a. Gerakan 3 A
Usaha pertama kali yang dilakukan Jepang untuk memikat dan mencari
dukungan membantu kemenangannya dalam rangka pembentukan negara
Asia Timur Raya adalah Gerakan 3 A yang mempunyai semboyan Nippon
Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia .
Organisasi tersebut dicanangkan pada bulan April 1942. Gerakan 3 A ini
dipimpin oleh Hihosyi Syimizu (propagandis Jepang) dan Mr. Samsudin
(Indonesia). Untuk mendukung gerakan tersebut dibentuklah barisan pemuda
dengan nama Pemuda Asia Raya di bawah pimpinan Sukarjo
Wiryopranoto dengan menerbitkan surat kabar Asia Raya.
b. Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Gerakan 3 A dianggap tidak efektif sehingga dibubarkan. Pada bulan
Maret 1943 pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
yang dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta,
Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur. Tujuannya memusatkan segala
potensi masyarakat Indonesia untuk membantu Jepang dalam Perang Asia
Pasifik. Bagi Indonesia untuk membangun dan menghidupkan kembali aspirasi
bangsa yang tenggelam akibat imperialisme Belanda.
Untuk mencapi tujuan tersebut maka kegiatan yang harus dilakukan
meliputi menimbulkan dan memperkuat kewajiban dan rasa tanggung jawab
rakyat dalam menghapus pengaruh Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat;
mengambil bagian dalam usaha mempertahankan Asia Raya; memperkuat
rasa persaudaraan Indonesia–Jepang;mengintensifkan pelajaran bahasa
Jepang; memperhatikan tugas dalam bidang sosial ekonomi.
c. Badan Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In)
Cuo Sangi In adalah suatu badan yang bertugas mengajukan usul kepada
pemerintah serta menjawab pertanyaaan mengenai soal-soal politik, dan
menyarankan tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah militer Jepang.
Badan ini dibentuk pada tanggal 1 Agustus 1943 yang beranggotakan 43
orang (semuanya orang Indonesia) dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.
d. Himpunan Kebaktian Jawa (Jawa Hokokai)
Putera oleh pihak Jepang dianggap lebih bermanfaat bagi Indonesia
daripada untuk Jepang. Akibatnya, pada tanggal 1 Januari 1944 Putera
diganti dengan organisasi Jawa Hokokai. Tujuannya adalah untuk menghimpun
kekuatan rakyat dan digalang kebaktiannya. Di dalam tradisi Jepang,
kebaktian ini memiliki tiga dasar, yakni pengorbanan diri, mempertebal persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti. Tiga hal inilah yang
dituntut dari rakyat Indonesia oleh pemerintah Jepang. Dalam kegiatannya,
Jawa Hokokai menjadi pelaksana distribusi barang yang dipergunakan untuk
perang, seperti emas, permata, besi, dan alumunium dan lain-lain yang
dianggap penting untuk perang.
e. Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI)
Satu-satunya organisasi pergerakan nasional yang masih diperkenankan
berdiri pada masa pendudukan Jepang ialah MIAI. Golongan ini memperoleh
kelonggaran karena dinilai paling anti-Barat sehingga akan mudah
dirangkul. MIAI diakui sebagai organisasi resmi umat Islam dengan syarat
harus mengubah asas dan tujuannya. Kegiatannya terbatas pada pembentukan
baitul mal (badan amal) dan menyelenggarakan peringatan harihari
besar keagamaan.
Dalam asas dan tujuan MIAI yang baru ditambahkan kalimat "turut
bekerja dengan sekuat tenaga dalam pekerjaan membangun masyarakat
baru, untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di
bawah pimpinan Dai Nippon". MIAI sebagai organisasi tunggal Islam
golongan Islam, mendapat simpati yang luar biasa dari kalangan umat Islam.
Kegiatan MIAI dirasa sangat membahayakan bagi Jepang sehingga
dibubarkan dan digantikan dengan nama Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi) yang disahkan oleh gunseikan pada tanggal 22 Nopember 1943
dengan K.H. Hasyim Asy'ari sebagai ketuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar