PPC Iklan Blogger Indonesia

Minggu, 26 Juni 2011

Pemimpin yang Berbicara bukan yang Berpidato

Beberapa hari terakhir sejak kasus Nazarudin mencuat, Andi Nurpati dan yang paling gress adalah tentang Kasus Ruyati yang di hukum Pancung di Arab Saudi yang dimana semua media memancing ketegasan seorang Presiden dalam hal ini sebagai orang nomor satu di Negeri ini untuk melakukan tindakan tegas untuk menyelesaikan semua masalah yang kini lagi santer dibicarakan, belum lagi dengan kasus yang lain kemiskinan, pengangguran, bencana alam dan masih banyak lagi masalah dinegeri ini yang membutuhkan ketegasan seorang pemimpin.



Bagaimana tidak, Nazarudin dan Andi Nurpati merupakan petinggi pada partai yang didirikannya, tentu saja hal tersebut secara langsung mempengaruhi citra yang selama hampir satu dekade dibangun bahkan dengan politik pencitraan yang sangat baik pemilu satu putaran pun dengan mudah diraih, Citra anti korupsi juga seperti itu, dengan menyanyinya seorang Nazarudin di berbagai media, menjadikan kecitraan yang selama ini terbangun sedikit demi sedikit mulai tercium boroknya, paling tidak tingkat kepercayaan yang dulu secara penuh diberikan rakyat mulai digerogoti dengan kelambanan, ketidakmampuan memanajemen konflik orang-orang disekelilingnya serta hal lain yang menyoroti cara kepemimpinannya.

Begitu pula dengan kasus Ruyati binti Satubi, dengan posisi Kementerian Tenaga Kerja yang dipimpin oleh seorang PKB, dalam hal ini Ketuanya mempunyai sedikit konflik dengan Yeny wahid yang merupakan Putri dari Mantan Presiden kita Gus Dur menjadikan kasus ini sebagai sasaran tembak yang sangat empuk, dimana dengan posisi PKB sebagai salah satu koalisi Partai Demokrat merupakan PKB yang beda versi dengan Yeny Wahid itu sendiri, selanjutnya mulai dibanding-bandingkannya Gus Dur dan SBY dalam persoalan penanganan TKI di Arab Saudi yang membuka kasus Zainab yang dahulu pada zaman Gus Dur akan di Hukum mati akan tetapi berkat kemampuan Diplomasi Gus Dur hanya dengan bertelepon dengan Raja Arab Saudi, maka hukuman mati pun urung dilaksanakan, hal inilah yang tidak mampu dilakukan oleh seorang pemimpin kita saat ini, bahkan melalui Konferensi Persnya, untuk menangani masalah ini Presiden malah membentuk Satuan Tugas TKI, apa gunanya Kementerian Tenaga Kerja, Departemen Luar Negeri, dan BNP2TKI itu sendiri selama ini, penyelesaian dilakukan perkasus bukan memangkas akar masalah.

Dari ketiga Masalah tersebut semuanya berbicara hal yang sama, Kemampuan kepemimpinan, bagaimana memanajemen konflik dalam partainya sendiri, atau bagaimana mengkomunikasikan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan hak orang-orang yang dipimpinnya. Semuanya masuk dalam teori kepemimpinan itu sendiri.

Sampai pada suatu kesimpulan yang mendasar sebelum kita menjustifikasi seorang pemimpin itu cocok atau tidak cocok dengan suatu keadaan, hal ini kalau secara teori sih yang dulu saya pelajari ketika iseng-iseng ikut pelatihan leadership pada masa kuliah sih, banyak sekali mulai dari Teori Big Bang, Great Man, Trait Theoris, Teori Kontingensi, Situasional sampai pada Teori behavior, saya tidak ingin mencoba menjelaskannnya, saya hanya ingin mencoba mengulasnya dalam perspektif saya sebagai warga negara yang butuh pemimpin dan seperti apa pemimpin yang dibutuhkan itu.

Banyak orang yang menganggap bahwa Presiden saat ini adalah orang yang pandai merangkai kata-kata ketika berbicara didepan umum, semua kata-kata yang dikeluarkan semua terasa enak didengar, membicarakan TKI di Kongres ILO di Jenewa saja mendapatkan Standing Aplaus (katanya) , begitupula disaat kampanye pada pemilihan presiden, kemampuan pidatonya terasa enak dipandang mata. tetapi bagi saya itu adalah PIDATO, ada teksnya, ada yang menyusunnya serta semuanya sudah ditata rapi dan terstruktur agar enak didengar.

Pemimpin itu adalah pemimpin yang dapat berbicara, berbicara disini merupakan konsep yang sangat luas, tidak hanya membuka mulut dan mengeluarkan kata-kata tetapi lebih dari itu. Berbicara secara arti adalah menyampaikan pesan dari orang per orang serta dapat dipahami oleh penerima pesan tersebut. Itulah Pemimpin sesungguhnya, ada proses timbal balik didalamnya, ketika Dia berbicara maka orang lain akan mendengarkan, mengerti pesan yang dimaksudkan serta melakukan apa yang diinginkan oleh pemberi pesan tersebut, begitupula sebaliknya. Berbicara pula merupakan salah satu proses untuk mengerti lawan bicara kita, berasal dari mana tingkat pendidikannya serta bagaimana kemampuan dia menangkap apa yang kita bicarakan

Tetapi saat ini kita butuh Pemimpin yang Berbicara bukan yang Berpidato, karena dengan berbicara kita bisa melakukan komunikasi dua arah dan pesan bisa tersampaikan dengan lebih alami serta Pemimpin dapat mengerti kondisi lawan bicaranya

Sedangkan Pemimpin yang Berpidato tidak akan mampu melakukan apa-apa ketika Naskah pidatonya tidak ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

morzing.com dunia humor dan amazing!