Pada zaman glasial, suhu
bumi makin dingin sehingga sebagian besar
belahan bumi utara dan selatan tertutup oleh
lapisan es tebal. Permukaan air laut menurun dan laut yang dangkal ini
berubah menjadi daratan. Kondisi demikian memungkinkan bagi manusia
ataupun hewan yang hidup pada masa itu melakukan migrasi. Migrasi atau
perpindahan dari suatu daerah ke daerah lain dilatarbelakangi oleh upaya
untuk mempertahankan hidup. Selain didorong untuk mencari daerah yang
lebih nyaman dan hangat, perpindahan dilakukan juga untuk mencari daerahdaerah
yang masih sangat kaya akan sumber makanan. Dengan keterbatasan
pemikiran dan kemampuan, mereka menyandarkan hidup sepenuhnya pada
alam. Apabila alam tempatnya hidup sudah tidak lagi menyediakan sumber
makanan, maka mereka berpindah ke tempat yang masih kaya akan sumber
makanan. Manusia pada masa ini masih bersifat food gathering yang artinya
kemampuannya hanya terbatas pada mengumpulkan bahan makanan yang
tersedia di alam dan belum pada taraf food producing, yaitu kemampuan
untuk mengolah alam sehingga menghasilkan sumber makanan atau dalam
hal ini kemampuan bercocok tanam. Para ahli geologi memperkirakan bahwa pada kala pleistosen khususnya
ketika terjadinya glasiasi, Kepulauan Nusantara ini bersatu dengan daratan
Asia. Laut dangkal yang ada di antara pulau-pulau di Nusantara bagian
barat surut sehingga membentuk paparan yang disebut dengan Paparan
Sunda yang menyatukan Indonesia bagian barat dengan daratan Asia. Di daerah ini terbentuk
paparan yang kemudian dinamakan Paparan Sahul yang menyatukan Indonesia
bagian timur dengan daratan Australia. Adanya Paparan Sunda memungkinkan
terjadinya perpindahan manusia dan hewan dari daratan Asia ke Indonesia
bagian barat, atau sebaliknya. Adapun Paparan Sahul memungkinkan terjadinya perpindahan manusia dan hewan dari daratan Australia ke Indonesia bagian
timur, atau sebaliknya.
Hal di atas dibuktikan dengan hasil kajian yang dikembangkan oleh
Wallace yang menyelidiki tentang persebaran fauna (zoogeografi) di Kepulauan
Indonesia. Fauna yang terdapat di daerah Paparan Sunda, yaitu daerahdaerah
Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, mempunyai persamaan dengan
fauna yang terdapat di Daratan Asia. Adapun fauna yang terdapat di daerah
Paparan Sahul, yaitu daerah Papua (Irian) dan sekitarnya mempunyai persamaan
dengan fauna yang terdapat di Australia. Wallace menyimpulkan bahwa
Selat Lombok merupakan garis yang membagi dua jenis daerah zoogeografi
di Indonesia. Di sebelah barat garis tersebut terdapat fauna Asia, sedangkan
di timurnya terdapat fauna Australia. “Garis pemisah” fauna ini kemudian
oleh Huxley diberi nama “garis Wallace”. Selanjutnya ia kemudian melengkapi
dengan menarik garis itu lebih jauh ke arah utara, yaitu dimulai dari Selat
Lombok sampai Selat Makasar dan terus lagi ke utara melewati selat
antara Kepulauan Sangir dan Mindanao (Filipina).
Terhubungnya pulau-pulau akibat pengesan yang terjadi pada masa
glasial memungkinkan terjadinya migrasi manusia dan fauna dari daratan
Asia ke kawasan Nusantara. Berdasarkan hasil penelitian, migrasi ini didahului
oleh perpindahan binatang yang kemudian diikuti oleh manusia dan diperkirakan
terjadi pada kala pleistosen. Sebagai bukti adanya proses migrasi awal
binatang dari daratan Asia ke wilayah Indonesia ialah ditemukannya situs
paleontologi tertua di daerah Bumiayu yang terletak di sebelah selatan
Tegal (Jawa Tengah) dan Rancah di sebelah timur Ciamis (Jawa Barat).
Fosil tersebut, yaitu Mastodon Bumiayuensis (spesies gajah) dan Rhinoceros
Sondaicus (spesies Badak). Bila dibandingkan dengan fosil binatang di
daratan Asia, fosil-fosil tersebut berumur lebih muda dari fosil-fosil yang
terdapat dalam kelompok fauna Siwalik di India.
Proses migrasi yang terjadi pada masa pleistosen ini menyebabkan
wilayah Nusantara mulai dihuni oleh manusia. Timbul pertanyaan tentang
asal-usul manusia yang bermigrasi ke wilayah Nusantara ini. Menilik dari
segi fisik manusia Indonesia sekarang ini, mayoritas dapat dikelompokkan
ke dalam ras Mongoloid dan Austroloid. Para ahli memperkirakan bahwa
pada sekitar abad ke-40 sebelum masehi, Pulau Jawa merupakan daerah
pertemuan dari beberapa ras dan daerah pertemuan kebudayaan.
Ciri-ciri Mongoloid yang terdapat pada manusia Indonesia, nampaknya
disebabkan adanya arus migrasi yang berasal dari daratan Asia. Kedatangan
mereka pada akhirnya menyingkirkan manusia yang sudah hidup sebelumnya
di tanah Nusantara, yaitu dari ras yang disebut Austroloid. Bangsa pendatang
dari Asia ini mempunyai kebudayaan dan tingkat adaptasi yang lebih baik
sebagai pemburu dibandingkan dengan manusia pendahulunya. Keturunan dari ras Austroloid ini nampaknya tidak ada yang dapat hidup di Jawa,
tetapi mereka saat ini dapat ditemukan sebagai suku Anak Dalam atau
Kubu di Sumatera Tengah dan Indonesia bagian timur.
Arus migrasi para pendatang dari wilayah Asia ke Kepulauan Nusantara
terjadi secara bertahap. Pada sekitar 3.000 - 5.000 tahun lalu, tiba arus
pendatang yang disebut proto-Malays (Proto Melayu) ke Pulau Jawa.
Keturunan mereka saat ini dapat dijumpai di Kepulauan Mentawai Sumatera
Barat, Tengger di Jawa Timur, Dayak di Kalimantan, dan Sasak di Lombok.
Setelah itu, tibalah arus pendatang yang disebut Austronesia atau Deutero-
Malays (Detro Melayu) yang diperkirakan berasal dari Taiwan dan Cina
Selatan. Para ahli memperkirakan kedatangan mereka melalui laut dan
sampai di Pulau Jawa sekitar 1.000 - 3.000 tahun lalu. Sekarang keturunannya
banyak tinggal di Indonesia sebelah barat. Orang Detro Melayu ini datang
ke wilayah Nusantara dengan membawa keterampilan dan keahlian bercocok
tanam padi, pengairan, membuat barang tembikar/pecah-belah, dan kerajinan
dari batu.
Seorang ahli bahasa, yaitu H. Kern, melalui hasil penelitiannya menyatakan
bahwa terdapat keserumpunan bahasa-bahasa di Daratan Asia Tenggara
dan Polinesia. Menurut pendapatnya, tanah asal orang-orang yang mempergunakan
bahasa Austronesia, termasuk bahasa Melayu, harus dicari di daerah Campa,
Vietnam, Kamboja, dan daratan sepanjang pantai sekitarnya. Hal ini menimbulkan
dugaan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Cina
Selatan yaitu di daerah Yunan. Selain itu, R. von Heine Geldern yang
melakukan penelitian tentang distribusi dan kronologi beliung dan kapak
lonjong yang ada di Indonesia tiba pada kesimpulan bahwa alat-alat tersebut
merupakan hasil persebaran komplek kebudayaan Bacson-Hoabinh yang
ada di daerah Tonkin (Indocina) atau Vietnam sekarang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar