti kasih sayang Alloh, Dia (Alloh) akan menguji setiap hamba yang sedang meniti keimanan, untuk benar-benar membuktikan, mengukuhkan, dan meningkatkan keimanannya. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat cobaannya.
Saat kita dalam keadaan sholeh dan tertimpa masalah atau musibah, maka itu adalah indikasi sayangnya Alloh kepada kita agar bisa meningkatkan keimanan. Namun sebaliknya, jika kondisi kita sedang dalam maksiat, maka musibah itu adalah hukuman.
Dua, Carilah Keberkahan dengan Meningkatkan Iman dan Taqwa
Alloh mengatakan dalam QS al-Isra I di atas, bahwa Mesjid Aqsa sebagai kiblat pertama umat Islam diberikan keberkahan. Pelajaran yang bisa kita ambil, agama Islam selalu mendekatkan pemeluknya kepada kebaikan dan keberkahan. Setiap aktivitas hidup sehari-hari misal makan, minum, berpakaian, ke kamar mandi, menikah, dan lain-lain selalu diorientasikan untuk mendapatkan keberkahan seperti tercermin dalam do’a yang kita bacakan. Maka berlomba-lombalah mencari keberkahan hidup.
Banyak cara untuk menggapai keberkahan itu misalnya menghadiri majlis ilmu untuk menambah wawasan islam, mempelajari al-Qur’an, memperbanyak berzikir, peduli lingkungan dan keluarga, kesholehan sosial dan lain sebagainya.
Tiga, Islam Dihidupkan Melalui Dakwah.
Saat peristiwa mi’raj, nabi muhammad dipertemukan dengan para nabi dan rasul pendahulu yang sama-sama mengajak manusia bertauhid kepada Alloh. Pada dasarnya misi kenabian adalah dakwah, sebagaimana tertera dalam QS Yusuf 108, ” Katakanlah (Muhammad), Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Alloh dengan yakin, Maha suci Alloh, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik”. Maka janganlah setiap diri kita tidak memiliki peran dalam berdakwah yang dilandasi ilmu dan keyakinan.
Dakwah merupakan salah satu fondasi islam yang tidak hanya diwakilkan ke ulama. Setiap orang memiliki kewajiban yang sama untuk berdakwah sesuai dengan kapasitasnya agar memberikan pemahaman yang lurus kepada setiap orang di sekitarnya.
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidilaksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Ada banyak hikmah yang bisa kita ambil dari peristiwa Isra & Mi’raj ini, salah satu diantaranya adalah sebagai berikut:
Satu, Iman yang Kuat akan Diiringi oleh Cobaan
Peristiwa Isra & Mi’raj terjadi sebagai penghibur bagi diri rosullulloh saw, setelah ia mengalami kesedihan yang mendalam atas meninggalnya paman Abu Thalib dan istri tercinta Khadijah. Selain itu, pada waktu yang bersamaan beliau mengalami tekanan dakwah yang sangat berat dari orang kafir quraisy. Semua ini merupakan ujian dalam mendakwahkan islam dan ia tetap tegar menjalaninya.
Sebagai bukti kasih sayang Alloh, Dia (Alloh) akan menguji setiap hamba yang sedang meniti keimanan, untuk benar-benar membuktikan, mengukuhkan, dan meningkatkan keimanannya. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat cobaannya.
Saat kita dalam keadaan sholeh dan tertimpa masalah atau musibah, maka itu adalah indikasi sayangnya Alloh kepada kita agar bisa meningkatkan keimanan. Namun sebaliknya, jika kondisi kita sedang dalam maksiat, maka musibah itu adalah hukuman.
Dua, Carilah Keberkahan dengan Meningkatkan Iman dan Taqwa
Alloh mengatakan dalam QS al-Isra I di atas, bahwa Mesjid Aqsa sebagai kiblat pertama umat Islam diberikan keberkahan. Pelajaran yang bisa kita ambil, agama Islam selalu mendekatkan pemeluknya kepada kebaikan dan keberkahan. Setiap aktivitas hidup sehari-hari misal makan, minum, berpakaian, ke kamar mandi, menikah, dan lain-lain selalu diorientasikan untuk mendapatkan keberkahan seperti tercermin dalam do’a yang kita bacakan. Maka berlomba-lombalah mencari keberkahan hidup.
Banyak cara untuk menggapai keberkahan itu misalnya menghadiri majlis ilmu untuk menambah wawasan islam, mempelajari al-Qur’an, memperbanyak berzikir, peduli lingkungan dan keluarga, kesholehan sosial dan lain sebagainya.
Tiga, Islam Dihidupkan Melalui Dakwah.
Saat peristiwa mi’raj, nabi muhammad dipertemukan dengan para nabi dan rasul pendahulu yang sama-sama mengajak manusia bertauhid kepada Alloh. Pada dasarnya misi kenabian adalah dakwah, sebagaimana tertera dalam QS Yusuf 108, ” Katakanlah (Muhammad), Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Alloh dengan yakin, Maha suci Alloh, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik”. Maka janganlah setiap diri kita tidak memiliki peran dalam berdakwah yang dilandasi ilmu dan keyakinan.
Dakwah merupakan salah satu fondasi islam yang tidak hanya diwakilkan ke ulama. Setiap orang memiliki kewajiban yang sama untuk berdakwah sesuai dengan kapasitasnya agar memberikan pemahaman yang lurus kepada setiap orang di sekitarnya.
Dekati Ikhlas, Jauhi Riya
Alloh SWT selalu mengingatkan tentang apa saja yang akan kita lalui dalam kehidupan ini misalnya kematian, sakaratol maut, alam kubur, sampai alam akhirat. Bahkan detil pertanyaan yang akan diajukan ke setiap manusia pun dijelaskan, misalnya man robbuka?, Man nabiyyuka?, dll. Semua sudah diingatkan seperti tercantum dalam QS Al-Baqoroh 28, “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?. Atau dalam ayat lainnya,“Takutlah kamu, pada suatu hari dimana kamu kembali kepada Alloh. Tidak ada yang mampu menyelamatkan..”.
Sebagai langkah persiapan saat kita masih hidup di dunia, dalam beramal hendaknya ikhlas melakukan perbuatan baik dan menjauhkan maksiat, tidak memiliki harapan atau motivasi selain menggapai keridhoan Alloh SWT. Terkait dengan pentingnya Ikhlas, dalam kitab-kitab hadits bab Ikhlas selalu menjadi bab pertama, hikmahnya agar menjadi peringatan kepada orang-orang yang suka lupa.
Nabi saw bersabda,”Yang aku takutkan adalah syirik ashghor. Apa itu syirik ashghor? Yaitu riya, melakukan amal sholeh tetapi ada motivasi lain supaya dilihat orang”. Alloh SWT akan berkata kepada orang-orang yang riya di akhirat kelak, “Pergilah kepada orang-orang yang dahulu kamu beribadah karena ingin dilihat olehnya”.
Perumpamaan orang yang taat tetapi riya, seperti pergi ke pasar membawa tas yang besar tetapi isinya pasir. Orang lain mengira isinya uang, dan mengatakan alangkah banyaknya uang itu. Padahal sesungguhnya pasir itu tidaklah bermanfaat, kecuali hanya asumsi / perumpamaan manusia belaka.
Berkata salah seorang ulama, “Barang siapa yang melakukan tujuh hal namun tidak disertai tujuh hal lainnya, maka amalnya tidak akan ada artinya”. Ketujuh hal tersebut adalah sebagai berikut:
Sebagai langkah persiapan saat kita masih hidup di dunia, dalam beramal hendaknya ikhlas melakukan perbuatan baik dan menjauhkan maksiat, tidak memiliki harapan atau motivasi selain menggapai keridhoan Alloh SWT. Terkait dengan pentingnya Ikhlas, dalam kitab-kitab hadits bab Ikhlas selalu menjadi bab pertama, hikmahnya agar menjadi peringatan kepada orang-orang yang suka lupa.
Nabi saw bersabda,”Yang aku takutkan adalah syirik ashghor. Apa itu syirik ashghor? Yaitu riya, melakukan amal sholeh tetapi ada motivasi lain supaya dilihat orang”. Alloh SWT akan berkata kepada orang-orang yang riya di akhirat kelak, “Pergilah kepada orang-orang yang dahulu kamu beribadah karena ingin dilihat olehnya”.
Perumpamaan orang yang taat tetapi riya, seperti pergi ke pasar membawa tas yang besar tetapi isinya pasir. Orang lain mengira isinya uang, dan mengatakan alangkah banyaknya uang itu. Padahal sesungguhnya pasir itu tidaklah bermanfaat, kecuali hanya asumsi / perumpamaan manusia belaka.
Berkata salah seorang ulama, “Barang siapa yang melakukan tujuh hal namun tidak disertai tujuh hal lainnya, maka amalnya tidak akan ada artinya”. Ketujuh hal tersebut adalah sebagai berikut:
- Orang yang berkata aku takut siksa Alloh, tapi dia tidak takut meninggalkan dosa/maksiat
- Orang yang berkata aku berharap pahala Alloh, tapi tidak melakukan kebaikan amal sholeh
- Orang yang punya niat, namun tidak mengamalkan
- Orang yang berdoa, tapi tidak pernah berusaha.
- Orang yang beristigfar, tapi tidak disertai dengan rasa penyesalan untuk tidak mengulangi dosa.
- Orang yang kalau bicara baik dan menyenangkan, tetapi hatinya lain.
- Orang yang bekerja keras, tapi tanpa keikhlasan. Maka kerjanya sia-sia dan tidak ada manfaatnya
Jumat, 04 Februari 2011
Memahami Peristiwa Isra Mi'raj melalui Pendekatan Iman
Salah satu peristiwa besar dalam perjalanan dakwah nabi Muhammad saw adalah Isra dan Mi’raj. Isra berupa perjalanan dari mesjid haram Mekah ke masjid Aqsa Palestina, sedangkan mi’raj perjalanan dari mesjid aqsa ke sidratulmuntaha.
Sejak peristiwa ini diceritakan oleh nabi keesok harinya disikapi berbeda oleh umat manusia. Ada yang yakin sepenuhnya dan ada juga yang sebaliknya (ingkar).
Sebagai seorang muslim yang beriman, keyakinan terhadap peristiwa ini harus dipahami melalui pahamanan al-Qu’ran sebagai petunjuk yang mutlak kebenarannya. Bagaimana al-Qur’an menggambarkan secara utuh peristiwa ini?
Keterkaitan Surat
Ayat-ayat dan surat-surat yang terdapat dalam al-Qur’an disusun rapi oleh Alloh SWT. Proses penyusunannya sedemikian rupa sehingga antara satu surat ke surat berikutnya ada keterkaitan yang erat. Surat al-Fatihah menjadi pembukaan sebelum penjelasan rinci surat al-Baqoroh. Begitu juga surat al-Baqoroh menjadi pembukaan sebelum penjelasan rinci surat Al-Imran. Begitu seterusnya keterikatan ini terbina sampai akhir surat dalam al-Qur’an.
Kalau melihat dari sudut pandang keterikatan surat ini, maka surat sebelum al-Isra adalah surat an-Nahl. Artinya surat an-Nahl ini menjadi pembukaan untuk memahami lebih lanjut surat al-Isra atau peristiwa Isra dan Mi’raj. Jadi, sebelum memahami peristiwa Isra Mi’raj kita harus memahami betul kandungan yang terdapat dalam surat an-Nahl.
Pemahaman An-Nahl
Dari sisi penamaan, An-Nahl artinya lebah. Suatu makhluk yang sangat istimewa dan ajaib. Lebah memiliki sifat bersih, tidak menggangu kecuali diganggu. Saat ada yang mengganggu, dia menyengat namun sengatannyapun bisa dijadikan obat. Lingkungan hidupnya berdasar struktur koloni yang terkelola, rumah segi enam yang tertata rapi, dan bahasa tarian yang unik. Ini semua adalah ciptaan Alloh yang maha istimewa. Zat yang perbuatannya pun maha istimewa. Jadi peristiwa Isra Mi’raj merupakan suatu peristiwa yang istimewa yang terjadi karena kehendak Alloh SWT yang maha istimewa.
Ayat pertama surat an-Nahl berbunyi: “Telah pasti datangnya ketetapan Allah (hari kiamat) maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang) nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan”.
Kalau diperhatikan kalimat ayat ini, Alloh menyatakan peristiwa hari kiamat dengan kata lampau (telah), namun Alloh menyuruh manusia untuk tidak menyegerakan. Menurut struktur bahasa (versi manusia), pernyataan ini sangat aneh, karena bertolak belakang dengan makna kata lampau.
Sebenarnya, isyarat dari ayat ini adalah setiap sesuatu membutuhkan waktu untuk mencapai tatarannya. Misalnya rambatan suara, lemparan batu, perjalanan cahaya, dan lain sebagainya. Namun di atas itu ada sesuatu yang tidak memerlukan waktu, yaitu Alloh. Menurut Alloh tidak ada kondisi waktu dulu, sekarang dan masa akan datang. Jadi peristiwa Isra Mi’raj janganlah diukur dengan ukuran manusia, tapi pakailah dengan ukuran Alloh.
Selanjutnya ayat 8 surat an-Nahl, “Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”. Alloh itu terus menerus menciptakan ciptaan yang tidak diketahui manusia namun ada wujudnya. Misalnya kasus terbaru adalah flu babi, flu burung dan lain lain. Jadi proses peristiwa Isra Miraj mungkin merupakan sesuatu yang tidak diketahui oleh kasat mata manusia. Karena segala sesuatu terjadi sangatlah mudah bagi Alloh, seperti tercantum pada ayat QS An-Nahl 40, “Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia”.
Begitu juga dalam surat an-Nahl lainnya berbunyi, “Semua yang ada di langit dan bumi patuh kepada Alloh”. Artinya air, api, udara dan lain sebagainya semua tunduk kepada kehendak Alloh. Jika alloh menginginkan api dingin maka jadilah ia dingin. Karena sesungguhnya hukum alam atau hukum sebab akibat yang diketahui manusia merupakan ikhtisar dari hukum statistik. Di atas itu semua ada yang berkehendak yakni Alloh SWT.
Dengan memahami surat an-Nahl ini, kita setidaknya memahami latar belakang dibalik peristiwa Isra Mi’raj. Peristiwa yang istimewa, tidak mengenal waktu sebagaimana waktu versi manusia, kita sedikit pengetahuan terhadapnya, dan merupakan kehendak Alloh untuk menjadikan sesuatu tunduk atas kehendaknya.
Peristiwa Agung
Peristiwa Isra Mi’raj dalam QS al-Isra ayat 1 didahului dengan kata subhanalloh. Kata ini diucapkan kalau terjadi sesuatu aneh, ajaib dan mengagungkan. Artinya Alloh memberikan isyarat bahwa peristiwa Isra dan Mi’raj ini sesuau yang aneh, ajaib dan mengagungkan.
Selanjutnya ayat ini menyatakan kata asroo biaddihi lailam yang artinya ‘memperjalankan hambanya di malam hari’. Berdasarkan makna bahasa, yang berjalan bukanlah nabi tetapi nabi diperjalankan oleh Alloh. Seandainya ada seekor lalat dari indonesia terbang menuju amerika dan ia terbang sendiri tentunya memaka waktu yang sangat sangat lama (tidak masuk akal). Namun kalau lalat itu naik pesawat jet, maka perjalanan akan sangat cepat dan logis. Jadi Alloh memperjalanan nabi di waktu malam dalam peristiwa isra miraj sangatlah singkat walaupun berdasarkan ukuran manusia jaraknya sangat jauh.
Pendekatan Iman
Sangatlah jelas bagi kita, bahwa memahami peristiwa ini haruslah melalui pendekatan iman, seperti halnya Abu Bakar yang yakin sepenuhnya atas kebenaran peristiwa ini.
Pertanyaannya bagaimana agar iman kita bisa ditumbuhkan?, jawabannya berpangkal dari hati kita. Nabi berkala agar hati tumbuh dengan keimanan laksanakanlah sholat dengan benar dan kyusu. Hati ibarat wadah, ia bisa menjadi gelas atau sumur tergantung kita membuatnya. Seandainya kita menginginkan hati seperti sumur maka galilah kotoran dan bebatuan, niscaya ia akan menjadi wadah air dan sumber mata air. Jadi laksanakanlah sholat (hasil isra mir’aj) dengan khusyu, agar hati kita menjadi sumur.
Sejak peristiwa ini diceritakan oleh nabi keesok harinya disikapi berbeda oleh umat manusia. Ada yang yakin sepenuhnya dan ada juga yang sebaliknya (ingkar).
Sebagai seorang muslim yang beriman, keyakinan terhadap peristiwa ini harus dipahami melalui pahamanan al-Qu’ran sebagai petunjuk yang mutlak kebenarannya. Bagaimana al-Qur’an menggambarkan secara utuh peristiwa ini?
Keterkaitan Surat
Ayat-ayat dan surat-surat yang terdapat dalam al-Qur’an disusun rapi oleh Alloh SWT. Proses penyusunannya sedemikian rupa sehingga antara satu surat ke surat berikutnya ada keterkaitan yang erat. Surat al-Fatihah menjadi pembukaan sebelum penjelasan rinci surat al-Baqoroh. Begitu juga surat al-Baqoroh menjadi pembukaan sebelum penjelasan rinci surat Al-Imran. Begitu seterusnya keterikatan ini terbina sampai akhir surat dalam al-Qur’an.
Kalau melihat dari sudut pandang keterikatan surat ini, maka surat sebelum al-Isra adalah surat an-Nahl. Artinya surat an-Nahl ini menjadi pembukaan untuk memahami lebih lanjut surat al-Isra atau peristiwa Isra dan Mi’raj. Jadi, sebelum memahami peristiwa Isra Mi’raj kita harus memahami betul kandungan yang terdapat dalam surat an-Nahl.
Pemahaman An-Nahl
Dari sisi penamaan, An-Nahl artinya lebah. Suatu makhluk yang sangat istimewa dan ajaib. Lebah memiliki sifat bersih, tidak menggangu kecuali diganggu. Saat ada yang mengganggu, dia menyengat namun sengatannyapun bisa dijadikan obat. Lingkungan hidupnya berdasar struktur koloni yang terkelola, rumah segi enam yang tertata rapi, dan bahasa tarian yang unik. Ini semua adalah ciptaan Alloh yang maha istimewa. Zat yang perbuatannya pun maha istimewa. Jadi peristiwa Isra Mi’raj merupakan suatu peristiwa yang istimewa yang terjadi karena kehendak Alloh SWT yang maha istimewa.
Ayat pertama surat an-Nahl berbunyi: “Telah pasti datangnya ketetapan Allah (hari kiamat) maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang) nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan”.
Kalau diperhatikan kalimat ayat ini, Alloh menyatakan peristiwa hari kiamat dengan kata lampau (telah), namun Alloh menyuruh manusia untuk tidak menyegerakan. Menurut struktur bahasa (versi manusia), pernyataan ini sangat aneh, karena bertolak belakang dengan makna kata lampau.
Sebenarnya, isyarat dari ayat ini adalah setiap sesuatu membutuhkan waktu untuk mencapai tatarannya. Misalnya rambatan suara, lemparan batu, perjalanan cahaya, dan lain sebagainya. Namun di atas itu ada sesuatu yang tidak memerlukan waktu, yaitu Alloh. Menurut Alloh tidak ada kondisi waktu dulu, sekarang dan masa akan datang. Jadi peristiwa Isra Mi’raj janganlah diukur dengan ukuran manusia, tapi pakailah dengan ukuran Alloh.
Selanjutnya ayat 8 surat an-Nahl, “Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”. Alloh itu terus menerus menciptakan ciptaan yang tidak diketahui manusia namun ada wujudnya. Misalnya kasus terbaru adalah flu babi, flu burung dan lain lain. Jadi proses peristiwa Isra Miraj mungkin merupakan sesuatu yang tidak diketahui oleh kasat mata manusia. Karena segala sesuatu terjadi sangatlah mudah bagi Alloh, seperti tercantum pada ayat QS An-Nahl 40, “Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia”.
Begitu juga dalam surat an-Nahl lainnya berbunyi, “Semua yang ada di langit dan bumi patuh kepada Alloh”. Artinya air, api, udara dan lain sebagainya semua tunduk kepada kehendak Alloh. Jika alloh menginginkan api dingin maka jadilah ia dingin. Karena sesungguhnya hukum alam atau hukum sebab akibat yang diketahui manusia merupakan ikhtisar dari hukum statistik. Di atas itu semua ada yang berkehendak yakni Alloh SWT.
Dengan memahami surat an-Nahl ini, kita setidaknya memahami latar belakang dibalik peristiwa Isra Mi’raj. Peristiwa yang istimewa, tidak mengenal waktu sebagaimana waktu versi manusia, kita sedikit pengetahuan terhadapnya, dan merupakan kehendak Alloh untuk menjadikan sesuatu tunduk atas kehendaknya.
Peristiwa Agung
Peristiwa Isra Mi’raj dalam QS al-Isra ayat 1 didahului dengan kata subhanalloh. Kata ini diucapkan kalau terjadi sesuatu aneh, ajaib dan mengagungkan. Artinya Alloh memberikan isyarat bahwa peristiwa Isra dan Mi’raj ini sesuau yang aneh, ajaib dan mengagungkan.
Selanjutnya ayat ini menyatakan kata asroo biaddihi lailam yang artinya ‘memperjalankan hambanya di malam hari’. Berdasarkan makna bahasa, yang berjalan bukanlah nabi tetapi nabi diperjalankan oleh Alloh. Seandainya ada seekor lalat dari indonesia terbang menuju amerika dan ia terbang sendiri tentunya memaka waktu yang sangat sangat lama (tidak masuk akal). Namun kalau lalat itu naik pesawat jet, maka perjalanan akan sangat cepat dan logis. Jadi Alloh memperjalanan nabi di waktu malam dalam peristiwa isra miraj sangatlah singkat walaupun berdasarkan ukuran manusia jaraknya sangat jauh.
Pendekatan Iman
Sangatlah jelas bagi kita, bahwa memahami peristiwa ini haruslah melalui pendekatan iman, seperti halnya Abu Bakar yang yakin sepenuhnya atas kebenaran peristiwa ini.
Pertanyaannya bagaimana agar iman kita bisa ditumbuhkan?, jawabannya berpangkal dari hati kita. Nabi berkala agar hati tumbuh dengan keimanan laksanakanlah sholat dengan benar dan kyusu. Hati ibarat wadah, ia bisa menjadi gelas atau sumur tergantung kita membuatnya. Seandainya kita menginginkan hati seperti sumur maka galilah kotoran dan bebatuan, niscaya ia akan menjadi wadah air dan sumber mata air. Jadi laksanakanlah sholat (hasil isra mir’aj) dengan khusyu, agar hati kita menjadi sumur.
Kamis, 03 Februari 2011
Mari Menyantuni Fakir, Miskin, dan Yatim
Islam adalah agama yang mengatur hidup dan kehidupan manusia. Salah satu ajarannya adalah memberikan jaminan kepada mereka yang membutuhkan biaya atau nafkah dengan cara menyantuninya. Bukan hanya memberi harta namun juga memberikan perhatian dan jaminan kehidupan.
Dari sini, kita semakin tahu bahwa agama islam adalah agama baik. Memberikan kebaikan, kesenangan, dan kenikmatan untuk dunia dan akhirat. Ajarannya tidak ada yang mencelakakan manusia. Tidak ada kemaslahan manusia kecuali dengan sebab islam. Tidak ada agama lain selain Islam yang mengatur penggunaan harta dengan detil.
Namun, kewajiban menyantuni fakir, miskin dan yatim melalui fasilitas zakat dan shodaqoh belumnya berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan kebodohan (kejahilan) dalam memahami agama islam. Begitu banyak kemiskinan dan kefakiran, serta anak yatim yang terdholimi di lingkungan di mana kita berada. Sungguh sedikit jumlah orang yang mengeluarkan zakat dibanding jumlah umat islam keseluruhan.
Untuk itu, marilah kita mengamalkan ajaran islam dalam memberikan hak jaminan hidup orang fakir, miskin dan yatim dengan cara menunaikan zakat dan shodaqoh.
Alloh sangat mencela orang yang tidak memperhatikan kaum fakir, miskin dan anak yatim, serta menghalangi orang untuk menolongnya.
Menolong masayarakat bawah sebagaimana dianjurkan dalam ayat al-Quran merupakan salah satu dasar dari dasar-dasar dibangunkan ekonomi islam. Mereka yang tidak mampu saharusnya dijamin oleh negara maupun masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai pemerataan kesejahteraan serta tegaknya keadilan. Sebagaimana Alloh berfirman dalam al-Quran “Janganlah harta hanya beredar diantara orang yang kaya-kaya saja diantara kamu”.
Pemerataan dan keadilan yang dimaksud bukanlah rata dalam jumlah, namun rata dalam peredarannya. Untuk itu Islam mewajibkan menunaikan zakat dan shodaqoh, terlebih dengan mengutamakan keluarga atau kerabat yang kurang mampu.Dari sini, kita semakin tahu bahwa agama islam adalah agama baik. Memberikan kebaikan, kesenangan, dan kenikmatan untuk dunia dan akhirat. Ajarannya tidak ada yang mencelakakan manusia. Tidak ada kemaslahan manusia kecuali dengan sebab islam. Tidak ada agama lain selain Islam yang mengatur penggunaan harta dengan detil.
Namun, kewajiban menyantuni fakir, miskin dan yatim melalui fasilitas zakat dan shodaqoh belumnya berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan kebodohan (kejahilan) dalam memahami agama islam. Begitu banyak kemiskinan dan kefakiran, serta anak yatim yang terdholimi di lingkungan di mana kita berada. Sungguh sedikit jumlah orang yang mengeluarkan zakat dibanding jumlah umat islam keseluruhan.
Untuk itu, marilah kita mengamalkan ajaran islam dalam memberikan hak jaminan hidup orang fakir, miskin dan yatim dengan cara menunaikan zakat dan shodaqoh.
Jumat, 28 Januari 2011
Ber-Islam-lah Dengan Penuh Kepasrahan
Dalam keheningan malam di sebuah kawasan Puncak Bogor, berkumpullah sekitar delapun puluh orang jemaah dari suatu golongan tertentu. Mereka sedang melakukan ritual keagamaan untuk mencari jalan menuju Tuhan, di pimpin sang Iman yang sangat mereka hormati. Sang Imam berkata kepada jemaahnya, “Alloh telah memerintahkan untuk menggunduli rambut kalian dan membakar diri agar terlahir kembali sebagai bayi yang tak berdosa”.
Betapa kita sering melihat fenomena yang aneh dan kontradiktif dari sebagian orang yang mengatasnamakan agama. Tidak hanya kehilangan rasionalitas , namun juga kontradiktif dalam menyikapi suatu perkara atau realitas. Kita sering melihat orang alim, sebagian mereka ada yang membunuh sesama manusia, namun sebagian mereka ada juga yang menyelamatkan umat manusia. Atas dasar agama ada sekelompok orang mendukung tirani penguasa, dan atas dasar agama ada juga sekelompok orang membela kepentingan rakyat. Fenomena ini dinamakan psikologi agama. Manusia bisa menjadi jahat atau baik karena agama. Lalu menjadi pertanyaan bagi kita, apakah dengan demikian, agama itu salah?
Untuk menjawab fenomena ini, ada baiknya kita mengacu pada diktum awal beragama. Pada dasarnya beragama itu bisa dikategorikan menjadi dua tipe, yakni beragama secara ektrinsik dan beragama secara intrinsik.
Beragama secara ektrinsik adalah beragama dalam tataran syariah atau fisik semata. Ukurannya seseorang melakukan halal dan haram, banyaknya jumlah rokaat shalat, banyaknya ayat al-quran yang dibaca, dan lain sebagainya. Beragama dalam tataran ini tidak sampai kepada penghayatan yang mendalam atas apa yang dilakukannya. Implikasinya, akan terjadi dua kemungkinan yakni ia menjadi ektrim kanan atau menjadi ektrim kiri.
Saat beban beragama dirasa memberatkan, akan muncul syetan menggoda dan mengatakan kamu sudah alim. Kualitas ibadahmu sudah seperti nabi. Gejala ini, melahirkan orang-orang yang merasa diri suci seperti nabi atau malaikat. Golongan ini dinamakan golongan ektrim kanan. Agama pada akhirnya dimanipulasi untuk kepentingan diri sendiri.
Implikasi yang kedua adalah munculnya golongan ektrim kiri. Agama dianggap sebagai ritualitas semata dan melihat agama penuh dengan konflik, penghianatan dan penipuan. Mereka akan berusaha menjauhkan agama dalam keseluruhan aspek kehidupan. Beragama hanya cukup di mesjid saja.
Lalu seperti apakah beragama yang intrinsik ??
Beragama secara intrinsik adalah beragama yang tumbuh dari diri sendiri. Ketaatan melakukan apa-apa yang dilarang dan yang diperintahkan muncul dari keikhlasan dan rasa cinta kepada Alloh SWT. Banyak sekali ayat al-Quran dan hadits yang menyatakan cinta sebagai fondasi keberagamaan kita. Dalam tataran ini, tidaklah mungkin menggunakan agama untuk menipu, membunuh sesama, atau perilaku pura-pura baik padahal hatinya busuk.
Saat seorang badui menemui rosul dan mengatakan bahwa mereka telah beriman, nabi mengatakan bahwa kamu belum beriman yang sebenarnya. Iman haruslah didasari atas dasar ketundukan dan kepasrahan dari dalam hati, bukan sekedar diucapkan lewat mulut.
“Orang-orang arab badui itu berkata: “kami telah beriman”. katakanlah (kepada mereka): “kamu belum beriman, tetapi katakanlah: “kami telah tunduk“, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada allah dan rasul-nya, dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya allah maha pengampun lagi maha penyayang”. (QS. 49:14)
Jadi, ber-isIam dengan dasar syariat penting dilakukan. Namun sampai sini belumlah cukup. Ber-Islam haruslah disertai dengan kepasrahan dan kecintaan kepada Alloh SWT. Masih perlu mengembangkan iman yang hakikat atau substansial. Iman yang tumbuh dalam hati dengan penuh kepasrahan.
Dalam tahap ini, sholat akan dimaknai sebagai suatu kenikmatan komunikasi antara seorang hamba yang mencintai kholik, bukan sebagai beban. Begitu pula, ia akan memiliki kesungguhan melaksanakan islam secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan, bukan hanya ritual di mesjid semata. Dan dalam dirinya akan timbul furqon (pembeda) antara haq dan batin.
Mendengar perintah sang Iman ini, semua jemaah terkaget-kaget. Perintah ini kedengarannya sungguh tidak masuk akal. Namun, karena begitu besarnya peranan sang imam dalam mempengaruhi keyakinan jemaah, satu per satu jemaah tersebut mengikuti perintah sang imam. Mereka menggunduli rambut dan membakar diri sendiri. Sungguh ironis…
Kondisi hilangnya rasionalitas dalam beragama seperti kejadian di atas, sering kali menyeruak bukan hanya di Indonesia namun juga di dunia Barat. Ada sebagian orang rela bunuh diri bersama dengan cara meminum racun, membakar diri, gantung diri, dan lain sebagainya dengan alasan mencari jalan menuju Tuhan. Atas dasar agama sekelompok orang berani melakukan perbuatan yang menyiksa diri dan orang lain.Betapa kita sering melihat fenomena yang aneh dan kontradiktif dari sebagian orang yang mengatasnamakan agama. Tidak hanya kehilangan rasionalitas , namun juga kontradiktif dalam menyikapi suatu perkara atau realitas. Kita sering melihat orang alim, sebagian mereka ada yang membunuh sesama manusia, namun sebagian mereka ada juga yang menyelamatkan umat manusia. Atas dasar agama ada sekelompok orang mendukung tirani penguasa, dan atas dasar agama ada juga sekelompok orang membela kepentingan rakyat. Fenomena ini dinamakan psikologi agama. Manusia bisa menjadi jahat atau baik karena agama. Lalu menjadi pertanyaan bagi kita, apakah dengan demikian, agama itu salah?
Untuk menjawab fenomena ini, ada baiknya kita mengacu pada diktum awal beragama. Pada dasarnya beragama itu bisa dikategorikan menjadi dua tipe, yakni beragama secara ektrinsik dan beragama secara intrinsik.
Beragama secara ektrinsik adalah beragama dalam tataran syariah atau fisik semata. Ukurannya seseorang melakukan halal dan haram, banyaknya jumlah rokaat shalat, banyaknya ayat al-quran yang dibaca, dan lain sebagainya. Beragama dalam tataran ini tidak sampai kepada penghayatan yang mendalam atas apa yang dilakukannya. Implikasinya, akan terjadi dua kemungkinan yakni ia menjadi ektrim kanan atau menjadi ektrim kiri.
Saat beban beragama dirasa memberatkan, akan muncul syetan menggoda dan mengatakan kamu sudah alim. Kualitas ibadahmu sudah seperti nabi. Gejala ini, melahirkan orang-orang yang merasa diri suci seperti nabi atau malaikat. Golongan ini dinamakan golongan ektrim kanan. Agama pada akhirnya dimanipulasi untuk kepentingan diri sendiri.
Implikasi yang kedua adalah munculnya golongan ektrim kiri. Agama dianggap sebagai ritualitas semata dan melihat agama penuh dengan konflik, penghianatan dan penipuan. Mereka akan berusaha menjauhkan agama dalam keseluruhan aspek kehidupan. Beragama hanya cukup di mesjid saja.
Lalu seperti apakah beragama yang intrinsik ??
Beragama secara intrinsik adalah beragama yang tumbuh dari diri sendiri. Ketaatan melakukan apa-apa yang dilarang dan yang diperintahkan muncul dari keikhlasan dan rasa cinta kepada Alloh SWT. Banyak sekali ayat al-Quran dan hadits yang menyatakan cinta sebagai fondasi keberagamaan kita. Dalam tataran ini, tidaklah mungkin menggunakan agama untuk menipu, membunuh sesama, atau perilaku pura-pura baik padahal hatinya busuk.
Saat seorang badui menemui rosul dan mengatakan bahwa mereka telah beriman, nabi mengatakan bahwa kamu belum beriman yang sebenarnya. Iman haruslah didasari atas dasar ketundukan dan kepasrahan dari dalam hati, bukan sekedar diucapkan lewat mulut.
“Orang-orang arab badui itu berkata: “kami telah beriman”. katakanlah (kepada mereka): “kamu belum beriman, tetapi katakanlah: “kami telah tunduk“, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada allah dan rasul-nya, dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya allah maha pengampun lagi maha penyayang”. (QS. 49:14)
Jadi, ber-isIam dengan dasar syariat penting dilakukan. Namun sampai sini belumlah cukup. Ber-Islam haruslah disertai dengan kepasrahan dan kecintaan kepada Alloh SWT. Masih perlu mengembangkan iman yang hakikat atau substansial. Iman yang tumbuh dalam hati dengan penuh kepasrahan.
Dalam tahap ini, sholat akan dimaknai sebagai suatu kenikmatan komunikasi antara seorang hamba yang mencintai kholik, bukan sebagai beban. Begitu pula, ia akan memiliki kesungguhan melaksanakan islam secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan, bukan hanya ritual di mesjid semata. Dan dalam dirinya akan timbul furqon (pembeda) antara haq dan batin.
Meng-Imani Nabi dan Rosul
Iman kepada nabi dan rosul merupakan bagian dari rukun iman. Seorang muslim wajib mengimani keberadaan nabi dan rosul baik yang namanya disebutkan dalam al-Quran, maupun yang tidak disebutkan. Berdasarkan apa yang yang disebutkan dalam al-Quran, jumlah nabi yang wajib diketahui berjumlah 25. Sementara itu, para ulama tidak sepakat mengenai jumlah pasti nabi dan rosul selain yang disebutkan al-Quran.
Intinya, kita harus meyakini bahwa Alloh telah mengutus beberapa nabi dan rosul, diantara mereka ada yang dikisahkan dalam al-Quran dan sebagian mereka ada yang tidak dikisahkan. Sejak zaman nabi Adam sampai dengan zaman nabi Muhammad, Alloh telah mengutus ribuan nabi dan rosul untuk setiap generasi, bangsa, atau umat. Fungsi mereka adalah mengajak beriman dan beribadah kepada Alloh serta menegakkan agama Alloh (Islam).
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. (QS. 35:24)
Yang wajib kita katahui sebagaimana yang dijelaskan al-Quran adalah 25 nabi dan rosul, masing-masing adalah sebagai berikut:
Ibrahim (Al An’am 83) , Ishak, Yakub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayub, Yusuf, Musa, Harun (Al-An’am 84) , Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas (Al-An’am 85) , Ismail, Alyasa, Yunus, Lut (al-An’am 86)
Hud (Hud 50, al-A’raf 65), Saleh (Hud 61), Syuaib (Al-A’raf 85, Hud 84), Adam, Nuh, kel Ibrahim (Ali Imran 33), Ismail, Idris, Zulkifli (al-anbiya 85), dan Muhammad (al-Fath 29)
Sebelun nabi Muhammad saw diutus, dalam satu kurun waktu tertentu bisa terdapat lebih dari satu nabi atau rosul. Masing-masing diutus untuk tempat, kaum, kabilah, suku atau bahasa tertentu. Namun saat ini, hanya ada satu nabi / rosul yang diutus untuk seluruh alam semesta, yakni nabi Muhammad saw.
Nabi yang terdapat dalam al-Quran, wajib diimani risalahnya dengan terperinci. Siapa yang mengingkarinya maka dia kufur. Sementara itu, nabi /rosul yang tidak dikisahkan dalam al-Quran hanya wajid diimani secara global. Tidak boleh mengatakan si fulan nabi, karena ia tidak disebutkan namanya dalam al-Quran.
Diantara 25 nabi / rosul yang disebutkan dalam al-Quran terdapat 5 nabi/rosul pilihan, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran al-Ahzab 7. Mereka itu adalah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad.
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh”
“Mereka itulah orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka kitab, hikmah (pemahaman agama) dan kenabian. Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya (yang tiga macam itu), maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. (QS. 6:89)”
Intinya, kita harus meyakini bahwa Alloh telah mengutus beberapa nabi dan rosul, diantara mereka ada yang dikisahkan dalam al-Quran dan sebagian mereka ada yang tidak dikisahkan. Sejak zaman nabi Adam sampai dengan zaman nabi Muhammad, Alloh telah mengutus ribuan nabi dan rosul untuk setiap generasi, bangsa, atau umat. Fungsi mereka adalah mengajak beriman dan beribadah kepada Alloh serta menegakkan agama Alloh (Islam).
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. (QS. 35:24)
Yang wajib kita katahui sebagaimana yang dijelaskan al-Quran adalah 25 nabi dan rosul, masing-masing adalah sebagai berikut:
Ibrahim (Al An’am 83) , Ishak, Yakub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayub, Yusuf, Musa, Harun (Al-An’am 84) , Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas (Al-An’am 85) , Ismail, Alyasa, Yunus, Lut (al-An’am 86)
Hud (Hud 50, al-A’raf 65), Saleh (Hud 61), Syuaib (Al-A’raf 85, Hud 84), Adam, Nuh, kel Ibrahim (Ali Imran 33), Ismail, Idris, Zulkifli (al-anbiya 85), dan Muhammad (al-Fath 29)
Sebelun nabi Muhammad saw diutus, dalam satu kurun waktu tertentu bisa terdapat lebih dari satu nabi atau rosul. Masing-masing diutus untuk tempat, kaum, kabilah, suku atau bahasa tertentu. Namun saat ini, hanya ada satu nabi / rosul yang diutus untuk seluruh alam semesta, yakni nabi Muhammad saw.
Nabi yang terdapat dalam al-Quran, wajib diimani risalahnya dengan terperinci. Siapa yang mengingkarinya maka dia kufur. Sementara itu, nabi /rosul yang tidak dikisahkan dalam al-Quran hanya wajid diimani secara global. Tidak boleh mengatakan si fulan nabi, karena ia tidak disebutkan namanya dalam al-Quran.
Diantara 25 nabi / rosul yang disebutkan dalam al-Quran terdapat 5 nabi/rosul pilihan, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran al-Ahzab 7. Mereka itu adalah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad.
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh”
“Mereka itulah orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka kitab, hikmah (pemahaman agama) dan kenabian. Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya (yang tiga macam itu), maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. (QS. 6:89)”
Konsep TUHAN dalam Islam
Di antara penyakit keberagamaan yang menghinggapi masyarakat modern dewasa ini adalah kecenderungan memperTUHANkan benda, material atau duniawi. Seseorang sedemikian hebat membela habis harta, dan meyakini tidak ada intervensi tuhan dalam hartanya. Ia merasa tidak perlu mengeluarkan zakat dan sodaqoh. Meninggalkan perintah agama bukan menjadi persoalan, demi mengejar dunia. Semua ini, karena dalam pikirannya dunia adalah segalanya.
Secara KONSEP, yang disebut dengan TUHAN adalah suatu kekuatan yang maha hebat yang menguasai jiwa, raga, hati dan pikiran secara total. Kita tidak mengetahui sumber kekuatan ini dari mana, ia muncul dalam hati dan pikiran. Akibatnya, akan timbul rasa takut terhadap marah dan siksanya, serta memunculkan rasa rindu dan keinginan untuk dekat dengannya melalui cara-cara tertentu.
Dalam peradaban manusia, wujud dari kekuatan ini bermacam-macam, tergantung persepsi atau image yang terbentuk dan ajaran yang diikuti. Dari sini, munculah bermacam-macam tuhan yang disembah, dipuji, dan disucikan oleh berbagai manusia. Ada tuhan matahari, tuhan batu, tuhan sapi, tuhan api, tuhan keris, dan lain sebagainya. Manusia penyembah material ini, meyakini bahwa matahari, batu, sapi, keris atau lainnnya memiliki kekuatan yang menguasai jiwa dan raganya.
Bagaimanakan konsep Tuhan dalam Islam?
Islam mengajarkan bahwa semua yang ada di alam semesta ini bukanlah tuhan, melainkan hanya ciptaan tuhan (makhluk). Tuhan dalam islam ialah Alloh SWT. Setiap makhluk hanyalah memiliki potensi / daya yang diberikan Alloh kepadanya. Nasi diberikan daya mengenyangkan perut jika ia dimakan, air menghilangkan rasa haus dan menyegarkan tubuh jika diminum, api mengeluarkan panas jika digunakan, dan lain sebagainya. Apapun semua itu, tidak boleh dipertuhankan, karena ia hanya memiliki potensi.
Saat kita makan nasi dan merasa kenyang, kita harus meyakini bahwa kenyang itu bukanlah karena nasi, melainkan karena ada daya yang Alloh titipkan kepada nasi itu sehingga ia mampu memberikan rasa kenyang. Jadi nasi hanyalah media penampung energi, daya atau potensi. Sementara yang memberikan kenyang hakikatnya adalah Alloh.
Jika Alloh menghendaki, bisa saja seseorang tidak merasa kenyang meskipun ia telah makan makanan yang banyak. Begitupula api tidak memberikan rasa panas atau membakar seperti saat nabi Ibrahim dibakar oleh raja Namruz. Jadi, secara kebahasaan boleh saja kita berkata “Saya kenyang karena makan roti”, namun secara aqidah, faktor kenyang bukanlah lantaran roti, namun karena Alloh.
Uluhiyah dan Rububiyah
Konsep aqidah Islam terkait ketuhanan ada Uluhiyah dan Rububiyah. Uluhiah yakni Alloh sebagai satu-satunya zat yang disembah. Ia tidak dipersekutukan dengan apa dan siapapun. Janganlah menggeser Alloh sebagai zat yang disembah, dipuji, dan diibadahi. Cara mendekati-Nya pun tidak boleh dengan sesuka hati, melainkan harus mengikuti petunjuk Alloh yang telah disampaikan kepada nabi Muhammad melalui Jibril. Alloh tidak ingin ia didekati dengan cara-cara yang dibuat manusia. Dalam Islam, instrumen untuk mendekati Alloh (ibadah) sudah bersifat FIX, tidak ada rekayasa ibadah dalam islam.
Sementara Rububiah, Alloh sebagai satu-satunya Tuhan yang menciptakan semua alam semesta, mewujudkan dari ketiadaan menjadi ada, serta memelihara apa yang dibutuhkan semua makhluqnya, tanpa memilah apakah orang kafir atau bukan.
Prinsip agama Islam, semua amalan jika tidak dibangun atas Alloh sebagai illah dan rob, maka amalan itu sia-sia. Syarat suatu amalan dikatakan amal sholeh ialah pelaku amal itu harus nyata-nyata beriman kepada Alloh. Sebaik apapun amal menurut sudut pandang manusia, jika pelakunya tidak memiliki iman dalam hatinya, maka amal itu bukan amal sholeh. Ia hanya bermanfaat sebatas dunia, di akhirat kelak akan hilang tanpa bekas.
Apakah kita mau terjerembab dalam pola penyakit seperti ini?, tentunya TIDAK bukan?
Untuk menghindari pola penyakit ini, kita perlu memahami konsep tentang keTUHANan dengan baik dan benar. Siapa sebenarnya yang disebut dengan TUHAN itu dan apa yang harus kita lakukan agar bisa dekat dengan TUHAN yang sesungguhnya?Secara KONSEP, yang disebut dengan TUHAN adalah suatu kekuatan yang maha hebat yang menguasai jiwa, raga, hati dan pikiran secara total. Kita tidak mengetahui sumber kekuatan ini dari mana, ia muncul dalam hati dan pikiran. Akibatnya, akan timbul rasa takut terhadap marah dan siksanya, serta memunculkan rasa rindu dan keinginan untuk dekat dengannya melalui cara-cara tertentu.
Dalam peradaban manusia, wujud dari kekuatan ini bermacam-macam, tergantung persepsi atau image yang terbentuk dan ajaran yang diikuti. Dari sini, munculah bermacam-macam tuhan yang disembah, dipuji, dan disucikan oleh berbagai manusia. Ada tuhan matahari, tuhan batu, tuhan sapi, tuhan api, tuhan keris, dan lain sebagainya. Manusia penyembah material ini, meyakini bahwa matahari, batu, sapi, keris atau lainnnya memiliki kekuatan yang menguasai jiwa dan raganya.
Bagaimanakan konsep Tuhan dalam Islam?
Islam mengajarkan bahwa semua yang ada di alam semesta ini bukanlah tuhan, melainkan hanya ciptaan tuhan (makhluk). Tuhan dalam islam ialah Alloh SWT. Setiap makhluk hanyalah memiliki potensi / daya yang diberikan Alloh kepadanya. Nasi diberikan daya mengenyangkan perut jika ia dimakan, air menghilangkan rasa haus dan menyegarkan tubuh jika diminum, api mengeluarkan panas jika digunakan, dan lain sebagainya. Apapun semua itu, tidak boleh dipertuhankan, karena ia hanya memiliki potensi.
Saat kita makan nasi dan merasa kenyang, kita harus meyakini bahwa kenyang itu bukanlah karena nasi, melainkan karena ada daya yang Alloh titipkan kepada nasi itu sehingga ia mampu memberikan rasa kenyang. Jadi nasi hanyalah media penampung energi, daya atau potensi. Sementara yang memberikan kenyang hakikatnya adalah Alloh.
Jika Alloh menghendaki, bisa saja seseorang tidak merasa kenyang meskipun ia telah makan makanan yang banyak. Begitupula api tidak memberikan rasa panas atau membakar seperti saat nabi Ibrahim dibakar oleh raja Namruz. Jadi, secara kebahasaan boleh saja kita berkata “Saya kenyang karena makan roti”, namun secara aqidah, faktor kenyang bukanlah lantaran roti, namun karena Alloh.
Uluhiyah dan Rububiyah
Konsep aqidah Islam terkait ketuhanan ada Uluhiyah dan Rububiyah. Uluhiah yakni Alloh sebagai satu-satunya zat yang disembah. Ia tidak dipersekutukan dengan apa dan siapapun. Janganlah menggeser Alloh sebagai zat yang disembah, dipuji, dan diibadahi. Cara mendekati-Nya pun tidak boleh dengan sesuka hati, melainkan harus mengikuti petunjuk Alloh yang telah disampaikan kepada nabi Muhammad melalui Jibril. Alloh tidak ingin ia didekati dengan cara-cara yang dibuat manusia. Dalam Islam, instrumen untuk mendekati Alloh (ibadah) sudah bersifat FIX, tidak ada rekayasa ibadah dalam islam.
Sementara Rububiah, Alloh sebagai satu-satunya Tuhan yang menciptakan semua alam semesta, mewujudkan dari ketiadaan menjadi ada, serta memelihara apa yang dibutuhkan semua makhluqnya, tanpa memilah apakah orang kafir atau bukan.
Prinsip agama Islam, semua amalan jika tidak dibangun atas Alloh sebagai illah dan rob, maka amalan itu sia-sia. Syarat suatu amalan dikatakan amal sholeh ialah pelaku amal itu harus nyata-nyata beriman kepada Alloh. Sebaik apapun amal menurut sudut pandang manusia, jika pelakunya tidak memiliki iman dalam hatinya, maka amal itu bukan amal sholeh. Ia hanya bermanfaat sebatas dunia, di akhirat kelak akan hilang tanpa bekas.
Kamis, 27 Januari 2011
Bentengi Diri dan Keluarga dari Khamar dan Narkoba
Khamar, dalam ungkapan yang umum dipahami adalah segala sesuatu yang memabukkan. Setiap minuman yang jika diminum menyebabkan mabuk, namanya khamar, dan diharamkan dalam Islam. Keputusan haramnya khamar di jaman rosululloh melalui proses panjang dan bertahap, karena pada saat itu khamar digunakan untuk memanaskan tubuh saat musim dingin.
Saat ini, semua ulama sepakat bahwa khamar hukumnya haram. Walaupun meminumnya sedikit, tetap saja haram seperti halnya meminum dalam jumlah yang banyak.
Dalam kaitannya dengan aqidah, rosululloh berkata, “Orang yang minum khamar, dan menemui Alloh, dia sama saja seperti orang penyembah berhala”. Artinya orang yang minum khamar meskipun beragama islam, derajatnya sama dengan orang musyrik, yakni bukan islam. Haramnya khamar, tidak hanya terkait dengan meminum langsung, namun juga saat berhubungan atau menolong bisnis khamar.
Saat ini, khamar telah berkembang bentuknya tidak hanya minuman, namun juga dalam bentuk lain misalnya narkoba, putau, heroin, ekstasi, dan lain sebagainya. Barang ini tidak hanya memabukkan namun juga merusak akal, jantung dan ingatan. Penggunanya menjadi kecanduan dan berujung kematian. Sehingga, untuk keperluan ini, narkoba dan sejenisnya haram hukumnya dikonsumsi.
Berhati-hatilah dengan narkoba dan sejenisnya, karena saat ini penggunanya sudah cukup banyak dan menyebar di lingkungan sekitar kita. Berdasarkan data survey, 50 persen pengguna narkoba berumur 9-15th, dan sudah 2 tahun pemakai tetap. Untuk itu bentengilah orang-orang yang kita cintai agar tidak terjerembab kepada konsumsi khamar dan narkoba, yang berujung kepada kenistaan dan laknat Alloh SWT.
Saat ini, semua ulama sepakat bahwa khamar hukumnya haram. Walaupun meminumnya sedikit, tetap saja haram seperti halnya meminum dalam jumlah yang banyak.
Dalam kaitannya dengan aqidah, rosululloh berkata, “Orang yang minum khamar, dan menemui Alloh, dia sama saja seperti orang penyembah berhala”. Artinya orang yang minum khamar meskipun beragama islam, derajatnya sama dengan orang musyrik, yakni bukan islam. Haramnya khamar, tidak hanya terkait dengan meminum langsung, namun juga saat berhubungan atau menolong bisnis khamar.
Saat ini, khamar telah berkembang bentuknya tidak hanya minuman, namun juga dalam bentuk lain misalnya narkoba, putau, heroin, ekstasi, dan lain sebagainya. Barang ini tidak hanya memabukkan namun juga merusak akal, jantung dan ingatan. Penggunanya menjadi kecanduan dan berujung kematian. Sehingga, untuk keperluan ini, narkoba dan sejenisnya haram hukumnya dikonsumsi.
Berhati-hatilah dengan narkoba dan sejenisnya, karena saat ini penggunanya sudah cukup banyak dan menyebar di lingkungan sekitar kita. Berdasarkan data survey, 50 persen pengguna narkoba berumur 9-15th, dan sudah 2 tahun pemakai tetap. Untuk itu bentengilah orang-orang yang kita cintai agar tidak terjerembab kepada konsumsi khamar dan narkoba, yang berujung kepada kenistaan dan laknat Alloh SWT.
Pelajaran Penting Tentang Hidup…
Mari kita men-tadabur-i QS Ali Imran 185:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan“
Ada 4 nilai penting yang bisa kita pahami dan amalkan dari ayat di atas, dalam lingkup kehidupan individu, rumah tangga, bahkan bangsa dan negara. Nilai itu adalah sebagai berikut:
#1. Setiap Diri Manusia Pasti Merasakan Mati
Ayat diatas menyatakan, ‘tiap jiwa akan merasakan mati’. Maksud dari redaksi ini bukanlah sekedar pemberitahuan tentang kematian. Karena kalau hanya pemberitahuan, semua orang sudah mengetahuinya, termasuk orang kafir. Penekanan dari ayat itu adalah apa konsekuensi kita untuk menghadapi kematian, yakni haruslah berusaha mati dengan cara terbaik.
Nabi Musa dan Firaun telah merasakan kematian. Dan kita menginginkan kematian seperti halnya nabi Musa, bukan Firaun. Tidak sedikit manusia saat ini matinya mirip Firaun. Dia baru mengenal Alloh dan taubat saat ajal sudah menjemput, dan tiada berarti di sisi Alloh.
Nabi Muhamad dan abu Jahal pun telah mengalami kematian. Dan kita menginginkan kematian seperti nabi Muhammad. Seluruh kehidupannya diisi dengan ibadah, dakwah, dan jihad, bukan seperti Abu jahal yang hanya mengejar kekuasaan. Abu bakar, Ustman dan Qorun sama-sama diberi karunia harta melimpah. Dan kita menginginkan kematian bukan seperti Qorun. Dia dan kekayaannya mati ditenggelamkan ke bumi.
#2. Sesungguhnya Balasan sempurna tempatnya di hari Qiamat
Balasan yang sempurna, adil dan mutlaq hanya ada di hari qiamat. Aksioma ini sudah cukup jelas dan tidak perlu dipikir panjang. Alloh menyatakan dalam QS al-Fatihah sebagai “Maaliki Yaumiddin” (Raja Hari Pembalasan / Akhirat), bukan raja Dunia. Di dunia ada juga balasan, namun balasannya belum utuh, karena dunia bukanlah negeri balasan. Statusnya hanyalah negeri ujian.
Adakalanya kita bertanya, kenapa orang yang rajin sholat hidupnya miskin, sementara yang jarang sholat hidupnya kaya?. Pertanyaan ini muncul karena kita masih salah persepsi tentang pahala. Seolah-olah pahala di bayar cash dan utuh di dunia. Padahal, sebenarnya pahala yang hakiki hanyalah di akhirat kelak.
#3. Kesuksesan Hakiki Pasti Benar Ukurannya Kalau Sudah Masuk Surga
Dalam ayat di atas, Alloh mengunakan “kata lampau” untuk menyatakan bahwa sukses yang hakiki adalah kalau masuk surga. Padahal kejadian masuk surga belum terjadi (Masa Depan). Ini bermakna sebuah KEPASTIAN yang tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Umumnya, manusia menganggap kesuksesan diukur dengan kekuasaan dan kekayaan semata. Itu semua salah, dunia dan amal sholeh haruslah dibuat sebagai sarana membangun kehidupan akhirat.
Selanjutnya, Alloh menggunakan istilah “juhjiha”, untuk menyatakan “dijauhkan dari neraka”, bukan kata ‘ba’id’ yang umumnya dipakai untuk menyatakan kata ‘jauh’. Ini mengindikasikan, daya tarik neraka sangatlah dahsyat dan luar biasa. Butuh kekuatan lebih untuk menyelamatkan diri dan keluarga dari api neraka.
#4. Kehidupan Dunia Adalah Kesenangan yang Menipu
Ayat diatas di awali dengan kematian dan ditutup dengan kehidupan dunia. Ini memberikan pilihan, apakah kita mau memilih kebahagiaan yang sesungguhnya atau yang menipu. Kehidupan dunia atau akhirat. Alloh menggunakan kata Mata’ untuk mendeskripsikan kehidupan dunia. Yakni, sesuatu yang disenangi manusia, tetapi akan hilang sedikit demi sedikit.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan“
Ada 4 nilai penting yang bisa kita pahami dan amalkan dari ayat di atas, dalam lingkup kehidupan individu, rumah tangga, bahkan bangsa dan negara. Nilai itu adalah sebagai berikut:
#1. Setiap Diri Manusia Pasti Merasakan Mati
Ayat diatas menyatakan, ‘tiap jiwa akan merasakan mati’. Maksud dari redaksi ini bukanlah sekedar pemberitahuan tentang kematian. Karena kalau hanya pemberitahuan, semua orang sudah mengetahuinya, termasuk orang kafir. Penekanan dari ayat itu adalah apa konsekuensi kita untuk menghadapi kematian, yakni haruslah berusaha mati dengan cara terbaik.
Nabi Musa dan Firaun telah merasakan kematian. Dan kita menginginkan kematian seperti halnya nabi Musa, bukan Firaun. Tidak sedikit manusia saat ini matinya mirip Firaun. Dia baru mengenal Alloh dan taubat saat ajal sudah menjemput, dan tiada berarti di sisi Alloh.
Nabi Muhamad dan abu Jahal pun telah mengalami kematian. Dan kita menginginkan kematian seperti nabi Muhammad. Seluruh kehidupannya diisi dengan ibadah, dakwah, dan jihad, bukan seperti Abu jahal yang hanya mengejar kekuasaan. Abu bakar, Ustman dan Qorun sama-sama diberi karunia harta melimpah. Dan kita menginginkan kematian bukan seperti Qorun. Dia dan kekayaannya mati ditenggelamkan ke bumi.
#2. Sesungguhnya Balasan sempurna tempatnya di hari Qiamat
Balasan yang sempurna, adil dan mutlaq hanya ada di hari qiamat. Aksioma ini sudah cukup jelas dan tidak perlu dipikir panjang. Alloh menyatakan dalam QS al-Fatihah sebagai “Maaliki Yaumiddin” (Raja Hari Pembalasan / Akhirat), bukan raja Dunia. Di dunia ada juga balasan, namun balasannya belum utuh, karena dunia bukanlah negeri balasan. Statusnya hanyalah negeri ujian.
Adakalanya kita bertanya, kenapa orang yang rajin sholat hidupnya miskin, sementara yang jarang sholat hidupnya kaya?. Pertanyaan ini muncul karena kita masih salah persepsi tentang pahala. Seolah-olah pahala di bayar cash dan utuh di dunia. Padahal, sebenarnya pahala yang hakiki hanyalah di akhirat kelak.
#3. Kesuksesan Hakiki Pasti Benar Ukurannya Kalau Sudah Masuk Surga
Dalam ayat di atas, Alloh mengunakan “kata lampau” untuk menyatakan bahwa sukses yang hakiki adalah kalau masuk surga. Padahal kejadian masuk surga belum terjadi (Masa Depan). Ini bermakna sebuah KEPASTIAN yang tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Umumnya, manusia menganggap kesuksesan diukur dengan kekuasaan dan kekayaan semata. Itu semua salah, dunia dan amal sholeh haruslah dibuat sebagai sarana membangun kehidupan akhirat.
Selanjutnya, Alloh menggunakan istilah “juhjiha”, untuk menyatakan “dijauhkan dari neraka”, bukan kata ‘ba’id’ yang umumnya dipakai untuk menyatakan kata ‘jauh’. Ini mengindikasikan, daya tarik neraka sangatlah dahsyat dan luar biasa. Butuh kekuatan lebih untuk menyelamatkan diri dan keluarga dari api neraka.
#4. Kehidupan Dunia Adalah Kesenangan yang Menipu
Ayat diatas di awali dengan kematian dan ditutup dengan kehidupan dunia. Ini memberikan pilihan, apakah kita mau memilih kebahagiaan yang sesungguhnya atau yang menipu. Kehidupan dunia atau akhirat. Alloh menggunakan kata Mata’ untuk mendeskripsikan kehidupan dunia. Yakni, sesuatu yang disenangi manusia, tetapi akan hilang sedikit demi sedikit.
Pelajaran Penting dari Pembukaan Surat ABASA (Bermuka Masam)
Salah satu surat dalam al-Quran adalah ABASA, artinya bermuka masam. Ayat pembukaannya adalah sebagai berikut:
1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, 2. karena telah datang seorang buta kepadanya. 3. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). 4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?…
Kata ABASA, yang berarti BERMUKA MASAM, menjadi nama dari keseluruhan surat ini. Dalam ilmu al-Quran, nama surat adalah sesuatu yang ditentukan langsung oleh Alloh, bukan hasil ijtihad nabi ataupun sahabat. Sehingga, kita bisa memperkirakan, pasti ada pelajaran penting yang bisa kita ambil dari istilah atau peristiwa yang terkait dengan ABASA (Bermuka Masam) itu. Dan karena surat ABASA termasuk Makiyyah, maka pelajaran yang kita ambil lebih terkait dengan pengembangan persepsi / mindset (aqidah) dan berperilaku dalam keseharian (Akhlaq).
Salah satu pelajaran itu adalah sebagai berikut:
1. Hakikat Timbangan / Tolak ukur / Paradigma / Barometer yang Mutlak
Sebab turunnya ayat di atas, saat rosul sedang menyampaikan islam di hadapan pimpinan elit kaum qurisy, tiba-tiba datanglah seorang buta, dan bertanya, “Ya rosul, ajari aku dari sebagian yang engkau telah diajari Alloh!”. Nabi tidak menjawab karena beliau sedang sibuk menghadapi kaum elit quraisy. Nabi bermuka masam dan berpaling dari orang buta itu. Dan karenanya, nabi ditegur Alloh SWT.
Berdasarkan keterangan di atas, kita bisa mengambil pelajaran bahwa timbangan / tolak ukur / paradigma / Barometer yang hakikat, datangnya dari Alloh SWT, bukan hasil ijtihad manusia, atau nabi sekalipun. Hal ini sangatlah penting terutama dalam menentukan sikap / prioritas yang perlu kita ambil.
Berdasarkan ukuran logika biasa, sikap nabi yang memprioritaskan kaum elit Quraisy dibandingkan orang buta sangatlah dimaklumi. Karena jika kaum elit tersebut berhasil masuk Islam, maka akan berdampak signifikan untuk kesuksesan dakwah di masa depan. Ternyata, Alloh berkata lain. Alloh menegur nabi agar lebih memperhatikan orang buta yang memiliki totalitas hidup buat agama dibanding kaum elit tersebut. Kenapa?, karena yang menjadi barometer Alloh bukanlah strata sosial, namun kualitas komitmen diri terhadap dakwah.
Sebagai manusia kita diberikan karunia berupa akal yang bisa digunakan untuk ijtihad. Namun, jika berhadapan dengan wahyu ilahi, maka akal itu harus tunduk kepadanya. Artinya, tidak ada ijtihad ditempat yang sudah ada dalil (nash)-nya.
#2. Urgensi Teguran dalam Pendidikan
Pelajaran kedua yang bisa kita ambil pelajaran adalah, teguran merupakan sarana pembinaan untuk menjadi lebih baik. Selain ayat diatas, dalam ayat lain Alloh SWT menegur Nabi Muhammad untuk beberapa perkara. Alloh menegur nabi, saat beliau tidak akan makan madu demi menyenangkan istrinya (QS Attahrim) dan Alloh menegur nabi saat beliau mengizinkan orang munafiq tidak ikut perang (QS Attaubah).
Secara logika, manusia terbaik saja ditegur Alloh dan disampaikan ke seluruh dunia sepanjang masa, apalagi kita. Jadi, akan menjadi masalah, jika kita tidak memiliki kesiapan menerima teguran apalagi teguran yang datangnya dari Alloh SWT dan Nabi.
#3. Menegur Bukan Untuk Mengadili
Teguran yang disampaikan Alloh dalam ayat diatas sangatlah tegas, namun disampaikan dengan indah dan penuh kelembutan. Tidak bersifat mengadili dan mempermalukan. Di awal ayat, Alloh menggunakan orang ketiga untuk menyatakan bermuka masam, “Dia (Muhammad) bermuka masam”, bukan menggunakan kata KAMU. Baru di ayat ketiga Alloh menggunakan kata KAMU (Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya). Begitupula saat Alloh menegur dalam ayat lain, DIA menggunakan kalimat WAHAI Nabi, bukan kalimat langsung, KAMU.
Pelajaran yang bisa kita ambil, saat menegur orang, awalilah dengan panggilan yang baik, agar orang yang ditegur mau menerima teguran kita.
1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, 2. karena telah datang seorang buta kepadanya. 3. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). 4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?…
Kata ABASA, yang berarti BERMUKA MASAM, menjadi nama dari keseluruhan surat ini. Dalam ilmu al-Quran, nama surat adalah sesuatu yang ditentukan langsung oleh Alloh, bukan hasil ijtihad nabi ataupun sahabat. Sehingga, kita bisa memperkirakan, pasti ada pelajaran penting yang bisa kita ambil dari istilah atau peristiwa yang terkait dengan ABASA (Bermuka Masam) itu. Dan karena surat ABASA termasuk Makiyyah, maka pelajaran yang kita ambil lebih terkait dengan pengembangan persepsi / mindset (aqidah) dan berperilaku dalam keseharian (Akhlaq).
Salah satu pelajaran itu adalah sebagai berikut:
1. Hakikat Timbangan / Tolak ukur / Paradigma / Barometer yang Mutlak
Sebab turunnya ayat di atas, saat rosul sedang menyampaikan islam di hadapan pimpinan elit kaum qurisy, tiba-tiba datanglah seorang buta, dan bertanya, “Ya rosul, ajari aku dari sebagian yang engkau telah diajari Alloh!”. Nabi tidak menjawab karena beliau sedang sibuk menghadapi kaum elit quraisy. Nabi bermuka masam dan berpaling dari orang buta itu. Dan karenanya, nabi ditegur Alloh SWT.
Berdasarkan keterangan di atas, kita bisa mengambil pelajaran bahwa timbangan / tolak ukur / paradigma / Barometer yang hakikat, datangnya dari Alloh SWT, bukan hasil ijtihad manusia, atau nabi sekalipun. Hal ini sangatlah penting terutama dalam menentukan sikap / prioritas yang perlu kita ambil.
Berdasarkan ukuran logika biasa, sikap nabi yang memprioritaskan kaum elit Quraisy dibandingkan orang buta sangatlah dimaklumi. Karena jika kaum elit tersebut berhasil masuk Islam, maka akan berdampak signifikan untuk kesuksesan dakwah di masa depan. Ternyata, Alloh berkata lain. Alloh menegur nabi agar lebih memperhatikan orang buta yang memiliki totalitas hidup buat agama dibanding kaum elit tersebut. Kenapa?, karena yang menjadi barometer Alloh bukanlah strata sosial, namun kualitas komitmen diri terhadap dakwah.
Sebagai manusia kita diberikan karunia berupa akal yang bisa digunakan untuk ijtihad. Namun, jika berhadapan dengan wahyu ilahi, maka akal itu harus tunduk kepadanya. Artinya, tidak ada ijtihad ditempat yang sudah ada dalil (nash)-nya.
#2. Urgensi Teguran dalam Pendidikan
Pelajaran kedua yang bisa kita ambil pelajaran adalah, teguran merupakan sarana pembinaan untuk menjadi lebih baik. Selain ayat diatas, dalam ayat lain Alloh SWT menegur Nabi Muhammad untuk beberapa perkara. Alloh menegur nabi, saat beliau tidak akan makan madu demi menyenangkan istrinya (QS Attahrim) dan Alloh menegur nabi saat beliau mengizinkan orang munafiq tidak ikut perang (QS Attaubah).
Secara logika, manusia terbaik saja ditegur Alloh dan disampaikan ke seluruh dunia sepanjang masa, apalagi kita. Jadi, akan menjadi masalah, jika kita tidak memiliki kesiapan menerima teguran apalagi teguran yang datangnya dari Alloh SWT dan Nabi.
#3. Menegur Bukan Untuk Mengadili
Teguran yang disampaikan Alloh dalam ayat diatas sangatlah tegas, namun disampaikan dengan indah dan penuh kelembutan. Tidak bersifat mengadili dan mempermalukan. Di awal ayat, Alloh menggunakan orang ketiga untuk menyatakan bermuka masam, “Dia (Muhammad) bermuka masam”, bukan menggunakan kata KAMU. Baru di ayat ketiga Alloh menggunakan kata KAMU (Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya). Begitupula saat Alloh menegur dalam ayat lain, DIA menggunakan kalimat WAHAI Nabi, bukan kalimat langsung, KAMU.
Pelajaran yang bisa kita ambil, saat menegur orang, awalilah dengan panggilan yang baik, agar orang yang ditegur mau menerima teguran kita.
Rabu, 26 Januari 2011
Ayo..Menjadi Lebih Baik di Tahun 2011
#1. Menghadirkan Pengakuan Banyaknya Dosa
Kesalahan terbesar manusia dalam hidupnya manakala ia merasa sudah banyak beramal, sempurna dan tidak berdosa. Sikap ini tentunya harus dihindari, karena salah satu ciri seseorang yang akan diwarisi surga baginya tatkala ia merasa kurang dan banyak dosa. Rosululloh sebagai orang yang sempurna pun setiap harinya beristighfar minimal 100 kali, ibadahnya luar biasa, bahkan kakinya bengkak karena sholat tahajud.
Merasa banyak dosa dan memperbanyak istighfar merupakan salah satu cara menuju kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Dengannya akan menjadi solusi setiap permasalahan hidup. Saat seseorang mengadu problem hidupnya kepada imam Hasan al-Basri, misalnya belum dikarunia anak, tanah kering karena tidak hujan, dan lain-lain, sang imam selalu memberi solusi ‘perbanyaklah istighfar!’. Kenapa sang imam memberi solusi itu? karena Alloh-lah yang menyampaikan rumus tersebut, sebagaimana terdapat dalam QS Nuh 10-12.
“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai’.
#2. Membuka Diri Menerima Nasehat Orang Lain
Tidak akan maju seseorang yang dalam hidupnya menutup diri dari nasehat orang lain. Biasanya kita kurang cerdas mendeteksi atau mengevaluasi kekurangan diri sendiri dibandingkan orang lain. Untuk itu, jadikanlah nasehat orang lain sebagai sarana untuk memacu diri ke arah yang lebih baik.
Pentingnya menerima nasehat orang lain untuk proses perbaikan diri, bisa kita lihat dari beberapa kisah sahabat di zaman rosulullah. Salah seorang sahabat dipuji rosul di hadapan sahabat lainnya dengan sebutan ‘hamba yang paling baik’. Hati sahabat tersebut berbunga-bunga karena menerima pujian rosul. Namun rosul melanjutkan perkatannya sebagai nasehat penting buat sahabat itu dengan mengatakan, ‘Hamba terbaik kalau seandaikan engkau rajin sholat tahajud’. Maka sejak saat itu, sahabat tidak pernah meninggalkan tahajud, karena ia menerima nasehat rosul.
Begitu pula saat seorang anak yang sedang makan dengan tangan kiri, rosul menasehati, “Wahai anak, sebutlah Alloh, makanlah dengan tangan kanan, dan makan yang dekat denganmu. Sang anak itu pun menerima nasehat nabi dengan tidak melakukan kesalahan itu lagi di kemudian hari. Umar bin Khatab sangat mengapresiasi orang yang memberi tahu kekurangan dirinya, “Sungguh semoga Alloh memberi rahmat kepada yang menghadiahkan aku kekurangan”.
#3. Menghadirkan Kerinduan Terhadap Lingkungan yang Baik
Sarana ketiga untuk menjadi lebih baik adalah dengan menghadirkan lingkungan yang baik buat diri dan keluarga. Seseorang tidak sholeh bukanlah karena ia tidak mau sholeh, namun biasanya karena lingkungan yang tidak mendukung. Untuk itu menciptakan lingkungan yang sholeh patut dilakukan oleh setiap individu.
Seorang ayah sangat berharap anaknya menjadi anak yang sholeh. Namun jangan harap hal itu terwujud kalau suasana rumah tidak kondusif menciptakan anak yang sholeh. Anaknya dibiarkan saja menonton TV yang tidak mendidik, anak jauh dari alunan ayat al-Quran, kurang mengenal sholat dan mesjid, serta menyekolahkan anak ke institusi yang minim pendidikan islam.
#4. Menyikap Permasalahan Secara Proporsional
Hidup selalu dihadapkan dengan permasalahan. Dan adakalanya masalah akan kian banyak dan runyam tatkala menyikapi permasalahan itu secara tidak proporsional. Seorang bijak mengatakan, “Peraslah jeruk sehingga menjadi minuman manis. Semula asam lalu dikasih gula, sehingga menjadi minuman yang menyejukkan dan bermanfaat”.
Orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengubah kekalahan menjadi kemenangan, mengubah kesedihan menjadi kebahagiaan, dan mengubah musibah menjadi keberkahan. Rosulullah diusir untuk hijrah dari tempat kelahiran mekah, tidaklah disikapi sebagai sesuatu kekalahan, namun sebagai sebuah kemenangan. Dengan hijrah, komunitas muslim semakin kuat dan pada akhirnya mampu merebut kembali kota Mekkah. Begitu pula banyak ulama-ulama besar, mereka bisa menghasilkan karya luar biasa untuk peradaban manusia, saat mereka terkurung dalam penjara, terkungkung dalam sumur tua, terusir dari kota kelahiran, bahkan ada yang lumpuh secara fisik.
Menghadapi tahun 2011, mari kita kobarkan semangat dan cita-cita menuju kehidupan yang lebih baik buat diri, keluarga dan orang-orang yang dicintai. Kalau tidak sekarang, mau menunggu sampai kapan?. Bukankah kita selalu menyaksikan, betapa banyak orang yang kita kenal dipanggil ke hadapan-Nya dengan beragam cara. Kematian bisa datang kapan saja. Inilah momentum yang tepat untuk mengeavaluasi dan menata hidup lebih baik di tahun mendatang. Menggapai hidup yang sesuai dengan kehendak dan ridho Alloh, sehingga kita siap dipanggil kapan dan di mana saja.
Kiat Memenangi Pertarungan Melawan Syetan
Sungguh, kehidupan tidak lepas dari pertarungan melawan syetan. Pertarungan yang tiada henti sampai azal menjemput. Pertarungan yang berlaku bagi seluruh manusia tanpa pandang bulu. Hasilnya, manusia bisa menang atau kalah. Syetan pada dasarnya lemah, namun mereka memiliki peluang mengalahkan manusia, andai manusia lebih lemah daripada syetan. Sebaliknya, manusia bisa menang, manakala ia memiliki senjata yang sangat ampuh, yakni senjata IMAN.
Sangatlah berbahaya jika manusia tidak berbekal senjata IMAN. Karena kenyataannya, perang melawan syetan tidaklah berimbang. Syetan dari golongan jin bisa melihat manusia dan mereka saling bekerja sama (bergerombol) satu sama lain. Lalu, adakah kiat agar mampu memenangi pertarungan itu?. Kiatnya adalah sebagiai berikut:
#1. Selalu Memperbaharui Iman kapan dan dimana saja berada.
Sungguh syetan bersemayam dalam hati manusia. Saat manusia berdzikir kepada Alloh, syetan akan berlari. Namun, saat manusia lupa berdzikir, syetan datang kembali membisiki ke jalan kejahatan. Nabi memerintahkan untuk senantiasa memperbaharui iman. Sahabat bertanya bagaimana caranya? Nabi menjawab, perbanyaklah membaca, memahami dan mengamalkan laa ilaha illalloh.
Rosul dan sahabat saja, yang paling benar imannya, selalu memperbaharui iman mereka dengan berbagai cara. Misalnya berzikir, pengajian, sholat jamaah, jihad, dan lain sebagainya. Tidak ada waktu yang tersisa, untuk memberikan kesempatan syetan menjegal kehidupan kita. Hadirkanlah selalu iman kapan dan dimana kita berada. Iman tidak hanya hadir di mesjid, namun ia hadir dimana-mana dalam aspek kehidupan.
Kita patut belajar dari kisah dialog antara pengembala kambing dengan Umar bin Khatab. Seorang pengembala sapi yang notabene memiliki tingkat intelektual yang relatif rendah, namun memiliki nuansa keimanan yang sangat tinggi. Saat pengembala dites keimananannya oleh sahabat Umar bin Khatam untuk dibeli kambingnya. Umar berkata, “Bilang saja kepada majikanmu, kambing dimakan serigala”. Pengembala pun berkata, “Dimana Alloh?”. Mendengar jawaban ini, Umar pun menangis.
2.Mentadabburi al-Quran
Kiat kedua untuk memenangi pertarungan dengan syetan adalah mentadabrui al-Quran. Dalam berbagai ayat al-Quran, dikatakan bahwa merenungi dan menghayati al-Quran akan berkorelasi dengan penambahan iman dan otomatis syetan akan menjauh. Ketika berinteraksi dengan al-Quran, maka iman akan bertambah. Dan inilah yang membedakan antara orang beriman dengan munafiq. Orang iman akan bertambah imannya, sementara orang munafik bertambah penyakit nifaqnya, sampai mati dalam keadaan kafir.
Attaubah 124.
“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafiq) ada yang berkata, “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira”.
Jadi, merenungi al-Quran merupakan kebutuhan yang lebih besar dibandingkan makan dan minum. Saat tidak makan, bahaya ektrimnya adalah sakit. Sementara, kalau tidak tadabur al-Quran, konsekwensinya bukan hanya mati secara fisik namun juga hati nurani. Hati akan terkunci untuk menerima nasehat dan akhirnya mati dalam keadaan kafir. Qs Muhammad 24, “Maka tidaklah mereka menghayati al-Quran, ataukah hati mereka sudah terkunci?”
Dalam kondisi hidup yang penuh dengan fitnah, diharuskan kita selalu mentadaburi al-Quran. Karena inilah sumber energi yang akan hadir untuk mengalahkan syetan. Imam Ahmad bin Hambal, seorang sholeh, saat diminta bantuan merukyah seseorang yang kesurupan jin. Sang Imam tidak bersedia datang. Ia cukup mengirimkan sandalnya. Dan syetan pun langsung lari.
3. Komitmen untuk Selalu Berjamaah dengan Orang-orang yang Benar dan Jujur
Kiat ketiga adalah berkomitem untuk selalu berjamaah dengan orang benar dan jujur dalam aqidah, ibadah dan akhlaq. Sebagaimana tercantum dalam QS at-taubah 119. “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar”
Orang yang sendirian akan relatif mudah terperangkap tipu daya syetan dan tenggelam dalam perbuatan haram. Awalnya coba-coba namun akhirnya menjadi kebiasaan. Saat syetan menggoda manusia, sebagian mereka saling mendukung kelompok lainnya, sehingga kalau manusia sendirian, maka syetan akan mudah menjadi pemenang.
Dalam islam, apa saja yang berjamaah, memiliki pahala yang besar, misalnya sholat berjamaah, makan berjamaah, bepergian berjamaah, dan lain-lain. Berjamaah akan memberikan kekuatan dan sinergi satu sama lain. Seorang mukmin akan kuat karena disebabkan saudaranya. Jangan bingung memilih ‘label’ jamaah. Karena dasar pemilihan jamaah berdasar tuntutan al-Quran dan Hadits bukan atas dasar label, namun berdasarkan kriteria yakni mereka yang benar dan jujur.
#4. Memahami Islam secara Mendalam
Kita keempat adalah memahami islam dengan mendalam. Tidak mungkin orang bodoh akan memiliki iman kuat sehingga memenangi pertempuran dengan syetan. Dalam sebuah hadits, “Barangsiapa dikehendaki Alloh baik, maka ia diberi pemahaman islam baik”. Syetan akan menyerah saat berhadapan orang yang berilmu (paham), karena seorang faqih akan mengetahui tipu daya syetan.
Ayat pertama al-quran yang turun menyeru tentang pemahaman (ilmu) bukan solan jihad, sholat, dan ibadah lainnya. Karena semua ibadah tidak akan diterima Alloh SWT kalau tidak didasari ilmu yang dimiliki. Jadi jangan mengikuti sesuatu yang kita tidak mengetahuinya.
Jangan pernah bosan memahami islam, sebagai modal melawan syetan yang tidak pernah berhenti menggoda manusia sampai qiamat. Perbanyak kajian yang didasari kesadaran diri bahwa pertarungan dengan syetan tidak akan pernah berhenti. Dan semoga kita dimudahkan mencintai ilmu al-Quran, Sunah dan bersama orang-orang yang sholeh.
Sangatlah berbahaya jika manusia tidak berbekal senjata IMAN. Karena kenyataannya, perang melawan syetan tidaklah berimbang. Syetan dari golongan jin bisa melihat manusia dan mereka saling bekerja sama (bergerombol) satu sama lain. Lalu, adakah kiat agar mampu memenangi pertarungan itu?. Kiatnya adalah sebagiai berikut:
#1. Selalu Memperbaharui Iman kapan dan dimana saja berada.
Sungguh syetan bersemayam dalam hati manusia. Saat manusia berdzikir kepada Alloh, syetan akan berlari. Namun, saat manusia lupa berdzikir, syetan datang kembali membisiki ke jalan kejahatan. Nabi memerintahkan untuk senantiasa memperbaharui iman. Sahabat bertanya bagaimana caranya? Nabi menjawab, perbanyaklah membaca, memahami dan mengamalkan laa ilaha illalloh.
Rosul dan sahabat saja, yang paling benar imannya, selalu memperbaharui iman mereka dengan berbagai cara. Misalnya berzikir, pengajian, sholat jamaah, jihad, dan lain sebagainya. Tidak ada waktu yang tersisa, untuk memberikan kesempatan syetan menjegal kehidupan kita. Hadirkanlah selalu iman kapan dan dimana kita berada. Iman tidak hanya hadir di mesjid, namun ia hadir dimana-mana dalam aspek kehidupan.
Kita patut belajar dari kisah dialog antara pengembala kambing dengan Umar bin Khatab. Seorang pengembala sapi yang notabene memiliki tingkat intelektual yang relatif rendah, namun memiliki nuansa keimanan yang sangat tinggi. Saat pengembala dites keimananannya oleh sahabat Umar bin Khatam untuk dibeli kambingnya. Umar berkata, “Bilang saja kepada majikanmu, kambing dimakan serigala”. Pengembala pun berkata, “Dimana Alloh?”. Mendengar jawaban ini, Umar pun menangis.
2.Mentadabburi al-Quran
Kiat kedua untuk memenangi pertarungan dengan syetan adalah mentadabrui al-Quran. Dalam berbagai ayat al-Quran, dikatakan bahwa merenungi dan menghayati al-Quran akan berkorelasi dengan penambahan iman dan otomatis syetan akan menjauh. Ketika berinteraksi dengan al-Quran, maka iman akan bertambah. Dan inilah yang membedakan antara orang beriman dengan munafiq. Orang iman akan bertambah imannya, sementara orang munafik bertambah penyakit nifaqnya, sampai mati dalam keadaan kafir.
Attaubah 124.
“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafiq) ada yang berkata, “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira”.
Jadi, merenungi al-Quran merupakan kebutuhan yang lebih besar dibandingkan makan dan minum. Saat tidak makan, bahaya ektrimnya adalah sakit. Sementara, kalau tidak tadabur al-Quran, konsekwensinya bukan hanya mati secara fisik namun juga hati nurani. Hati akan terkunci untuk menerima nasehat dan akhirnya mati dalam keadaan kafir. Qs Muhammad 24, “Maka tidaklah mereka menghayati al-Quran, ataukah hati mereka sudah terkunci?”
Dalam kondisi hidup yang penuh dengan fitnah, diharuskan kita selalu mentadaburi al-Quran. Karena inilah sumber energi yang akan hadir untuk mengalahkan syetan. Imam Ahmad bin Hambal, seorang sholeh, saat diminta bantuan merukyah seseorang yang kesurupan jin. Sang Imam tidak bersedia datang. Ia cukup mengirimkan sandalnya. Dan syetan pun langsung lari.
3. Komitmen untuk Selalu Berjamaah dengan Orang-orang yang Benar dan Jujur
Kiat ketiga adalah berkomitem untuk selalu berjamaah dengan orang benar dan jujur dalam aqidah, ibadah dan akhlaq. Sebagaimana tercantum dalam QS at-taubah 119. “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar”
Orang yang sendirian akan relatif mudah terperangkap tipu daya syetan dan tenggelam dalam perbuatan haram. Awalnya coba-coba namun akhirnya menjadi kebiasaan. Saat syetan menggoda manusia, sebagian mereka saling mendukung kelompok lainnya, sehingga kalau manusia sendirian, maka syetan akan mudah menjadi pemenang.
Dalam islam, apa saja yang berjamaah, memiliki pahala yang besar, misalnya sholat berjamaah, makan berjamaah, bepergian berjamaah, dan lain-lain. Berjamaah akan memberikan kekuatan dan sinergi satu sama lain. Seorang mukmin akan kuat karena disebabkan saudaranya. Jangan bingung memilih ‘label’ jamaah. Karena dasar pemilihan jamaah berdasar tuntutan al-Quran dan Hadits bukan atas dasar label, namun berdasarkan kriteria yakni mereka yang benar dan jujur.
#4. Memahami Islam secara Mendalam
Kita keempat adalah memahami islam dengan mendalam. Tidak mungkin orang bodoh akan memiliki iman kuat sehingga memenangi pertempuran dengan syetan. Dalam sebuah hadits, “Barangsiapa dikehendaki Alloh baik, maka ia diberi pemahaman islam baik”. Syetan akan menyerah saat berhadapan orang yang berilmu (paham), karena seorang faqih akan mengetahui tipu daya syetan.
Ayat pertama al-quran yang turun menyeru tentang pemahaman (ilmu) bukan solan jihad, sholat, dan ibadah lainnya. Karena semua ibadah tidak akan diterima Alloh SWT kalau tidak didasari ilmu yang dimiliki. Jadi jangan mengikuti sesuatu yang kita tidak mengetahuinya.
Jangan pernah bosan memahami islam, sebagai modal melawan syetan yang tidak pernah berhenti menggoda manusia sampai qiamat. Perbanyak kajian yang didasari kesadaran diri bahwa pertarungan dengan syetan tidak akan pernah berhenti. Dan semoga kita dimudahkan mencintai ilmu al-Quran, Sunah dan bersama orang-orang yang sholeh.
Meneladani Upaya Para Sahabat Menggapai Surga.
Tak ada satupun manusia di dunia ini yang menginginkan kerugian atau kegagalan. Sebaliknya, pasti mendambakan kesuksesan. Dalam Islam, indikator hidup sukses seseorang yang hakiki tidaklah diukur dari harta, pangkat dan kedudukan di dunia, melainkan apakah ia masuk surga atau tidak saat di akhirat kelak. Hal ini tercermin dalam QS Ali Imran 185. “…Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka, dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh dia memperoleh kemenangan”.
Saat kita meyakini bahwa sukses hidup yang hakiki adalah masuk surga, maka kita haruslah berusaha untuk menggapainya dengan segala daya upaya serta pengorbanan. Salah satu usaha itu adalah dengan meneladani para sahabat terdahulu yang hidup bersama rosul. Kenapa para sahabat? Karena para sahabatlah orang yang paling tahu dan jujur bagaimana mendapatkan surga. Sehinggga saat kita meneladaninya, maka kita tidak akan tersesat. Begitu pula, saat Alloh SWT menggambarkan sifat-sifat calon penghuni surga dalam ayat-ayat al-Quran, maka yang dimaksudkan adalah sifat para sahabat. Karena saat al-Quran turun, hanya para sahabatlah yang beriman kepada nabi.
Lalu, apa sajakah upaya para sahabat untuk menggapai surga dan kita perlu meneladaninya?. Salah satunya adalah sebagai berikut:
#1. Sahabat Selalu Membangun Iman dan Amal Sholeh
Al-Quran menyebutkan, syarat utama masuk surga adalah iman dan amal sholeh. Para sahabat sehari-harinya disibukkan dengan upaya memprioritaskan iman dan amal sholeh. Ada ungkapan yang terkenal, “Duduklah bersama kami agar kami beriman sesaat”.
Saat kita mengidamkan surga, maka iman haruslah menjadi guru dan komandannya. Apapun profesi kita. Baik sebagai guru, politikus, pengusaha, dan lain sebagainya. Seluruh aktivitas haruslah menjadi aset akhirat, berangkat dari mendahulukan iman dan amal sholeh.
#2. Sahabat Cepat Merespon Panggilan Alloh dan Rosulnya
Para sahabat adalah manusia biasa seperti kita. Mereka berkumpul bersama keluarga. Namun saat panggilan Alloh dan Rosul datang (sholat, jihad, zakat, dakwah, menuntut ilmu, dll) mereka cepat memenuhinya. Sifat mereka tercermin dalam QS al-Anfal 24.
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Alloh dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu..”
Dikisahkan dalam sejarah, ada seorang sahabat berada di rumah bersama istrinya. Tiba-tiba ia mendapat panggilan jihad. Tanpa berpikir panjang, ia lompat dari tempat tidur dan berangkat sembari membawa pedang dan baju perang. Ia tidak sempat ‘mandi besar’ sampai ia meninggal dalam peperangan. Ia diabadikan sebagai sahabat yang dimandikan oleh malaikat.
#3. Sahabat Selalu Terdepan Dalam Kebaikan
Banyak orang berbuat kebaikan, namun sahabat selalu berusaha di garda terdepan. Sifat ini tercermin dalam QS At-taubah 100.
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) di antara orang-orang muhajirin dan ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Alloh. Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnua selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung”.
Para sahabat berusaha maksimal di garda terdepan dalam kebaikan. Tujuannya bukanlah ambisi menjadi penguasa, namun karena mereka memahami orang terdepan dalam kebaikan dan diikuti orang lain akan mendapat pahala lebih dari Alloh.
Dalam kisah perang tabuk. Umar bin Khatab bergegas datang kepada rosul menyerahkan separuh harta bendanya. Ia menginginkan sebagai yang pertama dan tidak mau kalah dari Abu Bakar. Namun, selang berikutnya Abu Bakar pun datang menyerahkan semua hartanya.
#4. Sahabat Berhijrah dan Jihad di Jalan Alloh
Para sahabat rela berkorban jiwa dan harta benda, demi berhijrah mempertahankan aqidah dan menyebarkan risalah islam. Dalam sejarah banyak peristiwa hijrah yang diikuti para sahabat yakni, hijrah Mekah-Madinah, Thaif, Syam, Mesir, Persia Iran, dll. Teladan bagi kita, dianjurkan berhijrah dan jihad sesuai syariat Islam. Hijrah dan Jihad bisa bermakna fisik maupun maknawi. Fisik bermakna perang, sementara maknawi meninggalkan apa yang dilarang agama dan bersungguh-sungguh menjalankan kebaikan.
#5. Sahabat Selalu Menjaga Istiqomah dalam Keimanan
Para sahabat adalah mereka yang berkomitmen terhadap ajaran islam di mana dan kapanpun berada. Tidak hanya di mesjid, namun dalam seluruh kehidupannya. Konsistensinya berakhir sampai ia meninggal dunia. Sifat ini tercermin dalam QS al-fushilat 30.
” Sesungguhnya orang-orang yang berkata,”Tuhan kami adalah Alloh” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata),”Janganlah kamu merasa takut, dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu”.
#6. Sahabat Selalu Memenuhi Janjinya kepada Alloh
Hidup pada hakikatnya adalah janji atau transaksi antara hamba dengan Tuhan-Nya, untuk berjuang di jalan Alloh meskipun dengan pengorbanan yang mahal baik jiwa maupun harta. Dan sahabat adalah mereka yang memenuhi janji ini. Alloh SWT menggambarkan sifat mereka dalam QS At-taubah 111,
“Sesungguhnya Alloh membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Alloh, sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai janji) yang benar dari Alloj di dalam Taurat, InjilN dan al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Alloh? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itu kemenangan yang agung”.
#7. Sahabat Selalu Dimonitor Guru
Nabi selalu memonitor para sahabat. Nabi senantiasa menanyakan, siapa yang hapal al-Quran, siapa yang ber-shodaqoh, siapa yang tidak sholat berjamaah, dll. Ini mencerminkan bahwa dalam upaya menggapai surga haruslah ada sistem kontrol untuk menjaga semangat keislaman. Banyak cara untuk menciptakan sistem kontrol ini misalnya ikut pengajian dan dekat dengan orang-orang sholeh.
Saat kita meyakini bahwa sukses hidup yang hakiki adalah masuk surga, maka kita haruslah berusaha untuk menggapainya dengan segala daya upaya serta pengorbanan. Salah satu usaha itu adalah dengan meneladani para sahabat terdahulu yang hidup bersama rosul. Kenapa para sahabat? Karena para sahabatlah orang yang paling tahu dan jujur bagaimana mendapatkan surga. Sehinggga saat kita meneladaninya, maka kita tidak akan tersesat. Begitu pula, saat Alloh SWT menggambarkan sifat-sifat calon penghuni surga dalam ayat-ayat al-Quran, maka yang dimaksudkan adalah sifat para sahabat. Karena saat al-Quran turun, hanya para sahabatlah yang beriman kepada nabi.
Lalu, apa sajakah upaya para sahabat untuk menggapai surga dan kita perlu meneladaninya?. Salah satunya adalah sebagai berikut:
#1. Sahabat Selalu Membangun Iman dan Amal Sholeh
Al-Quran menyebutkan, syarat utama masuk surga adalah iman dan amal sholeh. Para sahabat sehari-harinya disibukkan dengan upaya memprioritaskan iman dan amal sholeh. Ada ungkapan yang terkenal, “Duduklah bersama kami agar kami beriman sesaat”.
Saat kita mengidamkan surga, maka iman haruslah menjadi guru dan komandannya. Apapun profesi kita. Baik sebagai guru, politikus, pengusaha, dan lain sebagainya. Seluruh aktivitas haruslah menjadi aset akhirat, berangkat dari mendahulukan iman dan amal sholeh.
#2. Sahabat Cepat Merespon Panggilan Alloh dan Rosulnya
Para sahabat adalah manusia biasa seperti kita. Mereka berkumpul bersama keluarga. Namun saat panggilan Alloh dan Rosul datang (sholat, jihad, zakat, dakwah, menuntut ilmu, dll) mereka cepat memenuhinya. Sifat mereka tercermin dalam QS al-Anfal 24.
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Alloh dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu..”
Dikisahkan dalam sejarah, ada seorang sahabat berada di rumah bersama istrinya. Tiba-tiba ia mendapat panggilan jihad. Tanpa berpikir panjang, ia lompat dari tempat tidur dan berangkat sembari membawa pedang dan baju perang. Ia tidak sempat ‘mandi besar’ sampai ia meninggal dalam peperangan. Ia diabadikan sebagai sahabat yang dimandikan oleh malaikat.
#3. Sahabat Selalu Terdepan Dalam Kebaikan
Banyak orang berbuat kebaikan, namun sahabat selalu berusaha di garda terdepan. Sifat ini tercermin dalam QS At-taubah 100.
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) di antara orang-orang muhajirin dan ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Alloh. Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnua selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung”.
Para sahabat berusaha maksimal di garda terdepan dalam kebaikan. Tujuannya bukanlah ambisi menjadi penguasa, namun karena mereka memahami orang terdepan dalam kebaikan dan diikuti orang lain akan mendapat pahala lebih dari Alloh.
Dalam kisah perang tabuk. Umar bin Khatab bergegas datang kepada rosul menyerahkan separuh harta bendanya. Ia menginginkan sebagai yang pertama dan tidak mau kalah dari Abu Bakar. Namun, selang berikutnya Abu Bakar pun datang menyerahkan semua hartanya.
#4. Sahabat Berhijrah dan Jihad di Jalan Alloh
Para sahabat rela berkorban jiwa dan harta benda, demi berhijrah mempertahankan aqidah dan menyebarkan risalah islam. Dalam sejarah banyak peristiwa hijrah yang diikuti para sahabat yakni, hijrah Mekah-Madinah, Thaif, Syam, Mesir, Persia Iran, dll. Teladan bagi kita, dianjurkan berhijrah dan jihad sesuai syariat Islam. Hijrah dan Jihad bisa bermakna fisik maupun maknawi. Fisik bermakna perang, sementara maknawi meninggalkan apa yang dilarang agama dan bersungguh-sungguh menjalankan kebaikan.
#5. Sahabat Selalu Menjaga Istiqomah dalam Keimanan
Para sahabat adalah mereka yang berkomitmen terhadap ajaran islam di mana dan kapanpun berada. Tidak hanya di mesjid, namun dalam seluruh kehidupannya. Konsistensinya berakhir sampai ia meninggal dunia. Sifat ini tercermin dalam QS al-fushilat 30.
” Sesungguhnya orang-orang yang berkata,”Tuhan kami adalah Alloh” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata),”Janganlah kamu merasa takut, dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu”.
#6. Sahabat Selalu Memenuhi Janjinya kepada Alloh
Hidup pada hakikatnya adalah janji atau transaksi antara hamba dengan Tuhan-Nya, untuk berjuang di jalan Alloh meskipun dengan pengorbanan yang mahal baik jiwa maupun harta. Dan sahabat adalah mereka yang memenuhi janji ini. Alloh SWT menggambarkan sifat mereka dalam QS At-taubah 111,
“Sesungguhnya Alloh membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Alloh, sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai janji) yang benar dari Alloj di dalam Taurat, InjilN dan al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Alloh? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itu kemenangan yang agung”.
#7. Sahabat Selalu Dimonitor Guru
Nabi selalu memonitor para sahabat. Nabi senantiasa menanyakan, siapa yang hapal al-Quran, siapa yang ber-shodaqoh, siapa yang tidak sholat berjamaah, dll. Ini mencerminkan bahwa dalam upaya menggapai surga haruslah ada sistem kontrol untuk menjaga semangat keislaman. Banyak cara untuk menciptakan sistem kontrol ini misalnya ikut pengajian dan dekat dengan orang-orang sholeh.
Selasa, 25 Januari 2011
Jagalah IMAN selamanya..
Tidak henti-hentinya kita bersyukur kepada Alloh SWT atas karunia yang telah dianugerahkan-Nya. Dialah Alloh yang telah memberikan kita modal software dan hardware untuk mengarungi kehidupan, mulai dari naluri atau insting, akal dan pikiran, sampai diturunkannya Agama sebagai pedoman setiap manusia.
Bicara mengenai pedoman hidup berupa agama, Alloh berfirman dalam QS al-Maidah 3, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku-ridhoi islam itu jadi agama bagimu”.
Melalui firman ini, Alloh menekankan bahwasanya risalah agama dan diturunkannya kitab suci sudahlah usai, sehingga kita tidak memerlukan keyakinan lain di luar islam dan al-Quran. Keimanan terhadap kitab Jabur, Taurat, dan Injil hanyalah sebatas lidah dan hati, tidak perlu dengan amal keseharian. Rosululloh pernah berkata, andaikata Musa hidup saat al-Quran diturunkan, maka dia akan mengatakan, tidak ada kewajiban selain tunduk kepada al-Quran. Kita tidak memerlukan nabi siapapun dan apapun setelah nabi Muhamad. Andaikata kita meyakini masih ada kerasulan, maka itu merupakan pembangkangan terhadap al-Quran dan nabi.
Melalui firman ini, Alloh menekankan juga bahwa ajaran islam sudahlah final. Sehingga menjadi kewajiban kita saat ini untuk menjaga dan mengamalkannya dengan penuh ketulusan.
Dalam perjalanan mengawal ajaran islam yang luhur ini, tidaklah semudah diucapkan. Diperlukan kewaspadaan yang tinggi terhadap gangguan syetan, baik dari golongan jin maupun manusia. Kita telah mengetahui, bahwa dalam sejarah kehidupan manusia, syetan telah membangkang kepada Alloh SWT. Dia berjanji akan merayu, membujuk dan membisikan manusia agar berpindah ke selain kiblat dan falsafah islam.
Dalam QS Al araf 16-17, diterangkan, “Iblis menjawab, “karena engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at).
Merujuk ayat ini, kita harus waspada bahwasanya iman yang lurus akan selalu dibelokkan oleh godaan syetan. Diperlukan ketahanan untuk menyelamatkan diri, keluarga serta anak dari gangguan tidak bertanggung jawab ini, karena kita tidak mengerti apa yang akan terjadi dengan anak cucu kita.
Untuk itulah, perlu komitmen yang istiqomah dalam beragama. Perlu iman yang baik dan benar sebagai fondasi strategis dalam mengarungi kehidupan. Iman yang menghadirkan rasa pengawasan dan takut kepada Alloh, dan rasa tidak aman terhadap siksanya. Iman yang disertai ilmu yang mantap. Sehingga melahirkan amaliyah yang sesuai tuntutan Alloh dan rosul-Nya. Para Sahabat bertanya kepada rosul, berikan aku tips sehingga tidak membutuhkan pedoman-pedoman lain, rosul menjawab, katakan iman kepada Alloh kemudian istiqomah.
Bagi mereka yang sukses memegang teguh keimanannya sampai hayat menjemputnya, malaikat akan turun menemuinya. Melaikat menyampaikan kabar, wahai hamba Alloh yang baik, tidak perlu takut, dan jangan sedih meninggalkan dunia. Bergembiralah dengan surga.
Beristiqomahlah dengan mantap. Janganlah meniru pemikiran atau paham tertentu yang menyimpang. Rosul pernah mengingatkan, Inginkah aku sampaikan orang yang rugi di dunia?. Amalannya sia-sia, sementara ia menganggap dirinya sudah baik?. Mereka adalah orang yang kufur, orang yang riya dan orang yang menyimpang. Mereka akan menjadi salah satu korban iblis, dan akan menyesal saat iblis yang mengganggunya melepas diri di hadapan Alloh di akhirat kelak.
Untuk itulah, jaga dan kawallah aqidah kita. Hidup kita sebentar. Umur kita singkat. Janganlah bermain-main dengan aqidah. Memohon dan berharaplah kepada Alloh, agar sisa hidup kita selalu ada dalam bimbingan dan tuntunan-Nya.
Bicara mengenai pedoman hidup berupa agama, Alloh berfirman dalam QS al-Maidah 3, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku-ridhoi islam itu jadi agama bagimu”.
Melalui firman ini, Alloh menekankan bahwasanya risalah agama dan diturunkannya kitab suci sudahlah usai, sehingga kita tidak memerlukan keyakinan lain di luar islam dan al-Quran. Keimanan terhadap kitab Jabur, Taurat, dan Injil hanyalah sebatas lidah dan hati, tidak perlu dengan amal keseharian. Rosululloh pernah berkata, andaikata Musa hidup saat al-Quran diturunkan, maka dia akan mengatakan, tidak ada kewajiban selain tunduk kepada al-Quran. Kita tidak memerlukan nabi siapapun dan apapun setelah nabi Muhamad. Andaikata kita meyakini masih ada kerasulan, maka itu merupakan pembangkangan terhadap al-Quran dan nabi.
Melalui firman ini, Alloh menekankan juga bahwa ajaran islam sudahlah final. Sehingga menjadi kewajiban kita saat ini untuk menjaga dan mengamalkannya dengan penuh ketulusan.
Dalam perjalanan mengawal ajaran islam yang luhur ini, tidaklah semudah diucapkan. Diperlukan kewaspadaan yang tinggi terhadap gangguan syetan, baik dari golongan jin maupun manusia. Kita telah mengetahui, bahwa dalam sejarah kehidupan manusia, syetan telah membangkang kepada Alloh SWT. Dia berjanji akan merayu, membujuk dan membisikan manusia agar berpindah ke selain kiblat dan falsafah islam.
Dalam QS Al araf 16-17, diterangkan, “Iblis menjawab, “karena engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at).
Merujuk ayat ini, kita harus waspada bahwasanya iman yang lurus akan selalu dibelokkan oleh godaan syetan. Diperlukan ketahanan untuk menyelamatkan diri, keluarga serta anak dari gangguan tidak bertanggung jawab ini, karena kita tidak mengerti apa yang akan terjadi dengan anak cucu kita.
Untuk itulah, perlu komitmen yang istiqomah dalam beragama. Perlu iman yang baik dan benar sebagai fondasi strategis dalam mengarungi kehidupan. Iman yang menghadirkan rasa pengawasan dan takut kepada Alloh, dan rasa tidak aman terhadap siksanya. Iman yang disertai ilmu yang mantap. Sehingga melahirkan amaliyah yang sesuai tuntutan Alloh dan rosul-Nya. Para Sahabat bertanya kepada rosul, berikan aku tips sehingga tidak membutuhkan pedoman-pedoman lain, rosul menjawab, katakan iman kepada Alloh kemudian istiqomah.
Bagi mereka yang sukses memegang teguh keimanannya sampai hayat menjemputnya, malaikat akan turun menemuinya. Melaikat menyampaikan kabar, wahai hamba Alloh yang baik, tidak perlu takut, dan jangan sedih meninggalkan dunia. Bergembiralah dengan surga.
Beristiqomahlah dengan mantap. Janganlah meniru pemikiran atau paham tertentu yang menyimpang. Rosul pernah mengingatkan, Inginkah aku sampaikan orang yang rugi di dunia?. Amalannya sia-sia, sementara ia menganggap dirinya sudah baik?. Mereka adalah orang yang kufur, orang yang riya dan orang yang menyimpang. Mereka akan menjadi salah satu korban iblis, dan akan menyesal saat iblis yang mengganggunya melepas diri di hadapan Alloh di akhirat kelak.
Untuk itulah, jaga dan kawallah aqidah kita. Hidup kita sebentar. Umur kita singkat. Janganlah bermain-main dengan aqidah. Memohon dan berharaplah kepada Alloh, agar sisa hidup kita selalu ada dalam bimbingan dan tuntunan-Nya.
Senin, 24 Januari 2011
Bekal dalam Menyambut Bulan Ramadhan
Tinggal menunggu hitungan jam kita akan memasuki bulan penuh barokah, Ramadhan mubarok. Tidak terlambat memang, walau hal ini baru rumaysho.com sampaikan karena mengingat beberapa waktu lalu website dalam masa rekontruksi server. Kita akan melihat tiga bekal yang semestinya disiapkan sebelum memasuki bulan Ramadhan yang kami simpulkan dari wejangan para ulama. Tiga bekal tersebut adalah:
Pertama: Bekal ilmu.
Bekal ini amat utama sekali agar ibadah kita menuai manfaat, berfaedah, dan tidak asal-asalan. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,
مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ
"Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan." (Al Amru bil Ma'ruf, hal. 15). Tidak tahu akan hukum puasa, bisa jadi puasa kita rusak. Tidak tahu apa saja hal-hal yang disunnahkan saat puasa, kita bisa kehilangan pahala yang banyak. Tidak tahu jika maksiat bisa mengurangi pahala puasa, kita bisa jadi hanya dapat lapar dan dahaga saja saat puasa. Tidak tahu jika dzikir bareng-bareng entah sehabis shalat lima waktu atau di antara tarawih atau sehabis witir, itu tidak ada dalilnya, akhirnya yang didapat hanya rasa capek karena tidak menuai pahala. Ingatlah syarat diterimanya ibadah bukan hanya ikhlas. Ibadah bisa diterima jika mengikuti tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, alias ada dalilnya. Namun demikianlah masyarakat kita kadang beribadah asal-asalan, asal 'ngikut', yang penting ikhlas katanya, padahal ibadah yang dilakukan tidak ada dalil dan tuntunannya. Apa saja kata pak Kyai, pokoknya 'manut'? Wallahul musta'an. Silakan pembaca rumaysho.com membaca artikel-artikel puasa dan amalan di bulan Ramadhan di web ini. Sudah disajikan di category puasa dan amalan secara lebih lengkap. Semoga dengan ilmu tersebut, ibadah kita menjadi lebih baik dan diterima oleh Allah.
Kedua: Perbanyak taubat.
Inilah yang dianjurkan oleh para ulama kita. Sebelum memasuki bulan Ramadhan, perbanyaklah taubat dan istighfar. Semoga di bulan Ramadhan kita bisa menjadi lebih baik. Kejelekan dahulu hendaklah kita tinggalkan dan ganti dengan kebaikan di bulan Ramadhan. Ingatlah bahwa syarat taubat yang dijelaskan oleh para ulama sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir rahimahullah, “Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya/ mengembalikannya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14:61). Inilah yang disebut dengan taubat nashuha, taubat yang tulus dan murni. Moga Allah menerima taubat-taubat kita sebelum memasuki waktu barokah di bulan Ramadhan sehingga kita pun akan mudah melaksanakan kebaikan.
Di antara do'a untuk meminta segala ampunan dari Allah adalah do'a berikut ini:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى خَطِيئَتِى وَجَهْلِى وَإِسْرَافِى فِى أَمْرِى وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّى اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى جِدِّى وَهَزْلِى وَخَطَئِى وَعَمْدِى وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِى
“Allahummagh-firlii khothii-atii, wa jahlii, wa isrofii fii amrii, wa maa anta a’lamu bihi minni. Allahummagh-firlii jiddi wa hazlii, wa khotho-i wa ‘amdii, wa kullu dzalika ‘indii” (Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kejahilanku, sikapku yang melampaui batas dalam urusanku dan segala hal yang Engkau lebih mengetahui hal itu dari diriku. Ya Allah, ampunilah aku, kesalahan yang kuperbuat tatkala serius maupun saat bercanda dan ampunilah pula kesalahanku saat aku tidak sengaja maupn sengaja, ampunilah segala kesalahan yang kulakukan) (HR. Bukhari no. 6398 dan Muslim no. 2719).Catatan penting yang mesti kami sampaikan. Mungkin selama ini tersebar sms maaf-maafkan di tengah-tengah kaum muslimin menjelang Ramadhan. Ingat bahwa meminta maaf itu memang disyariatkan terhadap sesama apalagi ketika berbuat salah, betul memang bentuk taubatnya adalah minta dimaafkan. Namun bukan jadi kelaziman setiap orang harus minta maaf, padahal tidak ada salah apa-apa. Apalagi kelirunya lagi jika hal ini dianggap kurang afdhol jika tidak dijalani menjelang Ramadhan. Hanya Allah yang beri taufik.
Ketiga: Banyak memohon kemudahan dari Allah.
Selain dua hal di atas, kita juga harus pahami bahwa untuk mudah melakukan kebaikan di bulan Ramadhan, itu semua atas kemudahan dari Allah. Jika kita terus pasrahkan pada diri sendiri, maka ibadah akan menjadi sulit untuk dijalani. Karena diri ini sebenarnya begitu lemah. Oleh karena itu, hendaklah kita banyak bergantung dan tawakkal pada Allah dalam menjalani ibadah di bulan Ramadhan. Terus memohon do'a pada Allah agar kita mudah menjalankan berbagai bentuk ibadah baik shalat malam, ibadah puasa itu sendiri, banyak berderma, mengkhatamkan atau mengulang hafalan Qur'an dan kebaikan lainnya.
Do'a yang bisa kita panjatkan untuk memohon kemudahan dari Allah adalah sebagai berikut.
اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
“Allahumma laa sahla illa maa ja’altahu sahlaa, wa anta taj’alul hazna idza syi’ta sahlaa” [artinya: Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah]. (Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya 3:255. Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi ‘Umar, Ibnus Suni dalam ‘Amal Yaum wal Lailah).اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ
"Allahumma inni as-aluka fi'lal khoiroot wa tarkal munkaroot." (Ya Allah, aku memohon pada-Mu agar mudah melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran). (HR. Tirmidzi no. 3233, shahih menurut Syaikh Al Albani).Semoga Allah menjadikan Ramadhan kita lebih baik dari sebelumnya. Marilah kita menyambut Ramadhan mubarok dengan suka cita, diiringi ilmu, taubat dan perbanyak do'a kemudahan.
Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat.
Wallahu waliyyut taufiq.
Minggu, 23 Januari 2011
Amalan-amalan ketika Berbuka Puasa
Pertama: Menyegerakan berbuka puasa.
Yang dimaksud menyegerakan berbuka puasa, bukan berarti kita berbuka sebelum waktunya. Namun yang dimaksud adalah ketika matahari telah tenggelam atau ditandai dengan dikumandangkannya adzan Maghrib, maka segeralah berbuka. Dan tidak perlu sampai selesai adzan atau selesai shalat Maghrib. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098)Dalam hadits yang lain disebutkan,
لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُجُوْمَ
“Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku (ajaranku) selama tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.” (HR. Ibnu Hibban 8/277 dan Ibnu Khuzaimah 3/275, sanad shahih). Inilah yang ditiru oleh Rafidhah (Syi’ah), mereka meniru Yahudi dan Nashrani dalam berbuka puasa. Mereka baru berbuka ketika munculnya bintang. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan mereka. (Lihat Shifat Shoum Nabi, 63)Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat Maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat Maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh dan akhlaq dari suri tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada rothb, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.” (HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3/164, hasan shahih)Kedua: Berbuka dengan rothb, tamr atau seteguk air.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik di atas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sangat menyukai berbuka dengan rothb (kurma basah) karena rothb amat enak dinikmati. Namun kita jarang menemukan rothb di negeri kita karena kurma yang sudah sampai ke negeri kita kebanyakan adalah kurma kering (tamr). Jika tidak ada rothb, barulah kita mencari tamr (kurma kering). Jika tidak ada kedua kurma tersebut, maka bisa beralih ke makanan yang manis-manis sebagai pengganti. Kata ulama Syafi'iyah, ketika puasa penglihatan kita biasa berkurang, kurma itulah sebagai pemulihnya dan makanan manis itu semakna dengannya (Kifayatul Akhyar, 289). Jika tidak ada lagi, maka berbukalah dengan seteguk air. Inilah yang diisyaratkan dalam hadits Anas di atas.
Ketiga: Sebelum makan berbuka, ucapkanlah 'bismillah' agar tambah barokah.
Inilah yang dituntunkan dalam Islam agar makan kita menjadi barokah, artinya menuai kebaikan yang banyak.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
"Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta'ala (yaitu membaca 'bismillah'). Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta'ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”." (HR. Abu Daud no. 3767 dan At Tirmidzi no. 1858, hasan shahih)Dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya bahwa para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلاَ نَشْبَعُ. قَالَ « فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ ». قَالُوا نَعَمْ. قَالَ « فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ »
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?" Beliau bersabda: "Kemungkinan kalian makan sendiri-sendiri." Mereka menjawab, "Ya." Beliau bersabda: "Hendaklah kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi berkah padanya." (HR. Abu Daud no. 3764, hasan). Hadits ini menunjukkan bahwa agar makan penuh keberkahan, maka ucapkanlah bismilah serta keberkahan bisa bertambah dengan makan berjama'ah (bersama-sama).Keempat: Berdo'a ketika berbuka "Dzahabazh zhoma-u ..."
Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَفْطَرَ قَالَ « ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ».
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika telah berbuka mengucapkan: 'Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)'." (HR. Abu Daud no. 2357, hasan). Do'a ini bukan berarti dibaca sebelum berbuka dan bukan berarti puasa itu baru batal ketika membaca do'a di atas. Ketika ingin makan, tetap membaca 'bismillah' sebagaimana dituntunkan dalam penjelasan sebelumnya. Ketika berbuka, mulailah dengan membaca 'bismillah', lalu santaplah beberapa kurma, kemudian ucapkan do'a di atas 'dzahabazh zhoma-u ...'. Karena do'a di atas sebagaimana makna tekstual dari "إِذَا أَفْطَرَ ", berarti ketika setelah berbuka.Catatan: Adapun do’a berbuka, “Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)” Do’a ini berasal dari hadits hadits dho’if (lemah). Begitu pula do’a berbuka, “Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka), Mula ‘Ali Al Qori mengatakan, “Tambahan “wa bika aamantu” adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih. Sehingga cukup do’a shahih yang kami sebutkan di atas (dzahabazh zhomau …) yang hendaknya jadi pegangan dalam amalan.
Kelima: Berdo'a secara umum ketika berbuka.
Ketika berbuka adalah waktu mustajabnya do'a. Jadi janganlah seorang muslim melewatkannya. Manfaatkan moment tersebut untuk berdo'a kepada Allah untuk urusan dunia dan akhirat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terzholimi.” (HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396, shahih). Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7: 194).Keenam: Memberi makan berbuka.
Jika kita diberi kelebihan rizki oleh Allah, manfaatkan waktu Ramadhan untuk banyak-banyak berderma, di antaranya adalah dengan memberi makan berbuka karena pahalanya yang amat besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, hasan shahih)Ketujuh: Mendoakan orang yang beri makan berbuka.
Ketika ada yang memberi kebaikan kepada kita, maka balaslah semisal ketika diberi makan berbuka. Jika kita tidak mampu membalas kebaikannya dengan memberi yang semisal, maka doakanlah ia. Dari 'Abdullah bin 'Umar, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ
"Barangsiapa yang memberi kebaikan untukmu, maka balaslah. Jika engkau tidak dapati sesuatu untuk membalas kebaikannya, maka do'akanlah ia sampai engkau yakin engkau telah membalas kebaikannya." (HR. Abu Daud no. 1672 dan Ibnu Hibban 8/199, shahih)Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi minum, beliau pun mengangkat kepalanya ke langit dan mengucapkan,
اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ أَسْقَانِى
“Allahumma ath’im man ath’amanii wa asqi man asqoonii” [Ya Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku]" (HR. Muslim no. 2055)Kedelapan: Ketika berbuka puasa di rumah orang lain.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disuguhkan makanan oleh Sa’ad bin ‘Ubadah, beliau mengucapkan,
أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُونَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ الأَبْرَارُ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ
“Afthoro ‘indakumush shoo-imuuna wa akala tho’amakumul abroor wa shollat ‘alaikumul malaa-ikah [Orang-orang yang berpuasa berbuka di tempat kalian, orang-orang yang baik menyantap makanan kalian dan malaikat pun mendo’akan agar kalian mendapat rahmat].” (HR. Abu Daud no. 3854 dan Ibnu Majah no. 1747 dan Ahmad 3/118, shahih)Kesembilan: Ketika menikmati susu saat berbuka.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَطْعَمَهُ اللَّهُ الطَّعَامَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ. وَمَنْ سَقَاهُ اللَّهُ لَبَنًا فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَزِدْنَا مِنْهُ
"Barang siapa yang Allah beri makan hendaknya ia berdoa: “Allaahumma baarik lanaa fiihi wa ath'imnaa khoiron minhu” (Ya Allah, berkahilah kami padanya dan berilah kami makan yang lebih baik darinya). Barang siapa yang Allah beri minum susu maka hendaknya ia berdoa: “Allaahumma baarik lanaa fiihi wa zidnaa minhu” (Ya Allah, berkahilah kami padanya dan tambahkanlah darinya). Rasulullah shallallahu wa 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak ada sesuatu yang bisa menggantikan makan dan minum selain susu." (HR. Tirmidzi no. 3455, Abu Daud no. 3730, Ibnu Majah no. 3322, hasan)Kesepuluh: Minum dengan tiga nafas dan membaca 'bismillah'.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كان يشرب في ثلاثة أنفاس إذا أدنى الإناء إلى فيه سمى الله تعالى وإذا أخره حمد الله تعالى يفعل ذلك ثلاث مرات
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa minum dengan tiga nafas. Jika wadah minuman didekati ke mulut beliau, beliau menyebut nama Allah Ta’ala. Jika selesai satu nafas, beliau bertahmid (memuji) Allah Ta’ala. Beliau lakukan seperti ini tiga kali.” (Shahih, As Silsilah Ash Shohihah no. 1277)Kesebelas: Berdoa sesudah makan.
Di antara do’a yang shahih yang dapat diamalkan dan memiliki keutamaan luar biasa adalah do’a yang diajarkan dalam hadits berikut. Dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ. غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath'amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu." (HR. Tirmidzi no. 3458, hasan)Namun jika mencukupkan dengan ucapan “alhamdulillah” setelah makan juga dibolehkan berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allah Ta'ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum” (HR. Muslim no. 2734) An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang mencukupkan dengan bacaan “alhamdulillah” saja, maka itu sudah dikatakan menjalankan sunnah.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17: 51)Demikian beberapa amalan ketika berbuka puasa. Moga yang sederhana ini bisa kita amalkan. Dan moga bulan Ramadhan kita penuh dengan kebaikan dan keberkahan. Wallahu waliyyut taufiq.
Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat.
Jumat, 21 Januari 2011
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud karena iman adalah membenarkan wajibnya puasa dan ganjaran dari Allah ketika seseorang berpuasa dan melaksanakan qiyam ramadhan. Sedangkan yang dimaksud “ihtisaban” adalah menginginkan pahala Allah dengan puasa tersebut dan senantiasa mengharap wajah-Nya." (Syarh Al Bukhari libni Baththol, 7: 22). Intinya, puasa yang dilandasi iman dan ikhlas itulah yang menuai balasan pengampunan dosa yang telah lalu.
Salah seorang ulama di kota Riyadh, Syaikh 'Ali bin Yahya Al Haddady hafizhohullah memberikan faedah tentang hadits di atas:
1. Amalan yang dilakukan seseorang tidaklah manfaat sampai ia beriman kepada Allah dan mengharapkan pahala dari Allah (baca: ikhlas). Jika seseorang melakukan amalan tanpa ada dasar iman seperti kelakuan orang munafik atau ia melakukannya dalam rangka riya' )(ingin dilihat orang lain) atau sum'ah (ingin didengar orang lain) sebagaimana orang yang riya', maka yang diperoleh adalah rasa capek dan lelah saja. Kita berlindungi pada Allah dari yang demikian.
2. Sebagaimana orang yang beramal akan mendapatkan pahala dan ganjaran, maka merupakan karunia Allah ia pun mendapatkan anugerah pengampunan dosa -selama ia menjauhi dosa besar-.
3. Keutamaan puasa Ramadhan bagi orang yang berpuasa dengan jujur dan ikhlas adalah ia akan memperoleh pengampunan dosa yang telah lalu sebagai tambahan dari pahala besar yang tak hingga yang ia peroleh.
4. Sebagaimana ditunjukkan dalam hadits yang lain, pengampunan dosa yang dimaksudkan di sini adalah pengampunan dosa kecil. Adapun pengampunan dosa besar maka itu butuh pada taubat yang khusus sebagaimana diterangkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Di antara shalat yang lima waktu, di antara Jum'at yang satu dan Jum'at yang berikutnya, di antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan berikutnya, maka itu akan menghapuskan dosa di antara dua waktu tadi selama seseorang menjauhi dosa besar." (HR. Muslim).
Semoga amalan puasa kita bisa membuahkan pengampunan dosa yang telah lalu.
Wallahu waliyyut taufiq.
Sabtu, 08 Januari 2011
10 Ciri Akhlak Terpuji
Tepatlah apa yang dikatakan oleh Al-Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin, “Sesungguhnya semua sifat yang ada dalam hati akan lahir pengaruhnya (tandanya) pada anggota manusia, sehingga tidak ada suatu perbuatan pun melainkan semuanya mengikut apa yang ada dalam hati manusia”.
Tingkah laku atau perbuatan manusia mempunyai hubungan yang erat dengan sifat dan pembawaan dalam hatinya. Umpama pokok dengan akarnya. Bermakna, tingkah laku atau perbuatan seseorang akan baik apabila baik akhlaknya, sepertimana pokok, apabila baik akarnya maka baiklah pokoknya. Apabila rosak akar, maka akan rosaklah pokok dan cabangnya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman:
“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”
(Al- A’raf: 58)
Akhlaq yang mulia adalah matlamat utama bagi ajaran Islam. Ini telah dinyatakan oleh Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam dalam hadisnya (yang bermaksud, antara lain:
“Sesungguhnya aku diutuskan hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia”.
Hal ini ditegaskan lagi oleh ayat al-Qur’an dalam firman Allah:
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”
(Al-Qalam: 4)
Juga dalam firman Allah swt. lagi:
Orang –orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi nescaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar dan kepada Allah kembali segala urusan.
(Al Hajj, 22 : 41)
Firman Allah swt. lagi:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak–anak yatim, orang-orang miskin, (yang memerlukan pertolongngan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan solat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
(Al-Baqarah, 2: 177)
Akhlaq yang mulia adalah merupakan tanda dan hasil dari iman yang sebenar. Tidak ada nilai bagi iman yang tidak disertai oleh akhlak. Sebuah athar menyatakan (antara lain, bermaksud):
“Bukanlah iman itu hanya dengan cita – cita tetapi iman itu ialah keyakinan yang tertanam didalam hati dan dibuktikan dengan amalan”
Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam pernah ditanya: Apa itu agama? Baginda menjawab: Kemuliaan akhlaq (Husnul Khulq). Bila ditanya tentang kejahatan, baginda menjawab: Akhlaq yang buruk (Su’ul khalq).
Diriwayatkan dari Annawas bin Sam’an ra. berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang bakti dan dosa, maka jawab Nabi saw. “Bakti itu baik budi pekerti, dan dosa itu ialah semua yang meragukan dalam hati dan tidak suka diketahui orang.” (HR. Muslim)
Abu Darda berkata, “Bersabda Nabi saw, “Tiada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di hari kiamat daripada husnul Khulq (akhlak yang baik).” (HR. At Tirmidzi)
Aisyah ra. Berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin yang dapat mengejar budi pekerti yang baik, darjat orang itu sama seperti orang yang terus menerus berpuasa dan solat malam.” (HR. Abu Daud)
Jabir ra. berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya orang yang sangat saya kasihi dan terdekat denganku pada hari kiamat nanti adalah orang terbaik akhlaknya. Dan orang yang sangat aku benci dan terjauh dariku pada hari kiamat nanti adalah orang yang banyak bicara, sombong dalam pembicaraannya, dan berlagak menunjukan kepandaiannya.” (HR. At Tirmidzi).
Kekuatan akhlak lahir melalui proses panjang yang memerlukan kesediaan untuk sentiasa memberi komitmen dengan nilai-nilai Islam. Seorang ulama menjelaskan thariqah (jalan) untuk membina akhlak islami adalah dengan kemahuan untuk melaksanakan latihan (tadribat) dan pendidikan (tarbiyah). Setiap muslim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi baik atau buruk, masalahnya adalah sejauh mana usaha kita untuk mendisiplinkan diri dengan nilai-nilai dan amalan Islam bagi melahirkan muslim yang berakhlak ampuh. Malangnya keampuhan akhlak inilah yang sering dilupakan. Malah kian rapuh sehingga hilangnya jatidiri muslim hakiki. Justeru menjadi punca lunturnya sinar Islam pada penghujung zaman. Gejala keruntuhan akhlak yang berlegar di sekeliling kita seperti zina hati, mata, lisan dan seumpamanya meruntun jiwa kita selaku pendokong agama. Keruntuhan yang tidak dikawal pada satu tahap yang minima membawa insan kepada bertuhankan nafsu, lantas melupakan terus Pencipta Yang Maha Esa.
Islam adalah ajaran yang benar untuk memperbaiki manusia dan membentuk akhlaknya demi mencapai kehidupan yang baik. Islam memperbaiki manusia dengan cara terlebih dahulu memperbaiki jiwa, membersihkan hati dan menanamkan sifat-sifat terpuji. Islam benar-benar dapat membawa manusia untuk mencapai kebahagiaan, kelapangan dan ketenteraman.
Sebaliknya manusia akan menjadi hina apabila ia merosakkan sifat, pembawaan dan keadaan dalam jiwanya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman :
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(Ar-Ra’d: 11)
Di antara ciri-ciri akhlaq yang sewajarnya menghiasi diri seseorang insan supaya ia menjadi seorang muslim yang benar adalah akhlaq-akhlaq berikut:
1. Bersifat warak dari melakukan perkara-perkara yang syubhat
Seorang muslim mestilah menjauhkan dirinya dari segala perkara yang dilarang oleh Allah dan juga perkara-perkara yang samar-samar di antara halal dan haramnya (syubhat) berdasarkan dari hadith Rasulullah yang berbunyi:
“Daripada Abu Abdullah al-Nu'man ibn Basyer r.a. beliau berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam bersabda: Sesungguhnya yang halal itu nyata (terang) dan haram itu nyata (terang) dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang kesamaran, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa memelihara (dirinya dari) segala yang kesamaran, sesungguhnya ia memelihara agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa jatuh kedalam perkara kesamaran jatuhlah ia kedalam yang haram, seperti seorang pengembala yang mengembala di sekeliling kawasan larangan, hampir sangat (ternakannya) makan di dalamnya. Ketahuilah! Bahawa bagi tiap-tiap raja ada kawasan larangan. Ketahuilah! Bahawa larangan Allah ialah segala yang diharamkan-Nya. Ketahuilah! Bahawa di dalam badan ada seketul daging, apabila ia baik, baiklah badan seluruhnya dan apabila ia rosak, rosakkalah sekeliannya. Ketahuilah! Itulah yang dikatakan hati.
(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Adapun setinggi-tinggi pencapaian darjat wara’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam dalam hadith baginda (antara lain, bermaksud):
“Seorang hamba (Allah) itu tidaklah termasuk dalam martabat golongan muttaqin sehinggalah ia meninggalkan sesuatu perkara yang tidaklah menjadi kesalahan (jika dilakukan tetapi ia meninggalkannya) kerana sikap berhati-hati dari terjerumus ke dalam kesalahan”
2. Memelihara penglihatan.
Seseorang muslim itu mestilah memelihara pandangan daripada melihat perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah kerana pandangan terhadap sesuatu (yang menarik itu) boleh merangsang syahwat dan boleh membawa ke kancah pelanggaran dan maksiat. Sehubungan dengan ini Al-Quranul Karim mengingatkat orang –orang mu’min supaya memelihara diri dari penglihatan yang tidak memberi faedah, firman Allah Subahanu Wata,ala:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
(An-Nur: 30)
Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam pula bersabda (antara lain, bermaksud):
“Pandangan itu ada satu panahan dari panahan iblis”
Baginda juga mengingatkan (antara lain, bermaksud):
“Hendaklah kamu memelihara pandangan kamu, menjaga kehormatan (kemaluan) kamu atau Allah akan menghodohkan wajah kamu.”
(Hadith Riwayat At Tabrani)
3. Memelihara Lidah
Seseorang muslim itu mestilah memelihra lidahnya dari menuturkan kata-kata yng tidak berfaedah, perbualan-perbualan yang buruk dan kotor, percakapan-percakapan kosong, mengumpat, mengeji dan mengadu domba. Imam Nawawi rahimahumullah mengatakan. “ketahuilah, seorang mukallaf itu sewajarnya menjaga lidahnya dari sebarang percakapan kecuali percakapan yang menghasilkan kebaikan. Apabila bercakap dan berdiam diri adalah sama sahaja hasilnya, maka mengikut sunnahnya adalah lebih baik berdiam diri kerana percakapan yang diharuskan mungkin membawa kepada yang haram atau makruh. Kejadian demikian telah banyak berlaku tetapi kebaikan darinya adalah jarang.”
Sebenarnya banyak dari hadith-hadith Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam yang menerangkan keburukan dan bencana lidah ke atas empunya diri (antara lain):
“Tidaklah dihumbankan muka manusia kedalam neraka itu sebagai hasil tuaian (jelek) lidahnya”
(Hadith riwayat Al Tarmizi)
Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam juga bersabda:
“Bukanlah ia seorang mu’min (jika) jika ia suka menuduh, melaknat, bercakap kotor dan keji.”
(Hadith riwayat At Tarmizi)
Sabda baginda lagi:
“Sesiapa yang banyak bercakap, maka banyaklah kesalahannya, sesiapa yang banyak kesalahannya, maka banyaklah dosanya, dan sesiapa yang banyak dosanya, api nerakalah paling layak untuk dirinya.”
(Diriwayatkan oleh Baihaqi)
4. Bersifat Pemalu.
Seorang muslim mestilah bersifat pemalu dalam setiap keadaan. Namun demikian sifat tersebut tidak seharusnya menghalangnya memperkatakan kebenaran. Di antara sifat pemalu seseorang ialah ia tidak masuk campur urusan orang lain, memelihara pandangan, merendah diri, tidak meninggikan suara ketika bercakap, berasa cukup seta memadai sekadar yang ada dan sifat-sifat seumpamanya. Diceritakan dari Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam bahawa baginda adalah seorang yang sangat pemalu, lebih pemalu dari anak gadis yang berada di balik tabir.
Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam bersabda:
“Iman itu mempunyai tujuh puluh cabang atau enam puluh cabang, maka yang paling utama ialah ucapan Lailaha Illallah (Tidak ada Tuhan yang sebenar melainkan Allah) dan yang paling rendah ialah menyingkirkan duri dari jalan. Dan sifat malu ialah satu cabang dari Iman”
Berhubung dengan sifat malu ini para ulama’ mengatakan: “Hakikat malu itu ialah sifat yang menggerakkan seseorang itu meninggalkan kejahatan, dan menghalangnya dari mencuaikan hak orang lain.
5. Bersifat Lembut dan Sabar
Di antara sifat-sifat yang paling ketara yang wajib tertanam di dalam diri seseorang Muslim ialah, sifat sabar dan berlemah lembut kerana kerja-kerja untuk Islam akan berhadapan dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan, malah jalan da’wah sememangnya penuh dengan kepayahan, penyiksaan, penindasan, tuduhan, ejekan dan persendaan yang memalukan. Halangan–halangan ini sering dihadapi oleh para petugas ‘amal Islami sehingga himmah mereka menjadi pudar, gerakan menjadi lumpuh malah mereka mungkin terus berpaling meninggalkan medan da’wah.
Dari keterangan ini jelaslah, tugas dan tanggungjawab seorang pendakwah adalah satu tugas yang amat sukar. Ia bertanggungjawab menyampaikan da’wah kepada seluruh lapisan manusia yang berbeza kebiasaan, taraf pemikiran dan tabi’atnya. Da’i akan menyampaikan da’wahnya kepada orang-orang jahil dan orang-orang ‘alim, orang yang berfikiran terbuka dan yang emosional (sensitif), orang yang mudah bertolak ansur dan yang keras kepala, orang yang tenang dan yang mudah tersinggung. Oleh yang demikian ia wajib menyampaikan da’wah kepada semua golongan itu sesuai dengan kadar kemampuan penerimaan akal mereka. Ia mestilah berusaha menguasai dan memasuki jiwa mereka seluruhnya. Semua ini sudah pasti memerlukan kekuatan dari kesabaran yang tinggi, ketabahan dan lemah lembut.
Oleh itu kita dapati banyak ayat-ayat Al-quran dan hadith Nabi menganjur dan mengarahkan agar seorang da’i itu berakhlak dengan sifat-sifat sabar, lemah lembut dan berhati-hati.
Arahan-arahan Dari Al-Qur’an:
Di antara arahan-arahan al-qur’an ialah:
Firman-firman Allah:
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan”.
(Al-Syura, 42: 43)
“Maafkanlah mereka dengan cara yang baik”
(Al-Hijr, 15: 85)
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”.
(Az-Zumar, 39: 10)
“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada, apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu?”.
(An-Nur, 24 : 22)
“Dan apabila orang-oran jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandungi) keselamatan”.
(Al-Furqan 25 :63)
Arahan-arahan dari hadith-hadith Nabi.
Di antara arahan-arahan dari hadith-hadith Nabi ialah:
Sabda-sabda Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam (yang bermaksud, antara lain):
“Sesungguhnya seorang hamba itu akan mencapai darjat orang-orang yang berpuasa serta bersembahyang malam dengan sifat lemah-lembutnya.”
“Mahukah aku memberitahu kamu suatu perkara yang dengannya, Allah akan memuliakan binaan (kedudukan seseorang) dan mengangkatnya kepada beberapa darjat ketinggian. Mereka menjawab: Ya wahai Rasulullah. Baginda bersabda: “Berlemah-lembutlah kamu terhadap orang jahil, maafkanlah orang yang menzalimi kamu, hulurkanlah pemberian kepada orang yang menahan pemberiannya kepadamu dan sambunglah ikatan silaturrahim terhadap orang yang memutuskannya terhadap kamu.”
“Apabila Allah Subhanahuwata’ala telah menghimpunkan makkhluknya di hari kiamat, penyeru pada hari itu pun menyeru; “Di manakah orang-orang yang mempunyai keistimewaan”. Baginda bersabda: Lalu bangun segolongan manusia dan bilangan mereka adalah sedikit. Mereka semua bergerak dengan cepat memasuki syurga lalu disambut oleh para malaikat. Kemudian mereka ditanya: “Apakah keistimewaan kamu”. Mereka menjawab: “Adalah kami ini apabila dizalimi kami bersabar, apabila dilakukan kejahatan kepada kami, kami berlemah-lembut”, lalu dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu ke dalam syurga kerana ia adalah sebaik-baik ganjaran bagi orang yang beramal”
Contoh-contoh praktikal dari Nabi:
1. Pada hari peperangan Hunain seorang (yang tidak puas hati dengan pembahagian rampasan perang) berkata: “Demi Allah, sesungguhnya ini adalah pembahagian yang tidak adil dan tidak bertujuan mendapat keredhaan Allah”. Setelah diceritakan kepada Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam baginda bersabda:
“Semoga Allah merahmati Nabi Musa kerana ia disakiti lebih dari ini tetapi ia sabar”.
2. Anas Radiyallahu anh telah berkata:
“Pada suatu hari Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam telah memasuki sebuah masjid. Ia memakai kain selendang buatan najran yang kasar buatannya. Tiba-tiba seorang Arab Badwi datang dari arah belakang baginda lalu menarik kain tersebut dari belakang sehingga meninggalkan bekas di leher baginda. Badwi tersebut berkata : “Wahai Muhammad, berikanlah kepada kami harta Allah yang ada di sisimu, lalu Rasulullah berpaling kepadanya dengan wajah yang tersenyum dan baginda bersabda: “Perintahkan kepada yang berkenaan supaya berikan kepadanya.”
3. Abu Hurairah menceritakan:
“Bahawa seorang Arab Badwi telah berkata kepada Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam: “Wahai Muhammad bawalah gandum ke atas dua ekor untaku, kerana kalau engkau buat begitu ia bukan harta engkau dan bukan juga harta bapa engkau”. Kemudian ia menarik kain selendang Rasulullah sehingga meninggalkan kesan kemerahan di leher baginda. Lalu Rasulullah memerintahkan supaya membawa kepada Badwi tersebut seguni gandum dan tamar”.
4. Al-Tabrani menceritakan:
“Bahawa seorang wanita berkata lucah (yakni ucapan yang menimbulkan berahi) kepada sekelompok lelaki, kemudian ia lalu dihadapan Nabi Sallallahu’alaihiwasallam ketika Nabi sedang memakan roti berkuah di atas tanah. Kemudian wanita itu berkata: “Lihatlah kamu kepadanya, ia duduk seperti seorang hamba abdi dan ia makan seperti seorang hamba abdi”.
5. Abu Hurairah radiallahu anh menceritakan:
“Bahawa seorang leleki berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai kaum kerabat yang selalu saya hubungi mereka tetapi mereka semua memutuskan hubungan dengan saya, saya berbuat baik kepada mereka tetapi mereka berbuat jahat terhadap saya, saya berlemah-lembut dengan mereka tetapi mereka bersikap keras terhadap saya.” Lalu baginda bersabda : “Jika sekiranya engkau berbuat seperti yang engkau katakan seolah-olah engkau menjemukan mereka dan engkau tetap akan mendapat pertolongan dari Allah selama engkau berbuat demikian”.
6. Pada suatu ketika datang seorang yahudi menuntut hutang dengan Rasulullah dengan berkata: “Kamu dari Bani Abd.Manaf adalah bangsa yang suka melambat-lambatkan pembayaran hutang”. Ketika itu Umar Ibn Al-Khattab ada bersama dan ia hampir memenggal leher Yahudi itu, lalu Rasulullah berkata kepadanya: “Wahai Umar, sepatutnya engkau menyuruhnya meminta kepadaku dengan cara yang baik dan menuntut aku juga membayar dengan baik”.
7. Diriwyatkan bahawa Nabi Isa Alaihissalam bersama para pengikut setianya (Hawariyyun) dari satu kampung ke satu kampung yang lain kerana berda’wah. Lalu di dalam da’wahnya itu ia bercakap kepada manusia dengan cara yang baik, sebaliknya mereka membalasnya dengan kata-kata yang buruk, kutukan dan maki-hamun. Para pengikut setia itu merasa hairan terhadap tindakan itu lalu mereka bertanya tentang rahsia perbuatan sedemikian. Baginda berkata: “Setiap orang itu mengeluarkan (membelanjakan) apa yang ada padanya”.
Semua peristiwa di atas dan peristiwa lainnya menjadi bukti yang menguatkan lagi tuntutan ke atas para penda’wah supaya bersifat lemah-lembut, sabar dan belapang dada khususnya apabila cabaran-cabaran yang menyakitkan itu datangnya dari kaum kerabat, sahabat-handai, orang-orang yang dikasihi, teman-teman rapat dan saudara mara kerana sifat-sifat lemah-lembut, sabar dan berlapang dada itu akan menghasilkan kasih-sayang, kelembutan hati dan menghapuskan perpecahan serta perbezaan. Cukuplah oleh seorang penda’wah itu mendapat apa yang diredhai oleh Allah.
6. Bersifat Benar dan Jujur.
Seorang muslim itu mestilah bersifat benar dan tidak berdusta. Berkata benar sekalipun kepada diri sendiri kerana takut kepada Allah dan tidak takut kepada celaan orang. Sifat dusta adalah sifat yang paling jahat dan hina malahan ia menjadi pintu masuk kepada tipu daya syaitan. Seorang yang memelihara dirinya dari kebiasaan berdusta bererti ia memiliki pertahanan dan benteng yang dapat menghalang dari was-was syaitan dan lontaran-lontarannya. Berhati-hati dan memelihara diri dari sifat dusta akan menjadikan jiwa seorang itu mempunyai pertahanan dan benteng yang kukuh menghadapi hasutan dan tipu daya syaitan. Dengan demikian jiwa seseorang akan sentiasa bersih, mulia dan terhindar dari tipu daya syaitan. Sebaliknya sifat dusta meruntuhkan jiwa dan membawa kehinaan kepada peribadi insan. Lantaran itu Islam mengharamkan sifat dusta dan menganggap sebagai satu penyakit dari penyakit-penyakit yang dilaknat.
Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam bersabda (yang bermaksud, antara lain):
“Sesungguhnya sifat benar membawa kepada kebajikan dan sesungguhnya kebajikan itu membawa ke syurga. Seseorang yang sentiasa bersifat benar hinggalah dicatat di sisi Allah sebagai seorang yang benar. Dan sesungguhnya sifat dusta itu membawa kepada kezaliman (kejahatan) dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seorang lelaki yang sentiasa berdusta sehinggalah dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta”.
(Muttafaqun ‘alaihi)
7. Bersifat rendah diri
Seseorang mislim mestilah bersifat tawadhu’ atau merendah diri khususnya terhadap saudara-maranya yang muslim dengan cara tidak membezakan (dalam memberi layanan) sama ada yang miskin maupun yang kaya. Rasulullh Sallallahu’alaihiwasallam sendiri memohon perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari sifat-sifat takbur (membangga diri). Baginda bersabda (antara lain, bermaksud):
“Tidak akan memasuki syurga sesiapa yang di dalam hatinya terdapat sebesar zarah (sedikit) sifat takbur.”
(Hadis Riwayat Muslim)
Di dalam hadith qudsi Allah berfirman :
“Kemuliaan itu ialah pakaianKu dan membesarkan diri itu ialah selendangKu. Sesiapa yang cuba merebut salah satu dari keduanya pasti Aku akan menyeksanya”.
(Hadith Qudsi riwayat Muslim)
8. Menjauhi sangka buruk dan mengumpat
Menjauhi sangka buruk dan mengintai-intai keburukan orang lain. Oleh itu seorang itu mestilah menjauhi sifat-sifat ini kerana mematuhi firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebahagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu mengumpat sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi penyayang”.
(Al-Hujurat, 49 : 12)
Allah berfirman lagi:
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”
(Al-Ahzab, 33 : 58)
Dan Rasulullah bersabda (antara lain, bermaksud):
“Wahai golongan yang beriman dengan lidahnya sahaja, sedang iman belum memasuki hatinya, janganlah kamu mengumpat orang-orang Islam yang lain dan janganlah kamu mengintai-intai keburukan mereka, kerana sesiapa yang mengintai-intai keburukan saudaranya, Allah akan membongkar keburukannya sekalipun ia berada di dalam rumahnya.”
(Hadith riwayat Abu Daud)
9. Bersifat pemurah
Seorang muslim mestilah bersifat pemurah, sanggup berkorban dengan jiwa dan harta bendanya pada jalan Allah. Di antara cara yang dapat menyingkap kebakhilan seseorang itu ialah dengan cara memintanya membelanjakan wang ringgit kerana berapa banyak dari kalangan mereka yang berkedudukan, berharta dan berpangkat gugur dari jalan ini, lantaran rakus terhadap mata benda. Di dalam Al-Qur’an Al-Karim sendiri terdapat berpuluh-puluh ayat yang menjelaskan ciri-ciri keimanan yang dikaitkan dengan sifat pemurah.
Diantaranya:
“Orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.”
(Al-Anfal, 8: 3)
“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah) maka pahalanya itu untuk diri kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan kerana mencari keredhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan nescaya kamu akan diberikan pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak dianiayai”.
(Al-Baqarah, 2 : Ayat 272)
Orang-orang yang bakhil atau kikir seharusnya mendengar dan mengambil pelajaran dari pesanan Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam (antara lain, bermaksud):
“Tidak ada suatu haripun yang dilalui oleh seorang hamba kecuali (hari-hari) didatangi oleh dua malaikat lalu seorang darinya berdo’a : “Ya Allah, berikanlah ganti kepada si hamba yang menafkahkan hartanya”. Manakala malaikat yang ke dua berdo’a : “Ya Allah, berikanlah kebinasaan kepada sihamba yang bakhil ini”.
10. Qudwah Hasanah (Suri teladan yang baik)
Selain dari sifat-sifat yang disebutkan di atas, seorang muslim mestilah menjadikan dirinya contoh ikutan yang baik kepada orang ramai. Segala tingkah lakunya adalah menjadi gambaran kepada prinsip-prinsip Islam serta adab-adabnya seperti dalam hal makan minum, cara berpakaian, cara pertuturan, dalam suasana aman, dalam perjalanan malah dalam seluruh tingkah laku dan diamnya. Membina diri menajdi suri teladan merupakan peranan besar yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah saw. Firman Allah swt yang bermaksud:
" Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah " ( Surah al Ahzab : Ayat 21 )
Langganan:
Postingan (Atom)