Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Alkitab tidak mengajarkan adanya suatu tabiat ilahi (divine nature), yang berdiri sendiri, yang bersifat akali atau rohani dalam arti tidak berwujud karena halusnya. Hakekat Tuhan Allah, menurut Alkitab, adalah menjadi sekutu umat-Nya, seperti hakekat manusia adalah menjadi sekutu Allah. Hakekat Tuhan Allah yang demikian itu diungkapkan atau dinyatakan di dalam firman dan karya-Nya.
Hakekat Tuhan Allah yang satu itu, yaitu menjadi sekutu umat-Nya, dinyatakan atau diperkenalkan dengan bermacam-macam cara, umpamanya: sebagai Yang Mahatinggi, Yang Kudus, Yang Esa, dan sebagainya. Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah juga wujud penyataan Tuhan Allah sebagai sekutu umat-Nya tadi, yang dinyatakan di dalam firman dan karya-Nya. Oleh karena itu maka kiranya keliru, jika kita mengira bahwa ungkapan Bapa, Anak, dan Roh Kudus itu seolah-olah sebagai ungkapan yang dengan tiba-tiba dipergunakan di dalam Perjanjian Baru. Hal ini sama halnya dengan ungkapan-ungkapan yang lain, yang mengungkapkan hakekat Tuhan Allah tadi (kudus, kekal, dan lain sebagainya). Baik Yesus maupun para rasul, jika mempergunakan ungkapan-ungkapan itu tentu mendasarkan kepada apa yang telah dinyatakan oleh Tuhan Allah di dalam Perjanjian Lama. Oleh karena itu kita harus mulai dari meneliti arti ungkapan-ungkapan itu di dalam Perjanjian Lama, sesudah itu artinya di dalam Perjanjian Baru, untuk kemudian mengambil kesimpulan yang sesuai dengan yang dimaksud oleh Alkitab.
Bahwa Tuhan Allah menyatakan atau memperkenalkan diri sebagai Bapa telah didapatkan di dalam Perjanjian Lama.
Dalam Ulangan 32:6 Musa berkata kepada umat Israel di dalam nyanyiannya, "Demikianlah engkau mengadakan pembalasan terhadap TUHAN, hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana? Bukankah Ia Bapamu yang mencipta engkau, yang menjadikan dan menegakkan engkau?" Di dalam bagian Alkitab ini Musa mengingatkan kepada Israel, bahwa Tuhan Allah adalah Bapanya, sebab TUHAN itulah yang telah mencipta Israel dan yang telah menegakkan mereka. Bangsa Israel menjadi suatu bangsa yang bebas dan besar, tidak lain karena karya Tuhan Allah terhadap bangsa itu. Tuhanlah yang telah melepaskan Israel dari perhambaan di Mesir. Ialah yang mencipta Israel, dari yang bukan bangsa menjadi bangsa. Ialah yang telah menegakkan Israel baik terhadap Mesir maupun terhadap segala bahaya maut yang mengancam Israel di padang gurun. Oleh karena itu ungkapan Bapa ini di Yesaya 63:16 dihubungkan dengan ungkapan Penebus, sebab di situ disebutkan, bahwa nama Tuhan Allah sejak dahulu kala adalah Bapa dan Penebus Israel. Kehormatan Israel sebagai bangsa yang bebas merdeka adalah karya Tuhan Allah. Di Maleakhi 2:10 disebutkan juga bahwa Tuhan Allah adalah Bapa Israel, sebab Tuhan Allah itulah yang telah menciptakan Israel.
Dari apa yang telah diuraikan di atas, jelaslah kiranya bahwa jika Tuhan Allah disebut Bapa, hal itu bukan menunjuk kepada suatu keadaan yang statis, yang mandeg, melainkan hal itu dihubungkan dengan karya Allah yang telah ditujukan kepada Israel. Bahwa Tuhan Allah adalah Bapa Israel telah dibuktikan di dalam karya-Nya, umpamanya, pada waktu perjalanan Israel dari Mesir, dimana disebutkan, bahwa Tuhan Allah telah mendukung Israel seperti seseorang mendukung anaknya di sepanjang jalan yang ditempuh Israel hingga sampai di tempat di mana mereka itu sekarang berada, dan Tuhan Allah telah mengajari Israel seperti seseorang mengajari anaknya.
Segala perbuatan Allah yang telah dilakukan terhadap Israel itu disebabkan, karena seperti yang telah berulang kali disebutkan, Tuhan Allah berkenan menjadi sekutu umat-Nya. Bukan hanya pada waktu Israel berada di padang gurun, tetapi juga setelah Israel berdiam di tanah Kanaan, Tuhan Allah tetap dengan kasih dan belas kasihan menjadi penyelamat dan pembebas Israel, sekalipun Israel sebagai sekutu Tuhan Allah sering menginjak-injak kasih Bapanya.
10a. HUBUNGAN "BAPA - ANAK"
Jika Tuhan Allah dipandang sebagai Bapa Israel, maka sebaliknya, Israel dipandang sebagai ANAK ALLAH.
Pada waktu Musa diutus menghadap Firaun di Mesir, ia diperintahkan oleh Tuhan Allah untuk mengatakan kepada Firaun, bahwa Israel adalah anak Allah, bahkan anak Allah yang sulung. Oleh karena itu Firaun harus memperkenankan Israel pergi beribadah kepada Tuhan Allah.
Ungkapan anak Allah ini di Perjanjian Lama bukan hanya dikenakan kepada Israel sebagai bangsa seluruhnya atau sebagai kesatuan, akan tetapi juga dikenakan kepada para raja, yang menjadi wakil Israel di hadapan Tuhan Allah. Kepada raja Daud umpamanya, Tuhan Allah berfirman, bahwa Ia akan menjadi Bapa Salomo, anak Daud, dan Salomo akan menjadi anak Allah. Itulah sebabnya maka Mazmur 2:7-8 menyebutkan, bahwa raja yang ditahbiskan di Sion adalah anak Allah.
Kecuali raja, para malaekat juga disebut anak-anak Allah.
Jadi ungkapan anak Allah di dalam Perjanjian Lama dipergunakan dalam tiga cara, yaitu: bagi keseluruhan umat Israel, bagi para raja sebagai wakil Israel dan bagi para malaekat. Singkatnya, ungkapan itu dipergunakan untuk mereka yang mendapat tugas pelayanan yang khas bagi Tuhan Allah. Umat Israel seluruhnya disebut anak Allah karena umat itu sebagai sekutu Allah mendapat tugas untuk melayani Tuhannya. Tuhan Allah telah memilih Israel sebagai sekutu-Nya, dengan maksud supaya Israel mentaati segala perintah Allah secara mutlak, seperti para anak mentaati bapanya. Kedudukannya sebagai sekutu Allah sama dengan keududukan sebagai anak Allah. Para raja disebut anak Allah, sebab para raja di tengah-tengah Israel menjadi wakil umat Allah di hadapan Tuhan Allah. Di dalam diri raja itu terangkumlah sekalian umat Israel, sebagai sekutu Tuhan Allah. Raja menjadi anak Allah, sebab seluruh Israel yang diwakilinya menjadi anak Allah.
Demikianlah ungkapan Bapa dan Anak di dalam Perjanjian Lama, jika dikenakan kepada Tuhan Allah dan umat-Nya, menunjukkan hubungan yang akrab sekali di antara Tuhan Allah dengan umat-Nya, berdasarkan peristiwa, bahwa Tuhan Allah telah memilih Israel menjadi sekutu-Nya, dan Tuhan Allah menjadi sekutu Israel.
Top
Profile
BP
Post subject:
PostPosted: Mon Jun 12, 2006 8:20 pm
Offline
Merdeka dlm Kristus
Merdeka dlm Kristus
User avatar
Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
Posts: 7175
12. ALLAH MENYATAKAN DIRINYA SEBAGAI ROH
Selanjutnya di dalam Perjanjian Lama Tuhan Allah sebagai sekutu Israel juga menyatakan diri-Nya sebagai Roh.
Arti dasar kata roh (Ibrani, רוח - RUAKH) adalah nafas, angin. Di dalam Perjanjian Lama, kata roh diterjemahkan dengan bermacam-macam kata. Di Mazmur 33:6 umpamanya, Kata רוח - RUAKH diterjemahkan dengan nafas dari mulut, sedangkan di Yeremia 10:14 diterjemahkan dengan nyawa dan lain sebagainya. Jika kata ruakh dikenakan kepada Tuhan Allah sendiri, maka Roh dipandang sebagai kekuatan atau kuasa yang menjadi alat Tuhan Allah bekerja. Hal itu umpamanya tampak dari Yehezkiel 37:9-10 di mana disebutkan, bahwa Roh dapat menjadikan tulang-tulang yang mati menjadi hidup. Di bagian Alkitab ini, Nabi Yehezkiel berada di dalam lembah di tengah-tengah tulang yang mati. Karena nubuat Nabi Yehezkiel datanglah Roh Allah seperti angin yang keras yang menghidupkan tulang-tulang itu menjadi manusia yang berdaging dan berurat dan sebagainya, sehingga mewujudkan suatu tentara yang besar. Demikianlah Roh Allah adalah daya atau kuasa Allah dengannya Allah menghidupkan. Dan oleh karena yang digambarkan dengan tulang-tulang yang mati itu adalah Israel yang telah mati secara rohani, maka Roh Allah yang menghidupi itu juga berarti daya atau kuasa Allah yang menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati secara rohani.
* Yesaya 44:3
LAI TB, Sebab Aku akan mencurahkan air ke atas tanah yang haus, dan hujan lebat ke atas tempat yang kering. Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas keturunanmu, dan berkat-Ku ke atas anak cucumu.
KJV, For I will pour water upon him that is thirsty, and floods upon the dry ground: I will pour my spirit upon thy seed, and my blessing upon thine offspring:
Hebrew,
כִּי אֶצָּק־מַיִם עַל־צָמֵא וְנֹזְלִים עַל־יַבָּשָׁה אֶצֹּק רוּחִי עַל־זַרְעֶךָ וּבִרְכָתִי עַל־צֶאֱצָאֶיךָ׃
Translit, KÎ 'ETSÂQ-MAYIM 'AL-TSÂMÊ' VENOZELÎM 'AL-YABÂSYÂH 'ETSOQ RÛKHÎ 'AL-ZAR'EKHA ÛVIRKHÂTÎ 'AL-TSE'ETSÂ'EYKHA
Selanjutnya dapat dikatakan, bahwa jika Tuhan Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Roh, hal itu bukanlah suatu uraian yang bersifat filsafati, tetapi bahwa hal itu menyatakan Allah di dalam firman dan karya-Nya. Di Yesaya 31:3 umpamanya, Tuhan Allah membandingkan diri-Nya dengan Mesir. Di situ disebutkan, bahwa orang Mesir adalah manusia, bukan Allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa. Jadi orang Mesir disamakan dengan manusia, sedang kekuatan perangnya disamakan dengan makhluk yang lemah, yang berarti, bahwa kekuatan Mesir tidaklah berdaya. Sebaliknya Tuhan Allah disamakan dengan roh, yang berarti bahwa Tuhan Allah adalah kekuatan yang mutlak dan agung. Allah adalah Roh atau kekuatan yang dinamis. Sifat dinamis ini tampak di dalam karya Roh itu. Menurut Yesaya 32:15 dan ayat berikutnya, Roh Allah mengubah padang gurun menjadi kebun buah-buahan.
Demikianlah Roh adalah kekuatan atau kuasa ilahi yang bekerja sebagai alat atau sarana Tuhan Allah. Dengan Roh itu Tuhan Allah menghendaki para kerub pergi menuju ke tempat yang di hadapannya, memberikan kekuatan badaniah yang luar biasa, umpamanya kepada Simson, menjadikan orang dapat bernubuat, dan lain sebagainya.
Akhirnya Roh yang dinamis itu juga mengandung di dalamnya sifat-sifat yang etis. Hal ini terang dari Yesaya 30:1, yang mengancam dengan hukuman para anak yang murtad, yang melaksanakan suatu rancangan yang bukan oleh dorongan Roh Tuhan. Jadi Roh Allah yang dinamis tadi memang adalah kekuatan atau kekuasaan yang menciptakan hal-hal yang baru, yang ditujukan kepada tujuan keagamaan. Dalam arti inilah Roh Allah disebut: berada pada Mesias sebagai Roh hikmat dan pengertian, Roh nasehat dan keperkasaan, Roh pengenalan dan takut akan TUHAN. Dalam arti yang demikian itu juga dikatakan, bahwa Roh Tuhan ditaruhkan ke atas hamba TUHAN untuk menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa.
Di dalam terang inilah disebutkan, bahwa keselamatan Israel terjadi oleh karena Roh Allah, yang akan memberikan hati yang baru kepada umat itu, yang akan mengubah hati yang keras dari Israel menjadi hati yang taat, dan menjadikan Israel menjadi umat Allah.
Oleh karena sifat Roh yang demikian itulah, maka ada hubungan yang erat sekali di antara firman dan Roh Allah. Bahkan dapat dikatakan, bahwa Roh Allah adalah sinonim dari firman Allah. Di Mazmur 33:6 disebutkan, "Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya (Roh-Nya) segala tentaranya." Di sini diungkapkan suatu paralelisme Ibrani, yang mengungkapkan suatu gagasan dengan dua cara, tetapi yang mengandung arti yang sama. Maka kalimat "oleh firman TUHAN langit telah dijadikan" mengungkapkan gagasan yang sama dengan "oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya." Dengan demikian "Firman TUHAN" adalah sinonim dari "Nafas dari mulut-Nya."
Demikianlah Roh Allah bagi Israel adalah kuasa Allah, yang menjadikan segala sesuatu. Hal yang demikian memang dialami oleh Israel di dalam sejarah hidupnya, sebab seperti yang telah dikemukakan di atas, Roh inilah yang mengaruniakan kecakapan kepada para hakim, kepada Daud, dan sebagainya.
Artikel terkait :
ROH KUDUS, di roh-kudus-vt33.html#p73
12a. Anak Allah dan anak-anak Allah
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan ungkapan Bapa, Anak, dan Roh dalam Perjanjian Lama adalah sebagai berikut:
1. Bapa adalah Tuhan Allah yang di dalam firman dan karya-Nya menyatakan atau memperkenalkan diri-Nya sebagai sekutu Israel. Tuhan Allah disebut Bapa, sebab Dialah yang menciptakan Israel, yang menyebabkan Israel dapat hidup sebagai bangsa yang bebas merdeka, dan Dialah yang telah memilih Israel untuk menjadi sekutu-Nya, dan oleh karena Dialah yang memberikan tugas yang khas kepada Israel. Oleh karena itu maka di satu pihak sebutan Bapa mengungkapkan ketinggian dan kemuliaan Tuhan Allah, akan tetapi di lain pihak juga menunjukkan kasih Tuhan Allah kepada umat-Nya. Kasih itu dinyatakan di dalam firman dan karya Tuhan Allah di dalam melepaskan Israel. Dengan nama Bapa ini Tuhan Allah menyatakan atau memberitahukan kepada Israel, bahwa Ia adalah penciptanya, penyelamatnya dan pembebasnya.
2. Sebutan anak dikenakan kepada Israel sebagai sekutu Allah untuk menunjukkan, bahwa Israel harus mentaati Tuhan Allahnya, sebagai anak mentaati Bapanya. Sebagai anak, Israel harus mempersembahkan seluruh hidupnya bagi kemuliaan Tuhan Allah, Bapanya.
3. Roh Allah adalah nafas Allah, atau asas hidup ilahi, yang dinyatakan di dalam karya-Nya yang dinamis, Roh inilah daya penciptaan Tuhan Allah yang menampakkan diri sebagai daya hidup dari firman Allah yang menciptakan. Maka Roh ini sama dengan yang diuraikan di dalam Mazmur 8:4 sebagai jari Allah atau tangan Allah yang menjadikan alam semesta dengan segala isinya. Roh ini jugalah yang menjadikan manusia dapat diperbaharui hidupnya. Demikianlah Roh Allah adalah Tuhan Allah sendiri dipandang dari segi daya hidup-Nya yang dinamis, yang menciptakan, baik dunia maupun pembaharuan manusia.
Gagasan tentang Bapa, Anak, dan Roh Kudus yang terdapat di dalam Perjanjian Lama itu juga terdapat di dalam Perjanjian Baru.
12b. Bapa
Oleh Yesus Kristus, hubungan Tuhan Allah dengan umat-Nya, yaitu hubungan sebagai Bapa dan Anak-Nya, diperdalam. Juga di dalam Perjanjian Baru. Tuhan Allah disebut Bapa oleh umat-Nya. Secara indah sekali hal ini diungkapkan di dalam doa Bapa kami, yang memerintahkan kepada orang beriman supaya menyebut Tuhan Allah dengan Bapa kami yang di surga.
Sebutan yang di surga memang di satu pihak menunjukkan kepada Tuhan Allah sebagai Yang Mahatinggi, yang lain sekali dibanding dengan manusia, akan tetapi sebutan itu memang tidak hanya berhenti di situ saja. Sebab Bapa yang di surga itu adalah Bapa kami, atau secara umum Bapa kita. Di dalam ungkapan kita terkandung gagasan, bahwa yang berdoa mengamini, bahwa Tuhan Allah yang di surga itu adalah Bapa mereka, dan bahwa mereka adalah anak-anak Allah, yang hidup mereka bukan ditentukan sendiri, melainkan ditentukan dari surga, dari atas, dari Bapa mereka yang di surga. Itulah sebabnya, maka di dalam doa itu selanjutnya disebutkan tentang nama, kerajaan, dan kehendak Allah yang di surga yang secara berturut-turut harus dikuduskan, didatangkan dan dilaksanakan di dalam dunia ini. Kehidupan para anak ditentukan oleh yang di atas, yang di surga. Apa yang terjadi di surga dengan sempurna harus dilaksanakan juga di dalam dunia ini.
Setiap kali sebutan Bapa yang di surga dipergunakan, tentu dimaksud untuk menunjukkan hubungan antara dunia dengan surga, yaitu bahwa dunia ini ditentukan oleh kebenaran-kebenaran yang dari atas. Dengan sebutan Bapa yang di surga itu yang Mahatinggi menjadi dekat dan akrab dengan yang hina, yang di bawah.
Jadi sebutan Bapa yang di surga itu sebenarnya mewujudkan alat penyataan atau alat perkenalan Tuhan Allah yang benar. Setiap kali sebutan Bapa dipergunakan, tentu menunjuk kepada kasih Tuhan Allah terhadap umat-Nya, akan tetapi yang sebaliknya juga menuntut kasih dari umat-Nya. Hal ini umpamanya tampak di Matius 6:26 dan ayat berikutnya, yang memerintahkan kepada orang beriman supaya memandang kepada burung di langit dan bunga bakung di ladang, yang dipelihara oleh Tuhan Allah, Bapanya dengan secara sempurna. Demikian jugalah Bapa surgawi itu akan memelihara mereka. Mereka harus mau menyerahkan diri kepada Tuhan Allah, Bapa mereka.
Dari uraian di atas kiranya jelas, bahwa Tuhan Allah, jika Ia disebut Bapa di dalam Perjanjian Baru, bukanlah dalam arti bapa yang statis, yang tidak bergerak, bukan dalam arti bapa yang sama dengan kedudukan bapa duniawi (Bapa duniawi adalah bapa dalam arti yang statis, artinya: sekalipun bapa itu tidak memelihara anaknya, tidak berbuat apa-apa bagi anaknya - mungkin karena dipenjara, atau karena sebab-sebab lain - namun ia tetap menjadi bapa bagi anaknya, karena kedudukannya sebagai bapa ditentukan oleh kelahiran anak itu). Pengertian Bapa, jika dikenakan kepada Tuhan Allah, dikenakan dalam arti yang dinamis yang menunjukkan kepada Allah yang aktif dalam firman dan karya-Nya bagi keselamatan anak-anak-Nya yang dikasihi-Nya. Tuhan Allah bukanlah Bapa bagi umat-Nya, seandainya Ia tidak berbuat apa-apa bagi umat-Nya.
12c. anak-anak Allah
Pengertian anak Allah di dalam Perjanjian Baru juga memiliki arti yang lebih mendalam dibanding dengan pengertian di Perjanjian Lama. Juga di Perjanjian Baru menjadi anak Allah adalah hak utama dari umat Allah sebagai kesatuan, bukan sebagai individu. Rasul Paulus menggunakan ungkapan anak Allah silih berganti dengan ungkapan benih Abraham. Di Galatia 4:21 dan berikutnya, disebutkan bahwa kebebasan para anak Allah adalah kebebasan mereka yang dari Yerusalem yang surgawi. Oleh karena itu maka menjadi anak Allah berarti termasuk umat Allah yang baru. Pengangkatan menjadi anak Allah adalah tujuan dari karya penyelamatan Tuhan Allah yang besar itu.
* Yohanes 1:12
LAI TB, Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;
KJV, But as many as received him, to them gave he power to become the sons of God, even to them that believe on his name:
TR, οσοι δε ελαβον αυτον εδωκεν αυτοις εξουσιαν τεκνα θεου γενεσθαι τοις πιστευουσιν εις το ονομα αυτου
Translit Interlinear, color=olive]hosoi {semua yang} de {tetapi} elabon {menerima} auton {Dia} edôken {Ia memberi} autois {kepada mereka} exousian {kuasa} tekna {anak-anak} theou {Allah} genesthai {untuk menjadi} tois {orang-orang yang} pisteuousin {percaya} eis {dalam} to onoma {nama} autou {Nya}[/color]
Gagasan yang beru di dalam Perjanjian Baru ialah, bahwa Tuhan Allah menyatakan atau memperkenalkan diri-Nya sebagai Bapa, yang mengangkat para orang beriman menjadi anak-anak Allah, itu dilaksanakan di dalam diri Yesus Kristus dan dalam karya Roh Kudus. Bahwa orang beriman diangkat menjadi anak Allah adalah hasil karya pendamaian Yesus Kristus, yang menjadikan orang beriman menerima Roh Kudus, sehingga ia dapat berseru: Abba, ya Bapa.
Artikel terkait :
"Anak-anak" Allah makna "figuratif", di tidak-mungkin-allah-punya-anak-allah-vt559.html#3480
12d. Anak Allah
Sebagai sarana untuk menjadikan orang beriman menjadi anak Allah, Yesus sendiri juga disebut Anak Allah.
Alkitab terang membedakan antara Yesus Kristus sebagai Anak Allah dan orang beriman sebagai anak Allah. Yesus Kristus adalah Anak Allah yang Tunggal, Anak-Nya sendiri, sedang orang beriman diangkat menjadi anak Allah. Hal ini menunjukkan, bahwa ada perbedaan yang besar di antara hubungan Tuhan Allah sebagai Bapa dengan Yesus dan hubungan Tuhan Allah sebagai Bapa dengan orang beriman.
Untuk mendekati persoalan ini, kita harus kembali kepada pernyataan, bahwa Yesus Kristus adalah Firman yang menjadi manusia. Telah dikemukakan, bahwa jika Yesus Kristus disebut Firman, hal itu berarti, bahwa Ia adalah alat atau sarana penyataan atau perkenalan Tuhan Allah yang sempurna, sehingga barangsiapa melihat Dia, ia melihat Allah.
Dalam Yohanes 17:6, 26 dapat disimpulkan, bahwa seluruh karya Kristus tidak lain adalah: menyatakan atau memperkenalkan nama Allah. Padahal menurut Yohanes 17:11-12, nama Allah adalah kekuasaan yang melindungi umat Allah, sebab di situ disebutkan, bahwa Yesus berdoa, agar Bapa memelihara para murid dalam nama-Nya. Jadi nama Allah Bapa itulah yang memelihara para orang milik Yesus. Oleh karena itu maka nama Allah, menurut Alkitab, bukan hanya sebutan yang kosong, seperti nama kita, bukan hal yang mati, melainkan "Tuhan Allah sendiri dalam karya pemeliharaan-Nya." Nama Allah adalah hakekat Allah sendiri, yaitu bahwa Ia adalah sekutu umat-Nya. Dari nama-nama-Nya, yang menyatakan karya-Nya itulah Tuhan Allah dapat dikenal.
Maka apa yang dilakukan oleh Yesus terhadap para murid-Nya pada hakekatnya adalah: memperkenalkan Bapa kepada para murid-Nya. Akan tetapi hal "memperkenalkan Bapa kepada para murid-Nya" ini bukanlah diuraikan secara teori, bukan berwujud ajaran seperti seorang guru agama menerangkan kepada para muridnya, melainkan hal itu ditunjukkan di dalam karya-Nya. Itulah sebabnya Kristus dapat berkata, "Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." Itulah juga sebabnya, bahwa menolak Yesus berarti menolak Tuhan Allah Bapa. Demikianlah "menyatakan nama Bapa" pada hakekatnya adalah "menyatakan Allah Bapa" atau "memperkenalkan Allah Bapa" itu sendiri. Dalam hal ini tampak di dalam firman dan karya Yesus. Seluruh hidup Kristus menampakkan bagaimana Tuhan Allah sebagai Bapa umat-Nya.
Sebagai sarana penyataan atau perkenalan Allah Bapa, yang menunjukkan di dalam seluruh hidupnya bagaimana Allah Bapa itu, Yesus sendiri disebut Anak Allah.
Arti ungkapan Anak Allah bagi Yesus pada dasarnya tidak berbeda dengan arti ungkapan itu, jika dikenakan kepada orang beriman yang disebut anak Allah.
Arti ungkapan anak Allah adalah bahwa Israel harus mempersembahkan seluruh hidupnya bagi kemuliaan Tuhan Allahnya, atau harus mencerminkan kehidupan ilahi di dalam hidupnya, seperti anak harus mencerminkan hidup bapanya. Hal ini hanya mungkin, jikalau Israel mentaati segala kehendak Tuhan Allah, sekutunya. Padahal mentaati kehendak Allah itu hanya mungkin, jikalau ada persekutuan yang akrab di antara Tuhan Allah dengan orang beriman. Hal ini semuanya berlaku juga bagi Yesus sebagai sarana penyataan Tuhan Allah.
Artikel terkait :
YESUS, ANAK ALLAH, di yesus-anak-allah-vt34.html#79
12a. Bagaimana hubungan Yesus Kristus dengan Tuhan Allah?
Dari Yohanes 6:57 yang menyebutkan, bahwa Anak hidup oleh Bapa, dan dari Yohanes 10:30 yang menyebutkan, bahwa keduanya, yaitu Bapa dan Anak, adalah satu, serta dari Yohanes 16:15 yang menyebutkan, bahwa segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Anak punya, sehingga apa yang menjadi milik Bapa juga menjadi milik Anak, karena telah diberikan Bapa kepada Anak, dapat kiranya diambil kesimpulan, bahwa Yesus Kristus mendapat bagian yang tiada taranya dari apa yang dimiliki Allah Bapa. Ada kesatuan yang erat sekali antara Allah Bapa dan Yesus Kristus.
Akan tetapi harus segera dicatat, bahwa kesatuan Tuhan Allah dengan Yesus itu bukanlah kesatuan yang terletak pada kesatuan tabiat yang statis, bukan dalam arti memiliki zat yang sama (bukan secara ontologis atau di bidang keberadaan), melainkan kesatuan di dalam karya atau perbuatan. Hal ini terang dari penjelasan Yesus Kristus sendiri. Di Yohanes 10:37-38, Ia berkata, "Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa."
Dari kata-kata ini jelas, bahwa jikalau Yesus melakukan [Yunani, poiô/poieo] pekerjaan-pekerjaan Bapa, maka pekerjaan-pekerjaan [Yunani, erga/ergon] itu menjadi bukti, bahwa Bapa di dalam Anak dan Anak di dalam Bapa. Bahwa Yesus satu dengan Allah Bapa, hal itu tampak dari pekerjaan-pekerjaan-Nya atau karya-karya-Nya.
Selanjutnya kesatuan Allah Bapa dan Yesus Kristus yang tampak di dalam karya-karya-Nya itu diungkapkan demikian, bahwa yang dikerjakan oleh Yesus itu adalah apa yang Ia lihat Bapa mengerjakannya, dan bahwa yang dilakukan oleh Yesus itu adalah apa yang telah ditugaskan oleh Allah Bapa kepada-Nya, sehingga segala pekerjaan Yesus tadi dilakukan atas nama Bapa, dan oleh karena itu pekerjaan yang dilakukan-Nya adalah pekerjaan Allah Bapa sendiri.
Demikianlah kiranya jelas, bahwa kesatuan Allah Bapa dengan Yesus sebagai Anak Allah adalah kesatuan di dalam karya-karya-Nya, bukan di dalam tabiat-Nya atau di dalam zat-Nya.
Kecuali mengerjakan pekerjaan Allah Bapa, Yesus sebagai Anak Allah juga membawakan firman atau sabda Allah Bapa (Yohanes 14:24 di mana Ia berkata, bahwa firman yang mereka dengar itu bukan dari Kristus sendiri, melainkan dari Bapa yang mengutus-Nya). Apa yang disabdakan oleh Yesus Kristus adalah apa yang telah diajarkan Bapa kepada-Nya. Demikianlah firman atau sabda yang telah dibawakan Yesus tidak boleh dipisahkan dari karya-karya-Nya. Jadi kedua-duanya, baik firman maupun karya Yesus menyatakan atau memperkenalkan Yang Mengutus dan Yang Diutus.
Dari apa yang telah dikemukakan di atas itu kiranya jelaslah bahwa sebutan Anak bagi Yesus berarti, bahwa Ia di dalam hidup-Nya melaksanakan apa yang telah direncanakan Allah Bapa, atau Ia menjadi penyataan Allah sebagai sekutu umat-Nya. Di dalam hidup-Nya, di dalam karya-karya-Nya Yesus menunjukkan atau menyatakan bahwa Tuhan Allah adalah sekutu umat-Nya, penyelamat umat-Nya. Di dalam diri Yesus dapat dilihat dan diketahui, bagaimana Tuhan Allah menyelamatkan umat-Nya.
* Roma 8:32,
Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?
Menurut ayat di atas, melaksanakan rencana Tuhan Allah untuk menyelamatkan itu terlebih-lebih terjadi di dalam kematian Yesus. Jikalau menjadi Anak Allah berarti melaksanakan rencana Allah, maka dari ayat itu jelas, bahwa hal itu dilaksanakan hingga kematian-Nya. Sebab di dalam kematian-Nya itu terlaksana rencana Allah untuk menyelamatkan umat-Nya. "Menjadi Anak Allah" berarti: menjadi pelaksana perjanjian Allah dengan umat-Nya, yaitu "menderita dan mati bagi umat Allah." Hal ini jelas juga dari Galatia 4:4, yang menyebutkan, "setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat."
Dapat dibandingkan dengan Roma 5:10 yang menyebutkan, bahwa ketika kita masih seteru kita diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya. Jadi memang Bapalah yang memberikan "cawan minuman" itu kepada Yesus Kristus sebagai Anak-Nya. Itulah sebabnya ketika rasul Petrus mengakui, bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup, segera Yesus menghubungkan pengakuan sebagai Anak Allah itu dengan kesengsaraan-Nya. Di Markus 15:39 kepala pasukan Roma mengakui Kristus sebagai Anak Allah, pada waktu Yesus disalib.
Kasih Anak kepada Bapa diungkapkan di dalam kesetiaan Anak itu untuk memberikan nyawa-Nya.
Di dalam kesimpulan mengenai sebutan Anak Allah di dalam Perjanjian Lama telah dikemukakan, bahwa sebutan Anak Allah itu mengandung arti, bahwa Israel sebagai umat Allah atau sebagai sekutu Allah harus mentaati segala perintah Tuhan Allah, seperti halnya dengan anak mentaati Bapanya. Sebagai Anak Allah Israel harus mempersembahkan seluruh hidupnya bagi Tuhan Allah, Bapanya. Akan tetapi di dalam sejarah ternyata, bahwa Israel tidak mampu memenuhi tugasnya sebagai sekutu Allah itu. Israel adalah anak Allah yang gagal dalam tugasnya.
Sekarang Yesus Kristus datang untuk memenuhi apa yang tidak dapat dipenuhi oleh umat Allah di Perjanjian Lama, yaitu menjadi anak Allah. Yesus adalah Anak Allah yang sejati, sebab Ia dapat memenuhi fungsi anak Allah, yaitu menunaikan tugas mempersembahkan seluruh hidup-Nya bagi Tuhan Allah, Bapa-Nya. Penunaian tugas itu dipenuhi hingga selesai di kayu salib, hingga titik darah yang penghabisan. Yesus Kristus adalah sekutu Allah yang sejati, sebab fungsi Israel sebagai sekutu Allah dipenuhi-Nya dengan secara sempurna.
Dari uraian sebelumnya jelas juga, bahwa sebutan Anak Allah bagi Yesus menunjukkan kepada "karya-Nya untuk menyelamatkan". Yesus adalah Anak Allah, sebab di dalam Dia Tuhan Allah telah menyatakan atau memperkenalkan diri-Nya sebagai penyelamat umat-Nya. Yesus Kristus adalah alat Tuhan Allah untuk menyatakan atau memperkenalkan karya penyelamatan-Nya. Di dalam diri-Nya tampak sampai di mana Tuhan Allah menjadi sekutu umat-Nya. Oleh karena umat-Nya tidak dapat memenuhi tugasnya menjadi sekutu-Nya, maka ia dalam diri Yesus itu Tuhan Allah sendiri telah membuktikan hakekat-Nya yang sejati, yaitu bahwa Ia adalah sekutu umat-Nya. Sebab di dalam Yesus Kristus itu Tuhan Allah telah mendamaikan umat-Nya yang tidak setia kepada panggilannya itu dengan diri-Nya sendiri. Yesus Kristus adalah puncak turunnya Tuhan Allah untuk menemui manusia berdosa. Menjadi Anak Allah berarti menjadi jalannya Tuhan Allah bersekutu dengan umat-Nya secara akrab. Di dalam diri Yesus Kristus, Tuhan Allah telah memenuhi peranan-Nya sebagai sekutu umat-Nya hingga selesai. Bahkan dapat dikatakan, bahwa di dalam diri Yesus itu Tuhan Allah sendiri telah mengganti peranan sekutu-Nya yang tidak setia, yaitu yang dilakukan di dalam menjadi serupa dengan daging yang dikuasai dosa.
Jika Yesus Kristus sebagai alat penyelamat Tuhan Allah disebut Anak Allah, hal itu bukan dimaksud dalam arti ontologis, artinya: bukan menunjuk kepada kesamaan keberadaan, atau bukan menunjuk kepada kesamaan tabiat atau zat. Bahwa Yesus adalah Anak Allah, hal itu ternyata di dalam firman dan karya-Nya. Dan pengertian itu mengandung dua segi:
Yesus Kristus adalah Anak Allah yang sejati, sebab hanya di dalam Dialah fungsi Anak Allah dilaksanakan dengan sempurna, yaitu mempersembahkan seluruh hidup-Nya bagi Tuhan Allah, dengan ketaatan yang sempurna. Manusia pertama karena dosanya tidak dapat memenuhi tugas sebagai anak Allah itu, dan Israel sebagai umat Allah dan sebagai anak Allah juga gagal di dalam penunaian tugasnya itu. Yesus Kristus adalah sekutu Allah yang sejati, yang mentaati segala kehendak Tuhan Allah hingga mati di kayu salib. Sebagai Anak Allah, Yesus Kristus mengganti fungsi manusia berdosa di hadapan Tuhan sebagai Bapanya. Sebagai ganti manusia, Yesus Kristus adalah Anak Allah, adalah manusia yang sejati.
Yesus Kristus adalah Anak Allah yang sejati, sebab Dialah yang mencerminkan kehidupan ilahi di dalam seluruh hidup-Nya secara sempurna. Bukankah sekutu Allah harus mencerminkan kehidupan Allah yang menjadi sekutunya, dan bukankah anak harus mencerminkan hidup bapanya? Di dalam Yesus Kristus tampak Tuhan Allah menjadi sekutu umat-Nya. Isi hati Tuhan Allah sebagai penyelamat umat-Nya telah dinyatakan secara sempurna di dalam firman dan karya-karya Kristus, sebagai seorang anak yang mencerminkan kehidupan bapanya. Oleh karena itu Yesus Kristus adalah satu-satunya Anak Allah. Ia adalah Anak Allah yang Tunggal. Di samping-Nya tidak ada yang pernah menyatakan kehidupan ilahi seperti yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus. Sebagai alat penyataan Allah yang sempurna Yesus Kristus adalah Anak Allah. Oleh karena di luar Yesus Kristus tidak ada pengenalan akan Tuhan Allah, maka sebagai penyataan Allah yang sempurna Ia disebut Allah juga. Akan tetapi harus diingat, bahwa keallahan Kristus itu tampak di dalam firman dan karya-Nya, bukan di dalam kesamaan keberadaan atau kesamaan tabiat atau zat. Dari firman dan karya-Nyalah orang dapat mengetahui, bagaimana Tuhan Allah sebagai sekutu umat-Nya, atau bagaimana hakekat Tuhan Allah yang sejati. Itulah sebabnya Yesus dapat berkata "Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa", bukan dalam tabiat atau zat Yesus, melainkan di dalam firman dan karya-Nya.
Demikian arti ungkapan Anak Allah dan Allah yang dikenakan kepada Yesus. Untuk melengkapi pengertian itu, perlu dibicarakan hal Yesus disebut Firman Allah.
Artikel terkait :
YESUS KRISTUS SANG FIRMAN, di yesus-kristus-sang-firman-vt585.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar