Hiruk-pikuk itu kini mulai mereda, menyisakan dua kelompok yang memiliki tekad baja. Baik tekad untuk menegakkan kalimat Allah, maupun mereka yang bersumpah akan terus berjuang memadamkan cahaya tauhid. Perang terus berlanjut, meski tanpa symbol seorang Usamah. Begitulah, karena kedua kubu yang berlawanan sudah bertekad meneruskan perjuangan masing-masing.
Justru yang selama ini luput dari pembicaraan, terutama di kalangan pegiat Islam, adalah studi kasusnya. Kenapa Usamah, yang disepakati sebagai ikon jihad—yang otomatis ikon musuh AS juga—nomor satu, sampai bisa terjamah musuh? Apa yang sesungguhnya terjadi, kok perlindungan terhadap Usamah bisa bobol? Lalu, apa yang selama ini dilakukan oleh Taliban sebagai tuan rumah dan juga Al-Qaidah dalam melindunginya? Studi ini bukan untuk menggugat takdir. Setidaknya untuk beberapa alasan berikut :
Pertama, evaluasi. Bagaimana pun, evaluasi (pegiat Islam lebih merasa teduh dengan menyebut muhasabah). Baik untuk internal Al-Qaidah dan Taliban sendiri, maupun tandzim jihad seluruh dunia. Patut dicatat, Al-Qaidah kini menjadi kiblat bagi tandzim-tandzim tersebut. Bahkan, beberapa programnya kadang langsung di-copypaste tanpa menimbang cocok tidaknya dilakukan di daerahnya.
Maka, ketika Al-Qaidah bisa mengurai sebab-sebab teknis musibah 2 Mei 2011 tersebut, tandzim-tandzim tadi bisa mengantipasinya untuk keamanan tokoh-tokoh mereka. Sebaliknya, ketika tidak ada jawaban resmi, yang tersisa hanya tebak-tebak, tanpa ada kemajuan yang signifikan bagi pola keamanan tandzim jihad di masa mendatang. Atau, yang ada justru bengong dan terpana dengan kehebatan Amerika—karena berita yang ada hanya bersumber dari mereka.
Kedua, menutup pintu fitnah dan prasangka. Terutama setelah tersebar berita adanya pengkhianatan yang dilakukan oleh Ayman Zawahiri. Bagi pegiat jihad, mereka sudah terbiasa untuk tidak menelan mentah-mentah kabar yang tidak jelas juntrungnya tersebut. Namun, bila ada rilis resmi tentang muhasabah di atas, syukur-syukur pernyataan langsung dari Zawahiri menanggapi fitnah tersebut—juga fitnah-fitnah lain seputar perpecahan Al-Qaidah pasca Usamah, akan membuat para pegiat jihad lebih tenang. Ketenangan hati, bukan ketidakpercayaan, sebagaimana ketika Nabi Ibrahim minta diperlihatkan wujud Allah.
Ketiga, Usamah bin Ladin tak hanya lagi milik mereka yang resmi berafiliasi ke Al-Qaidah. Ia adalah tokoh kharismatik di mata banyak gerakan Islam. Oleh sebab itu, wajar bila selaku "pemilik," umat Islam mendapatkan pertanggungjawaban yang kongkrit tentang hilangnya tokoh mereka yang selama ini "dititipkan" ke Al-Qaidah dan Taliban.
Memang perlu waktu bagi organisasi bawah tanah seperti Al-Qaidah untuk mengkonsolidasikan para anggotanya, terkait evaluasi atas musibah yang menimpa mereka. Namun yang paling mendasar bagi pegiat jihad umumnya, adalah pentingnya muhasabah. Jangan sampai terlena—dan jatuh dua kali di lubang yang sama—karena menutup pintu muhasabah. Menutup pintunya, hanya karena kepercayaan orang yang syahid telah mendapatkan kehidupan yang mulia di sisi Rabbnya. Titik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar