PPC Iklan Blogger Indonesia

Jumat, 13 Mei 2011

Abu Mansur Al-Amriki, Tokoh Gerakan Jihad Selanjutnya [bagian 05 dari 11]

Menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Islam

Pada suatu pagi, seperti biasa Debra melakukan tugasnya di dapur, menyiapkan sarapan dengan memasak bubur jagung. Seorang wanita bermata cokelat mengkilat dengan hobi mengobrol sedang menikmati kopinya dari cangkir ketiga. Di kamar sebelah, sebuah meja dari kayu ek telah ditata untuk makan malam. Tampak foto-foto keluarga bergantungan di dinding sebagai hiasan.
Dalam kehidupannya, Debra selalu belajar mentaati aturan yang ada, apalagi ketika hal tersebut berkaitan dengan agama. Namun, baginya agama Kristen telah menjadi jalan hidupnya. Ia menganggap "masjid" dan kitab suci "Al-Quran" yang sering Shafik, suaminya sebut sebagai "gereja" dan "bibel". Ia juga tidak pernah membiarkan seseorang menjelekkan agamanya. "Apakah ada ayat-ayat tentang cinta di dalam kitabmu?" katanya suatu hari saat berdebat dengan Shafik dalam masalah agama. Mereka kemudian berdebat dan berdebat walaupun akhirnya tidak bisa sependapat. Debra masih ingat, karena perdebatan yang sengit dengan suaminya, ia terpaksa harus mengakhirinya. "Cukup! Sudah cukup!" katanya ketus.

Seperti ibunya yang keras kepala dalam berpendapat, Hammami juga tidak jauh dari sifat tersebut. Ketika ia meyakini sesuatu, ia selalu berpaling dari orang-orang yang tidak sependapat dengannya. Di sekolah, karena sifat keras kepalanya, Hammami justru berhasil membujuk beberapa siswa, termasuk pacarnya, untuk memelajari Islam, sehingga saat itu terlihat sedikit perbedaan yang mencolok di sekolah daripada hari-hari sebelumnya, di mana beberapa remaja Kristen secara rutin berkumpul di tiang bendera untuk belajar sholat bersama.

Dengan berapi-api, Hammami berbicara di depan teman-temannya." Jadi jika Yesus itu benar-benar tuhan, lalu kepada siapa ia berdoa apabila hal itu dikisahkan di dalam Bibel?" Jelas Bernie Culveyhouse, teman sekolahnya mengenang . Saat mereka tetap bersikeras meyakini Yesus sebagai Tuhan, maka dengan cepat Hammami akan menukas, "Apakah semua itu tidak membuat Yesus terlalu meninggikan diri sendiri?"

Karena pengaruh Hammami, akhirnya Culveyhouse memeluk Islam. Sedangkan Stevenson, pacar Hammami memutuskan hubungannya dengan Hammami karena faktor permasalahan agama. Persahabatan Hammami dengan teman-temannya di sekolah semakin hari tambah menegang, apalagi ketika suatu sore pada tahun 2000, topik perbincangan di kelas berkaitan dengan sepak terjang Usamah bin Ladin, buronan nomor satu Amerika. Perbincangan tersebut mengarah ke penyematan nama teroris kepada bin Ladin yang telah mengaku bertanggung jawab atas pengeboman Kedutaan Besar Amerika Serikat di Kenya dan Tanzania pada tahun 1998. Seorang anak laki-laki di kelas itu mengusulkan kalau bin Ladin harus ditembak mati.

"Bagaimana tentang Billy Graham (penginjil terkenal dari Amerika)?" tanya Hammami mencoba mengikuti arus perbicangan. "Billy Graham adalah seorang penceramah yang cinta damai." Jawab seorang anak yang beragama Kristen. Ia kemudian berkata, "Usamah bin Ladin adalah seorang teroris."

"Bisa jadi seorang teroris justru menjadi pejuang kebebasan orang lain." komentar Hammami diplomatis.

Karena umur yang relatif muda, Hammami sering menjadi bahan tontonan di sekolah. Walaupun ia selalu melaksanakan sholat di dekat tiang bendera, namun ia selalu menolak mengakui keislamannya. Hammami terus menjadi pusat perhatian, apalagi saat ia mencoba mencekik seorang siswa yang menyela bacaan Al Qur'annya, tapi tindakan tersebut segera dihentikan oleh teman-temannya.

Bagaimanapun perilaku Hammami saat itu, ia tetap menjadi siswa yang berprestasi, apalagi nilai ujiannya saat itu termasuk yang tertinggi sehingga ia dapat menyelesaikan sekolahnya dengan baik, dan kemudian mendaftar di Universitas Alabama Selatan. Di sana, ia sangat beruntung, karena tidak lagi melaksanakan sholat sendirian. Ia dengan mudah dapat pergi ke masjid dari kampusnya. Karena keaktifannya di kampus, Hammami mendapatkan posisi yang tinggi, menjabat presiden Himpunan Mahasiswa Islam.

Segera setelah itu, serangan 9 / 11 ke gedung WTC terjadi. Para wartawan lokal mulai menelepon Hammami untuk memberikan komentar. Sambil menimbang-nimbang, ia mengatakan kepada wartawan jurnal kampus, "Sulit dipercaya jika seorang muslim melakukan semua ini" Tapi saat itu ia tidak siap menghadapi cecaran pertanyaan wartawan karena ia merasa lemah dalam pengetahuan Islam. Berangkat dari sana, ia kemudian berniat memperdalam ilmu agamanya dan berkesempatan menjadi murid Tony Salvatore Sylvester, seorang mualaf berumur 35 tahun yang baru saja diangkat menjadi ustadz.

Sylvester berjanggut pirang tipis. Sebelum memeluk Islam, ia dibesarkan dalam keluarga Katolik di kota Doylestown. Ia menemukan Islam di awal umur 20-an ketika bekerja sebagai gitaris jazz di Philadelphia. Ia datang ke Alabama Selatan bersama istri dan enam anak-anaknya sambil berharap mendapat pekerjaan di sekolah Islam. Saat itu, ia dianggap sebagai tokoh yang menonjol dalam gerakan dakwah Salaf di Amerika. [muslimdaily.net/NYT]                                                        - Bersambung -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

morzing.com dunia humor dan amazing!