Tentara pada zaman revolusi fisik dan sesudahnya kerap dihadapkan pada dua pilihan; tetap setia pada Republik atau lari kehutan memanggul senjata.
Dalam hal merilis akan perjuangan para pejuang putra Bugis-Makassar, maka akan ditekankan para panglima-panglima yang rela berkorban baik demi Negara maupun hanya sebagai kepuasan tersendiri. Oleh dikata Andi Mattalatta dan M. Yusuf mewakili militer nasionalis, sementara dipihak lain, berdiri Saleh Lahade, Kapten Andi Azis atau lebih dikenal Kahar Muzakkar yang mengusung kaum pembangkang.
Seperti diketahui, Kahar mengankat senjata memenangkan perang kemerdekaan melawan Belanda di Jawa, namun belakangan ia sakit hati dan bermain api dalam pemberontakan selama 15 tahun guna memperjuangkan Negara Islam di Sulsel. Naas, nasibnya kemudian berujung pada kebinasaan di tahun 1965.
Nasib serupa mendera Letkol Saleh Lahade, konseptor dan sekaligus menjadi Menteri Penerangan PRRI Permesta, prihatin, berat atas kebijakan pemerintahan pusat. Semula Saleh adalah pejuang dan tentara yang penuh dedikasi. Ia akhirnya dipecat dari TNI pada 1958.
Dan lengkap sudah kisah tentara pemberontak usai Kapten Andi Azis di Makassar ditumpas karena melawan republic. Perasaan tak puas, disamping gebalau politik yang tak kunjung stabil, menggiring sejumlah militer memancing diair keruh. Padahal kalau saja mereka tidak berpaling, bukan mustahil mereka menyandang jabatan tinggi dikemiliteran sebagaimana M. Yusuf yang tetap setia dan menjadi Panglima dengan pangkat jenderal penuh.
Sekilas menengok kala Indonesia merayakan eforia kemenangan, Kahar berpangkat Letkol, dimana Pangkat Tentara Indonesia masih langka saat itu. Sementara kawan sebaya Kahar tidak sedikit yang berpangkat perwira menengah. Kahar membentuk dan memimpin sebuah pasukan yang terdiri dari orang pilihan yang diberi nama Barisan Berani Mati (BBM) yang berkedudukan di Madiun.
Pasukan BBM inilah yang digunakan Kahar untuk mengacaukan tentara Belanda pada perang agresi pertama di Jawa Timur. Anggota BBM terdiri dari Tentara Rakyat Indonesia (TRI) persiapan Sulawesi yang belum mendapat kesempatan diekspedisikan. Pasukan TRI ini lantas diberikan nama Resimen Hasanuddin.
Barisan Hasanuddin
Selama perang colonial, Kahar mendampingi Jenderal Soedirman dalam perang gerilya di Jawa Tengah dan sekitarnya. Setelah perang usai, Kahar diberi tugas membentuk Komandan Group seberang (KGS) pada 1949, namun kemudian Mayor Andi Mattalatta yang memimpin. Pasukan ini meliputi Kalimantan, Sunda Kecil, Sulawesi dan Maluku. Tugasnya antara lain, menyiapkan kader-kader militer untuk daerah bersangkutan. Kahar tak ayal merupakan tentara berani, dan seringkali mengendalikan perang di Jawa.
Memang, peran pasukan Hasanuddin mengundang decak kagum dalam aneka peperangan diseberang. Mattalallta, Kahar dan kawan-kawan, berhasil memorakporandakan Belanda bukan saja di Indonesia Timur melainkan juga di Jawa. Mattalatta berhadap langsung ke Presiden Soekarno, bahkan menggebrak meja karena Presiden tidak yakin akan kemampuan barisan Hasanuddin. Di belakang hari Soekarno percaya seratus persen, dan tidak sedikit anak-anak Hasanuddin berada dalam barisan depan untuk menumpas penjajah.
Di lain pihak, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menegaskan, tidak ada manusia Indonesia yang dia kenal yang dapat disamakan dengan Mattalatta yang menggempur Belanda di Sulawesi dan Jawa. “Saya kira tanpa perjuangan Mattalatta, kita mungkin masih didjajah Belanda.” Kata Sultan kala itu.
Dalam perang kemerdekaan di Yogya, putra-putra Makassar memakai taktik perang gerilya dengan tekhnik hit and run, menyerang, membunuh, melucuti ribuan pucuksenjata musuh, lalu menghilang bagai hantu. Meski hanya didukung dengan pasukan minimal, mereka mampu mengepung Belanda sehingga pihak musuh lari lintang pukang. Ketangguhan pasukan Mattalatta dalam perang diakui Sri Sultan dan Panglima Soedirman. Kahar sendiri menduga kalau-kalau Mattalatta orang sakti dan tahan peluru.
Di lain pihak, Letkol Soeharto meminta agar senjata rampasan anak Makassar diserahkan kepada otoritas Yogyakarta padahal tak ada senjata yang dimaksud. Dalam pada itu kegigihan perang barisan Hasanuddin semakin melangit. Lantaran itu Panglima Diponegoro Kolonel Gatot Subroto menunjuk Brigade Mattalatta bergabung menjadi Brigade V Diponegoro namun ditolak oleh keempat Komandan Brigade diantaranya Letkol Soeharto (Bekas Presiden) dan Letkol Ahmad Yani karena Pasukan Diponegoro dirasa cukup.
Lebih dari itu, Panglima Soedirman member mandate Mattalatta untuk membentu TRI di Sulawesi, kendati sebetulnya Presiden Soekarno tidak setuju. Akhirnya Mattalatta menjadi Panglima Kodam pertama di Indonesia: Kodam Hasanuddin. Wakti itu KSAD Mayjen Nasution menugasi Letkol Mattalatta menyusun organisasi kodam pertama di Indonesia. Tak disangka, Mattalatta hendak mengundurkan diri dari Angkatan Perang, karena dalihnya ia tak mau terlibat dalam pergolakan politik.
Barangkali Mattalatta telah merasa cukup berjuang setelah pasukannya sukses menumpas RMS Maluku Selatan, membekuk PKI dan mengusir Belanda di Jawa, membubarkan Negara Indonesia Timur, dan menekuk sejumlah pemberontakan local di Sulawesi, seperti permesta sampai aksi Andi Azis.
Seiring berjalannya waktu lahirnya Orde Baru yang tak luput mengantar kalangan militer menduduki posisi-posisi penting, mulai presiden , menteri, pengusaha, birokrat, gubernur, bupati, politisi, duta besar dan jabatan-jabatan strategis sipil lainnya. Masuk akal jikalau ada yang lantas merasa kecewa karena tidak cukup menikmati jerih payah perjuangannya. “Tentara sekarang banyak yang jadi tukang catut, “ tandas Mattalatta saat itu.
Benar tidaknya, Mattalatta pernah menyimpang rasa gamang dan kemungkinan menyuarakan kawan-kawan seperjuangannya. Nyatanya, di tengah puncak karir militernya, dia berniat mundur dengan pertimbangan, “Orang pusat melakukan taktik devide in impera. Mereka hanya mau mengenal kita berguna. Kalau kita sudah melaksanakan keamanan dan kita mulai membangaun, mereka akan berdatangan menggeser kita dari posisi dengan menggunakan berbagai macam alas an.”
Disadur dari Majalah PINISI No. 14 Th XXIV. Maret-April 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar