A. Deskripsi tentang Buku
Buku bersampul biru tua dengan judul “Untuk Negara Islam Indonesia, Perjuangan Darul Islam dan al-Jama’ah al-Islamiyyah”, adalah hasil karya dari : Dr. Ahmad Yani Anshori dosen Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, editor : Edy Yusuf, Fuad Zarkasyi, desain cover dan layout isi : Indra Wibi S, pra cetak: Abdul Rokhim dan Saifur Rohman. Buku ini terdiri: v (pengantar buku) + 124 halaman (pembahasan materi) + 3 halaman (daftar pustaka) : 14,5 x 21 cm. ISBN : 978-979-19080-2-3. Buku ini merupakan cetakan I, November 2008, yang dicetak dan diterbitkan oleh Siyasat Press −media bebas ekspresi civitas akademika jurusan Jinayah-Siyasah Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta− yang beralamat di Jl. Marsda Adisutjipto, Yogyakarta, Telp: (0274) 512840, Fax: (0274) 512840, Mobile: 0817 444 132.
Pembahasan materi dalam buku ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: pertama, al-Jama’ah al-Islamiyyah Pakistan; kedua, Darul Islam (DI)/ Tentara Islam Indonesia (TII); ketiga, al-Jama’ah al-Islamiyyah di Indonesia.
B. Poin-poin dari Buku
I. al-Jama’ah al-Islamiyyah Pakistan
Abul A’la al-Maududi adalah pendiri ideolog sekaligus pemimpin al-Jama’ah al-Islamiyyah yang didirikan pada tahun 1941 di Pakistan. Negara Islam (al-Khilafah al-Islamiyyah) menurut Maududi, tidak mengenal sistem kedaulatan selain kedaulatan Tuhan (konsep al-Hakimiyyah Lillah) selebihnya, kedaulatan yang dimiliki manusia adalah kedaulatan semu yang bersifat pemberian. Secara praktis, konsep al-Hakimiyyah Lillah berhubungan erat dengan kedaulatan politik yang dalam doktrin Islam hal tersebut mendasari sistem khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam yang hanya dapat ditegakkan di atas konstitusi al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam mendirikan Negara Islam, sistem politik yang diterapkan ditopang oleh tiga prinsip utama, yaitu: at-Tauhid (fondasi bagi Negara dengan meyakini sepenuhnya bahwa Tuhan pencipta alam semesta); ar-Risalah (haluan bagi Negara dengan meyakini bahwa hanya asy-Syari’ah al-Islamiyyah yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah yang menjadi perundang-undangan); dan al-Khilafah (penyelenggara bagi Negara yang merupakan representasi dari al-Hakimiyyah Lillah).
Maududi berpendapat, bahwa mendirikan Negara adalah salah satu dari misi dakwah Islam, lalu membangun Negara pada tingkat yang paling ideal merupakan salah satu dari kewajiban agama. Bila suatu Negara menghalangi tegaknya Syari’ah Islamiyyah, sementara mayoritas rakyatnya beragama Islam, maka yang melakukan penolakan harus di lawan dengan jihad.
v Pedoman perjuangan al-Jama’ah al-Islamiyyah Pakistan
al-Jama’ah al-Islamiyyah Pakistan bersifat universal, bukan hanya sekedar organisasi keagamaan, tetapi juga partai politik dan kelompok ideologi yang menjunjung tinggi islam sebagai pegangan hidup.
Negara Pakistan dipimpin oleh rezim sekuler, yang menghalangi suburnya keimanan mukminin, juga rezim ini menghendaki agar ideologi Islam menjadi lumpuh dan terdomestifikasi di masjid-masjid saja, sehingga syari’ah Islam terkebiri sempit dalam ruang privat saja.
v Prinsip umum perjuangan
Pakistan merupakan Negara Islam berdaulat yang tidak boleh ada satu pihakpun yang mengancam dasar-dasar Islam. Al-Jama’ah al-Islamiyyah ikut bertanggung jawab menjaga persatuan dan kesatuan Pakistan dari segala pengaruh ideologi Barat.
v Reformasi konstitusi
Reformasi konstitusi yang dilakukan al-Jama’ah al-Islamiyyah mengarah kepada penegakkan syari’ah Islam berdasar tuntunan al-Qur’an dan Sunnah. Sehingga setiap Undang-undang yang akan diberlakukan, dirancang sesuai dengan syari’at Islamiyyah.
v Reformasi pendidikan
Bagi al-Jama’ah al-Islamiyyah, reformasi pendidikan sangat penting, karena pendidikan merupakan modal dasar dalam membangun masyarakat. Sehingga bentuk reformasi pendidikan ini lebih diarahkan kepada keringanan dan kemudahan ummat Islam dalam menjalankan rukun Islam yang lima, dan mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat pendidikan.
v Reformasi ekonomi
Sebelumnya, pedoman perekonomian Pakistan dibangun dengan landasan kapitalistik dan feodalistik. Kemudian al-Jama’ah al-Islamiyyah mengubah landasan tersebut dengan landasan
perekonomian Islam yang telah digariskan berdasarkan ketentuan-ketentuan syari’ah Islamiyyah.
II. Darul Islam (DI) / Tentara Islam Indonesia (TII)
Munculnya DI/ TII, dalam analisa Ken Conboy merupakan respek sosial masyarakat Jawa Barat semenjak pertengahan abad 20 dalam pergumulan sosial masyarakat di Pulau Jawa secara keseluruhan.
Gerakan DI/ TII didirikan oleh seorang etnik Jawa yang bernama Sekarmadji Maridjan (SM) Kartosuwiryo. Kartosuwiryo lahir pada tanggal 7 Januari 1907 di Cepu, sebuah kota kecil di Jawa Timur bagian utara yang berbatasan dengan Jawa Tengah.
Cita-cita politik yang sangat berpengaruh terhadap diri Kartosuwiryo muda adalah bermula dari perkenalannya dengan tokoh Agus Salim dan Hos Cokroaminoto, yang cita-cita politik dari keduanya menghendaki sebuah Negara Islam di Nusantara.
Semula Kartosuwiryo adalah anggota partai Masyumi, lalu keluar dari partai tersebut dikarenakan keseriusannya dalam mengurus gerakan DI/ TII atau NII.
Munculnya gerakan DI/ TII juga merupakan akibat dari persetujuan Renville yang menciptakan garis status quo Van Mook, yang menyatakan bahwa semua kekuatan bersenjata Republik Indonesia termasuk lasykar harus ditarik dari kantong-kantong pertahanan Belanda. Namun daerah di belakang garis Van Mook ini dianggap seluruhnya masih dikuasai oleh pihak Belanda, sehingga sebagian dari anggota berbagai Angkatan −kira-kira satu bulan setelah persetujuan Renville ditandatangani− terpaksa hijrah dari daerah yang dianggap dikuasai oleh Belanda tersebut.
Kemudian dari anggota lasykar Sabilillah dan Hizbullah yang tidak hijrah, Kartosuwiryo merubah lasykar ini menjadi gerakan militer baru yang dikenal dengan Tentara Islam Indonesia (TII).
v Qanun Asasi dan KUHP NII
Kartosuwiryo telah merancang sebuah struktur pemerintahan sebagai penopang tegaknya NII. Struktur Negara Islam Indonesia terlihat dalam Qanun Asasi, seperti struktur UUD 1945, struktur Qanun Asasi ini terdiri dari Muqaddimah, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Qanun Asasi ini telah ditetapkan pada tanggal 27 Agustus 1948 oleh SM Kartosuwiryo atas nama Imam Negara Islam Indonesia.
Di dalam Muqaddimah Qanun Asasi, tercantum latar belakang berdirinya NII. Sedangkan dalam Batang Tubuh Qanun Asasi, struktur NII membagi kewenangan pemerintahan NII menjadi lima kekuasaan institusional, yaitu: Majelis Syura; Dewan Syura; Imam; Dewan Imamah; dan Dewan Fatwa.
Qanun Asasi ini juga mengatur tentang keuangan, bahwa APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-undang. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan Negara tersebut dibentuk BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan).
Dalam hal yang menyangkut warga Negara, Qanun Asasi NII menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta kebebasan dari warga Negara sepanjang tidak bertentangan dengan syari’ah Islamiyyah. Sedangkan dalam perekonomian, Qanun Asasi NII menjelaskan bahwa semua bidang produksi dikuasai oleh Negara dan hasilnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
v NII dan APNII (Angkatan Perang Negara Islam Indonesia)
NII semakin menjadi sebuah pemerintahan yang lengkap dan cukup kuat karena eksistensinya dikawal oleh Angkatan Bersenjata yang disebut Tentara Islam Indonesia (TII). Proklamasi NII diproklamirkan setahun kemudian setelah penetapan Qanun Asasi, tepatnya pada tanggal 7 Agustus 1949.
NII Kartosuwiryo juga mengidealkan berdirinya NII secara Nasional, walaupun sejak diproklamirkannya NII mendapat kecaman dan permusuhan dari pemerintah Republik Indonesia terutama dari unsur TNI di pusat. Akan tetapi dilain pihak, NII masih mendapat simpati bahkan dukungan dari berbagai unsur militer lokal, misalnya pada tanggal 20 Januari 1952, Kahar Muzakkar dan pasukannya yang bermarkas di Sulawesi, menerima tawaran NII Kartosuwiryo untuk memegang pimpinan TII, dan pada tanggal 7 Agustus 1953 Kahar Muzakkar menggabungkan diri dengan NII dan menyatakan memisahkan diri dari pemerintah Republik Indonesia.
Namun pada akhirnya, kekuatan DI/ TII atau NII Kartosuwiryo mengalami kelumpuhan semenjak ditangkapnya Kartosuwiryo sendiri pada tanggal 14 Juni 1962 di sebuah lembah yang terletak antara gunung Sangkar dan gunung Geber.
III. Al-Jama’ah al-Islamiyyah (JI) di Indonesia
Al-Jama’ah al-Islamiyyah ini berawal dari pergerakan mahasiswa Islam di Mesir pada masa kepemimpinan presiden Mesir Anwar Sadat.
Organisasi al-Jama’ah al-Islamiyyah ini resmi berdiri pada tahun 1973 di Minya, Asyut, yang
diprakarsai oleh Dr. Umar Abdurrahman pada masa kepemimpinan Presiden Mubarak. Sebelumnya, al-Jama’ah al-Islamiyyah ini bernama Lajnah Diniyyah (Komite Agama) yang terfokus pada kegiatan kemahasiswaan seperti kegiatan sosial, budaya, olahraga, seminar, piknik dan perkemahan. Al-Jama’ah al-Islamiyyah mempunyai ideologi yang sama dengan Ikhwanul Muslimin, sehingga keduanya berkoalisi saling bahu-membahu melakukan penolakan terhadap perundingan damai antara Mesir dan Israel, karena dianggap tidak tepat. Namun pada tahun 1979, al-Jama’ah al-Islamiyyah menarik diri dari koalisi dengan Ikhwanul Muslimin, kemudian melakukan kerjasama dengan al-Jihad (Tandzim al-Jihad), sebuah gerakan Islam radikal yang sudah menguasai kampus-kampus di Mesir selatan. Aparat keamanan ataupun rezim Mesir mulai mengawasi dan membatasi gerak al-Jama’ah al-Islamiyyah, karena tindakan semangat jihadnya yang mengganggu terhadap golongan non-Islam.
Di Indonesia, kesejarahan organisasi al-Jama’ah al-Islamiyyah sangat terkait dengan kesejarahan DI/ TII. Kelahiran al-Jama’ah al-Islamiyyah di Indonesia kemunculannya terkait dengan respon kawasan Asia Tenggara terhadap tragedi 11 September 2001, yakni pengeboman terhadap gedung WTC (World Trade Centre) milik Amerika Serikat. Sejak kejadian itu, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menyatakan perang terhadap para teroris, yang identiknya terhadap organisasi al-Qaidah dan al-Jama’ah al-Islamiyyah.
Di awal tahun 2002, klaim tentang keberadaan al-Jama’ah al-Islamiyyah di Indonesia masih di tentang banyak orang, karena dianggap al-Jama’ah al-Islamiyyah merupakan hantu rekayasa Amerika dan Australia untuk mengobok-obok negeri Muslim seperti Indonesia. Menurut pendapat pemerintah Indonesia melalui Kementerian Polkam, menyatakan bahwa organisasi al-Jama’ah al-Islamiyyah ada di Malaysia dan Singapura dan tidak ada di Indonesia, hanya saja beberapa orang Indonesia terlibat dengan kegiatan al-Jama’ah al-Islamiyyah tersebut. Pernyataan tersebut berbeda dengan pendapat Menteri Pertahanan Mathori Abdul Jalil yang menyatakan bahwa al-Jama’ah al-Islamiyyah ada di Indonesia, tetapi sebagian masyarakat Indonesia bersikap skeptis dan menolak pernyataan tersebut dengan alasan al-Jama’ah al-Islamiyyah hanya ada di Mesir dan Timur Tengah dan tidak ada di Indonesia.
Jika ditelusuri lebih lanjut, bahwa organisasi al-Jama’ah al-Islamiyyah tidak pernah terdaftar di Departemen Kehakiman Republik Indonesia sebagai organisasi resmi, keberadaannya di Indonesia hanya sekedar upaya para ahli indoktrinasi al-Jama’ah al-Islamiyyah dari Negara Malaysia dan Singapura untuk memperalat anak bangsa dalam melancarkan misi jihadnya.
Al-Jama’ah al-Islamiyyah merupakan organisasi pecahan dari NII dari sayap Sungkar Ba’asyir, sedangkan sayap DI merupakan pecahan NII dengan pimpinan Ajengan Masduki.
Al-Jama’ah al-Islamiyyah mempunyai aturan atau hukum khusus untuk para jama’ahnya, dengan ditetapkannya al-Nizham al-Asasiy sebagai pedomannya, yang merupakan satu-kesatuan bagian dari PUPJI (Pedoman Umum Perjuangan al-Jama’ah al-Islamiyyah), pada tanggal 24 Rajab 1416 H/ 17 desember 1995.
C. Komentar terhadap buku
Buku ini sebetulnya isinya bagus, tetapi sekilas dilihat dari sampulnya kurang memberikan daya tarik terhadap pembaca, walaupun judulnya cukup mengesankan. Karena biasanya pembaca mulai tertarik terhadap buku dimuali dari ketertarikannya dengan sampul dan judul buku. Kemudian penulisan deskripsi buku, tentang jumlah halaman sebenarnya ada 127 halaman, bukan 125 halaman. Selanjutnya, pada buku ini tidak dicantumkan bab pendahuluan sebagai pengantar untuk mengetahui materi pembahasan, dan juga tidak di berikan bab penutup sebagai kesimpulan dari materi pembahasan.
Isi dari buku ini cukup memberikan aspirasi yang cukup besar, terlihat dari tindakan perjuangan organisasi-organisasi yang menghendaki berdirinya syari’ah Islam di Indonesia. Mereka saling melakukan tindakan-tindakan untuk mengubah sistem kenegaraan Indonesia yang identik kebarat-baratan dengan mengganti menjadi sistem syari’ah Islamiyyah.
Seharusnya pada halaman terakhir di paparkan biografi penulis, baik mengenai riwayat hidup dari penulis, maupun tentang riwayat pendidikan yang telah ditempuh, sehingga menimbulkan motivasi pembaca untuk lebih baik seperti penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar